Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Edukasi Sadar Gizi di Pulau Seribu

Oleh Defi Laila Fazr 11 Jun 2013

“You are what you eat!” Entah siapa yang mengatakan kalimat ini pertama kali, yang pasti saya telah mendengarnya berulang kali, mengutip ratusan kali, juga mengkhianatinya berkali-kali. :mrgreen:

Kenapa orang Jepang memiliki otak cemerlang? Because you are what you eat, baby! Karena mereka doyan sekali makan ikan, bahkan meski dalam keadaan mentah sekalipun. Saking doyannya makan ikan, mereka bahkan berani mengkonsumsi ikan fugu, ikan yang kalau nggak diolah dengan benar bisa mengakibatkan kematian bagi yang memakan. Tentu kita semua tahu bagaimana hebatnya gizi yang terkandung dalam ikan laut hingga mampu merangsang kecerdasan seseorang.

Selain berkorelasi positif terhadap kecerdasan, kandungan omega 3 pada ikan juga dipercaya bisa membuat kita awet muda. Budaya mengkonsumsi ikan laut ternyata tidak hanya membuat orang Jepang memiliki otak cemerlang, tapi juga berumur panjang. Menurut fakta yang saya baca dibuku Shocking Japan karya Junanto, rata-rata pria di Jepang memiliki angka harapan hidup hingga 76 tahun, sedangkan wanitanya bahkan bisa mencapai 83 tahun. Tingginya angka harapan hidup di Jepang ini menjadikan orang-orang di Jepang dengan usia 60 sampai 70 tahun masih dikategorikan sebagai usia muda karena mereka masih produktif dan aktif bekerja.

Malangnya, saya dan mungkin banyak dari anda yang lidahnya terbiasa dimanjakan dengan aneka bumbu dan rempah-rempah, keburu enggan duluan begitu dijejali ikan. Alasan saya, sih, sederhana. Saking seringnya kecewa dengan olahan ikan yang masih berasa amis, maka kalau disuruh memilih, saya mending milih makan mie instan daripada ikan. Katro, kan?! :mrgreen: Dan juga miris tentu saja, secara kita tinggal di negara maritim yang sangat melimpah hasil tangkapan lautnya.

Barangkali fenomena serupa inilah yang menjadi pencetus misi Sarihusada dengan program ‘Ayo Melek Gizi’ -nya, yakni mengedukasi saya dan jutaan orang malang lainnya agar makan tidak hanya asal makan yang penting kenyang. Dalam event bertajuk ‘Jelajah Gizi’, saya bersama sembilan blogger terpilih dan sejumlah wartawan dari berbagai media diajak mengeksplorasi kekayaan kuliner di Kepulauan Seribu, mengetahui kandungan gizi juga manfaatnya, serta mempelajari bagaimana cara mengolahnya agar bisa menggugah selera.

Sebagai kabupaten yang 3/4 wilayahnya didominasi oleh lautan, hasil tangkapan dan budidaya laut tentu menjadi komoditas utama Kepulauan Seribu. Meskipun disebut Kepulauan seribu, tapi ternyata kepulauan ini hanya memiliki seratus sekian pulau, dimana 11 diantaranya merupakan pulau berpenghuni. Di hari pertama jelajah gizi, kapal cepat kami pun merapat di salah dua pulau berpenghuninya, yakni Pulau Lancang dan Pulau Pari untuk mengenal dan mempelajari seluk-beluk komoditas utama kedua pulau ini.

Rumput laut merupakan komoditas utama Pulau Pari. Selama ini pikiran lugu saya mengira kalau rumput laut merupakan tumbuhan laut yang hidup berdampingan dengan terumbu karang. Ternyata, apa yang saya sangkakan pada rumput laut selama ini adalah salah besar. Rumput laut ternyata tidak tumbuh begitu saja di dasar laut, melainkan mesti dibudidaya. Sedangkan bibit rumput laut sendiri ternyata tak lain adalah sejumput rumput laut yang baru saja dipanen, yakni rumput laut basah yang belum mengalami proses lebih lanjut.

Proses menanam rumput laut dimulai dengan memetik sejumput tunas rumput laut yang memiiki banyak cabang, lalu diikat renggang di sepanjang tali, dengan jarak antar ikatan sekitar 20 cm. Rumput laut yang telah terikat ini kemudian ditanam mengambang di lautan dangkal dengan cara direntangkan, dimana setiap ujung tali diikatkan pada tiang pancang. Sejumlah gabus juga turut diselipkan disepanjang tali untuk menjaga agar rumput laut tetep mengambang. Selama tidak tercemar oleh limbah dan sampah, hanya dalam waktu 45 hari, lima puluh gram bibit rumput laut tadi bisa berkembang hingga mencapai dua kilogram, rumput laut pun siap dipanen. Sebagian hasil panen kemudian akan menjadi bibit lagi, dan sebagian lainnya dikeringkan untuk dijual sebagai bahan dasar industri.

