Informasi Media

Anda adalah seorang jurnalis, penerbit, komunikasi atau media profesional: 
Kami di sini untuk menjawab pertanyaan Anda berkaitan dengan kelompok berita / data, permintaan wawancara, permintaan kemitraan

Nutrisi Tepat di Awal Kehidupan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak dengan Alergi Protein Susu Sapi

Latest Update: 11 Apr 2016

Jakarta, 24 Maret 2016 Anak-anak dengan faktor risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi memerlukan upaya penanganan sejak dini untuk optimalisasi tumbuh-kembang anak dan pencegahan dampak jangka panjang.  Salah satu upaya penanganan sejak dini yang paling penting adalah pemberian nutrisi awal kehidupan yang tepat, yaitu nutrisi yang mudah dicerna dan well toletared bagi anak-anak yang tidak toleran terhadap protein susu sapi. Sedangkan bagi anak yang telah terkena alergi dibutuhkan nutrisi yang dapat menekan sensitisasi (tingkat alergi), aman, dan dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Demikian pokok kesimpulan dari diskusi Nutritalk yang diselenggarakan hari ini oleh Sarihusada.

Nutritalk kali inimengambiltema ‘Early Life Nutrition: dasar-dasar dan Pedoman Praktis Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak dengan Alergi Protein Susu Sapi’, yang membahas mengenai pentingnya menyadari faktor risiko alergi pada anak, mengenali gejala-gejala alergi, dan menyadari peran penting nutrisi yang tepat di awal kehidupan bagi optimalisasi tumbuh kembang anak dengan alergi protein susu sapi. Diskusi menghadirkan pembicara ahli Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), MKesKonsultan Alergi Imunologi Anak. Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, dan DR. Dr. Rini Sekartini, SpA(K)Konsultan Tumbuh Kembang Anak RSCM Jakarta

Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), MKes mengatakan, Anak-anak dengan kedua orang tua memiliki riwayat alergi, memiliki risiko alergi sebesar 40%-60%.  Risiko ini lebih besar lagi padaanak-anak dengan kedua orang tua yang  

Anak dengan salah satu orang tua memiliki riwayat alergi berisiko mengalamialergi sebesar 20%-30%.  Jika saudara memiliki riwayat alergi, anak berisiko mengalami alergi sebesar 25%-30%.  Bahkan anak dengan orang tua yang tidak memiliki riwayat alergi pun,berisiko mengalami alergi sebesar 5%-15%. 

Sebesar apapun risiko alergi yang dimiliki anak, penanganan sedini mungkin perlu ditempuh, sehingga anak terhindar dari dampak jangka panjang alergi dan tumbuh kembang tidak terhambat.  Khusus untuk anak-anak dengan risiko tinggi alergi karena riwayat orang tua, diperlukan pengawasan yang lebihintensuntukmemastikan tumbuh-kembang anak yang optimal,” tambah Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), Mkes.

Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), Mkes, menambahkan bahwa pengawasan tersebut termasuk memantau dan mengenali gejala klinis alergi, mengenali alergen pemicu, serta melakukan intervensi nutrisi berupa memantau asupan nutrisi dan mengganti asupan nutrisi dengan nutrisi yang lebih mudah dicerna dan well tolerated.

DR. Dr. Rini Sekartini, SpA(K), memaparkan, “Nutrisi awal kehidupan, yaitu nutrisi yang diterima anak sejak dalam kandungan sampai sekitar usia dua tahun, memiliki peran sangat besar pada kualitas tumbuh kembang anak dan tingkat kesehatan pada usia dewasa.  Namun ada asupan nutrisi tertentu pada awal kehidupan, yang sebenarnya mengandung gizi yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh-kembang yang optimal, tapi tidak bisa ditoleransi oleh anak-anak dengan risiko alergi.”

Anak-anak dengan risiko alergi protein susu sapi akan memberikan reaksi abnormal terhadap asupan nutrisi yang mengandung protein susu sapi karena interaksi antara satu atau lebih protein susu dengan satu atau lebih mekanisme kekebalan tubuh. Pada awal kehidupan, asupan nutrisi yang mengandung protein susu sapi dapat berupa MPASI, makanan seimbang, maupun ASI dari Ibu yang mengkonsumsi nutrisi yang mengandung protein susu sapi.

