Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Dari Gunung ke Pantai, Jatuh Cinta pada Masakan Minahasa

Oleh Murtiyarini . 25 Nov 2016

Berkesempatan mengikuti Jelajah Gizi Minahasa adalah pengalaman berharga bagi saya. Tidak menyangka sebelumnya, bahwa saya bisa pergi berbagai daerah di Sulawesi Utara pada tanggal 18-20 November 2016 bersama para pejuang gizi. Berangkatlah sekitar 30 peserta, gabungan dari blogger, media, tim Sari Husada dan tim Detik.com .

Dalam 3 hari yang berkesan itu, lidah dimanjakan oleh rasa-rasa masakan khas Minahasa. Lebih dari sekedar mencicipi rasa, hadir bersama kami Prof. Dr. Ir Akhmad Sulaeman MS, PhD, ahli gizi dari IPB, menjelaskan tentang keanekaragaman sumber pangan Minahasa. Dalam setiap sajian yang ada, Prof. Akhmad, demikian kami akrab memanggilnya, menjelaskan satu persatu kandungan gizi komposisi bahan makanan, manfaat makanan, cara memasaknya yang unik dan hubungannya dengan budaya masyarakat Minahasa.

Pada hari pertama, kami dibawa menikmati menu masakan di Restoran Tumou Tou, sebuah restoran di atas Danau Tondano. Menu yang disajikan adalah ikan mujair goreng, perkedel ikan Nike (Ikan khas Tondano), kari columbi (kerang danau), lengkap dengan sambal dabu-dabu dan sambal ikan Roa. Danau Tondano yang luas dan indah, suara gemericik air danau yang tertiup angin, tampak di kejauhan kabut sore mulai turun ke bukit-bukit sangat eksotis dan fotogenic. Benar-benar sebuah suanana makan yang sempurna, membuat kami lupa diri pada timbangan badan. Kapan lagi menikmati hidangan khas Danau Tondano?

Konon, Danau Tondano ini berasal dari letusan maha dahsyat Gunung Kaweng yang “marah” karena ada sepasang muda-mudi yang melanggar larangan orangtua untuk kawin (Bahasa Minahasa : Kaweng). Sang pemudi adalah Putri Tonaas Utara yang didandani sebagai laki-laki dan dilarang menikah oleh ayahnya karena tidak ingin tahtanya jatuh ke tangan calon suami. Sedangkan sang Pemuda adalah putera mahkota Tonaas Selatan. Legenda Danau Tondano, entah benar atau tidak, yang jelas kini Danau Tondano dikenal sebagai salah satu Danau terluas dan terindah di Indonesia.

Sepuas makan, kami berkenalan dengan “Petani” Ikan yang menanam ikan pada keramba-keramba di tepian Danau Tondano. Jenis ikan yang banyak dibudidayakan di sini adalah ikan mas, mujaer, payangka, nike, gabus dan lobster. Di mata saya yang tinggal di Kota Bogor, melihat ukuran ikan mas dan gabus di Danau Tondano ini. Satu ikan bisa dikonsumsi oleh 5 orang, saking besarnya.

Dari Restoran Tumou Tou, kami dibawa ke rumah Pak Camat Tondano. Ternyata di sana telah disiapkan aneka jajanan khas Minahasa, antara lain Klapertart, Apang, Nasi Jaha, Cucur, Lalampa, Panada, dan Bagea. Jajanan Minahasa didominasi oleh rasa kenari, kelapa dan gula merah. Cara pembuatannya ada yang di panggang dalam bambu, ada yang dioven dan digoreng.

Menjelang sore, rombongan dibawa ke Temboan Hills, Puncak Rurukan, Tomohon. Dari sini kita bisa memandang Danau Tondano di kejauhan. Tanah di sini sangat subur. Hijauan di mana-mana. Masyarakat menanam aneka sayur-mayur khas dataran tinggi. Variasi sayuran yang dikonsumsi juga banyak, ada kangkung, pakis (paku-pakuan), daun pangi, bunga dan daun pepaya, dan banyak lagi. Jenis pisang juga sangat bervariasi. Yang paling banyak saya temui adalah Pisang Goroho. Pisang ini kurang manis, dagingnya lebih padat, rasanya mirip singkong, cocok untuk sumber karbohidrat. Dan memang demikianlah masyarakat di sini menganggapnya. Pisang Goroho ada yang dikukus dan disajikan bersama lauk pauk, atau digoreng renyah dan disajikan dengan Sambal Bakasang.

Dari pegunungan, kami bergeser ke arah laut pada hari ke 2 Jelajah Gizi Minahasa. Masih didominasi menu ikan, bedanya, kali ini adalah ikan laut. Kami mengunjungi Pantai Bahowo, Kecamatan Tongkaina. Dari Bahowo terlihat sangat dekat kepulauan Bunaken terpisahkan oleh lautan yang biru. Sungguh sebenar-benarnya laut biru yang pernah saya lihat. Di Desa Bahowo ini para pejuang gizi melakukan bakti sosial (Baca tulisan : Mengenal Kehidupan Gunung dan Pantai Minahasa).

Kelompok Masyarakat yang kami datangi telah menyiapkan aneka masakan ikan dan sayur yang menggugah selera. Ikan cakalang diolah dengan beberapa jenis masakan. Ada cakalang kuah santan, ada cakalang sambal. Tersaji juga sup ikan yang segar dan ikan bakar. Sayuran yang disajikan antara lain pakis, tumis daun pepaya, dan kangkung. Tak ketinggalan sambal dabu-dabu yang segar. Untuk sumber karbohidrat tersedia nasi, singkong dan pisang goroho rebus. Saya mencoba semuanya, dan sejenak melupakan diet.

Seperti di sampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Akhmad Sulaeman, PhD, “Keanekaragaman sumber pangan Minahasa menjadi cerminan kekayaan sumber pangan di Indonesia. Indonesia memiliki kebudayaan beragam, termasuk keunikan dan kebiasaan yang dimiliki setiap daerah khususnya dalam mengonsumsi makanan, sehingga penduduk Indonesia tidak difokuskan pada satu jenis makanan yang harus dikonsumsi. Banyak sekali pilihan.”

Sari Husada, diwakili oleh Bapak Arif Mujahidin, Communication Director Danone Indonesia mengatakan, sebagai perusahaan berkomitmen mendukung kesehatan masyarakat melalui makanan, selain menyediakan produk bergizi dan berkualitas tinggi, kami juga turut memberikan edukasi mengenai gizi seimbang dan hidrasi kepada masyarakat. Jelajah gizi merupakan salah satu wujud dari komitmen tersebut. Program tahunan ini dikemas menarik agar rekan-rekan media dan blogger bisa menyebarluaskan tentang nilai-nilai gizi pada makanan khas Indonesia.”

Sungguh, Jelajah Gizi Minahasa ini adalah perjalanan kuliner yang mengesankan. Bahkan hingga hampir seminggu berlalu, saya masih belum bisa move on. Rasa-rasa masakan khas Minahasa masih terkenang-kenang dalam benak saya.

Penulis : Murtiyarini

Twitter @arin_murti /Instagram @murtiyarini

Blog : www.asacinta.blogspot.co.id