Dibutuhkan intervensi nutrisi yang tepat bagi anak-anak dengan risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi, sehingga anak terhindar dari alergen pemicu, tapi tetap memperoleh nutrisi yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang yang optimal. Intervensi nutrisi yang dapat dilakukan terhadap anak-anak dengan risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi salah satunyaadalah pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisasi parsial,” tambah DR. Dr. Rini Sekartini, SpA(K).       

Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), MKes menjelaskan,“Protein terhidrolisis parsial adalah sebuah hasil dari teknologi yang memotong panjang rantai protein menjadi lebih pendek dan memperkecil ukuran massa molekul protein sehingga protein akan lebih mudah dicerna dan diterima oleh anak.”

Teknologi ini memungkinkan anak yang tidak toleran terhadap protein susu sapi, dapat tetap memperoleh nutrisi dengan asupan protein yang dibutuhkan untuk mendukung tercapainya pertumbuhan yang optimal.  Dengan rantai yang lebih pendek dan ukuran massa molekul yang lebih kecil, tidak berarti kandungan nutrisi protein terhidrolisis parsial berkurang.  Sebaliknya rantai yang lebih pendek dan ukuran massa molekul yang lebih kecil memudahkan nutrisi yang dikandung dicerna dan diserap.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan  pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisis parsial sebagai salah satu langkah praktis dalam upaya intervensi nutrisi bagi anak dengan faktor risiko tidak toleran protein susu sapi, karena proteinnya lebih mudah dicerna dan diterima oleh anak. Adapun langkah lainnya adalah berupa pencegahan untuk anak yang telah terpajan alergen dan pencegahan untuk anak yang sudah terkena dampak lainnya dari alergi, dengan tujuan agar reaksi alergi tidak berulang, bertambah berat, maupun tidak terbawa sampai dewasa,” kata Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), MKes.

Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), Mkes, melanjutkan bahwa untuk anak-anak yang memiliki risiko tidak toleran terhadap susu sapi, intervensi nutrisi dapat dilakukan berupa pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisasi parsial.Namun apabila anak telah untolerant  terhadap protein susu sapi, maka nutrisi dengan protein terhidrolis parsial sudah tidak efektif digunakan. Salah satualternatif pemberian nutrisi yang efektif bagi anak-anak yang mengalami alergi protein susu sapi adalah formula dengan isolat protein kedelai.

Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa pola pertumbuhan, kesehatan tulang dan fungsi metabolisme, fungsi reproduksi, endokrin, imunitas, dan sistem saraf dari anak-anak pengkonsumsiformuladengan isolat protein kedelai tidakberbeda secara signifikan dengan anak-anak yang mengkonsumsi susu sapi,” ujar Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), Mkes,

Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), Mkes menambahkan, tidak saja menjadi opsi yang terjangkau, formula dengan isolat protein kedelai dapat djadikan pilihan yang aman bagi anak dengan alergi protein susu sapi, karena dapat ditoleransi dengan baik.   Selain itu, di Indonesia formula kedelai merupakan asupan yang disukai karena rasanya yang enak,” ujar Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), Mkes.

Pada Nutritalk kali ini juga diperkenalkan Kartu Deteksi Dini UKK Alergi Imunologi yang diterbitkan oleh Ikata Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Arif Mujahiddin, Head of Corporate Affairs Sarihusada, menerangkan, “Kartu yang memuat nilai risiko keluarga pada ayah, ibu, dan saudara kandung ini dapat membantu orang tua untuk menghitung risiko alergi pada anak, sehingga penanganan alergi dapat dilakukan sedini mungkin dan sekomperehensif mungkin.  Kami membantu memperkenalkan tool dan menyelenggarakan diskusi nutrisi ini sebagai bagian dari komitmen kami memberikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai alergi dan langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan.

Back to Archive