Proses pengeringan rumput laut sendiri bisa memakan waktu hingga lima hari. Mulai dari proses perendaman di air tawar selama dua malam agar rumput laut tidak lagi asin dan berbau amis, hingga proses penjemuran yang akan memakan waktu 1 sampai 3 hari, tergantung tingginya intensitas matahari. Rumput laut yang telah melalui proses pengeringan biasanya akan menyusut beratnya hingga lebih dari setengahnya. Tak heran bila kemudian harga jual rumput laut kering jauh lebih tinggi dari rumput laut basah. Bila rumput laut basah harga per kilogramnya hanya 3 ribu rupiah, rumput laut kering bisa mencapai 50 ribu per kilogram. Oleh warga Pulau Pari, biasanya rumput laut kering ini akan dijual ke perusahaan penghasil agar-agar bubuk dan kosmetik, atau diolah sendiri menjadi dodol rumput laut.

Tak hanya mempelajari cara membudidaya rumput laut, di jelajah gizi kami pun dibuat melek akan gizi yang terkandung di dalamnya. Menurut Prof. Ahmad, salah satu pakar gizi Indonesia yang turut mendampingi rombongan kami, rumput laut mengandung probiotik yang bermanfaat dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan sangat baik untuk kesehatan pencernaan. Rumput laut yang kaya akan serat juga bisa dijadikan menu alternatif diet sehat yang mampu mencukupi kebutuhan asupan karbohidrat sebagai pengganti nasi. Dengan kata lain, rumput laut juga bisa berfungsi sebagai obat pelangsing alami. Lalu bagaimana cara mengolah rumput laut ini agar semakin menggugah selera, giliran Chef Opik, jebolan MasterChef Indonesia, yang unjuk gigi dengan salad rumput laut dan fillet ikan baronang garnish nanas dan kacangnya yang langsung menjadi magnet bagi ibu-ibu PKK Pulau Pari.

Selepas dari Pulau Pari, kami pun melompat ke Pulau Lancang yang memiliki komoditas utama teri dan rajungan. Ada dua jenis ikan teri yang menjadi komoditas andalan Pulau Lancang, yakni teri belah dan teri nasi atau yang biasa kita kenal dengan sebutan teri medan. Disini kami sempat mengunjungi sentra pengolahan teri, dan melihat langsung bagaimana proses pengawetannya. Bukan dengan formalin, borax, atau jenis pengawet kimia lain yang berbahaya bagi kesehatan, melainkan cukup direbus dalam air garam selama kurang lebih dua jam, lalu dijemur selama empat jam, selesai. Teri pun bisa awet hingga tiga bulan.

Menurut Prof. Ahmad, ikan teri mengandung protein, kalsium, magnesium, serta asam omega esensial yang baik untuk kesehatan jantung. Tapi, ikan teri juga tinggi akan kandungan sodium dan natrium yang tidak bagus dikonsumsi oleh penderita darah tinggi. Jadi bagi penderita darah tinggi yang tetap ingin mengkonsumsi ikan teri, disarankan agar memilih ikan teri segar yang kandungan garamnya jauh lebih rendah. Sedangkan bagi ibu hamil, mengkonsumsi ikan teri justru sangat dianjurkan karena kandungan yodiumnya yang sangat baik bagi pertumbuhan fisik dan kecerdasan janin.

Di sentra pengolahan rajungan, kami bertemu dengan Ibu Ika Atika yang banyak bercerita tentang seluk beluk usaha rajungannya yang telah dimulai sejak tahun 2002. Sepintas pandang, bisa jadi kita akan terkecoh dengan penampilan rajungan yang terlihat sangat mirip dengan kepiting. Tapi bila keduanya disandingkan, maka akan terlihat jelas perbedaan keduanya yang terletak pada kaki paling belakang. Selain itu, bila kepiting hidup di dua alam (darat dan laut), rajungan hanya bisa bertahan hidup di dalam air dan akan segera mati tak lama setelah ditangkap. Menurut Ibu Ika, hasil tangkapan satu kelompok nelayan disini bisa mencapai satu kuintal rajungan per harinya. Di bulan ketika musimnya, yakni antara Juli sampai Desember, hasil tangkapan rajungan bahkan bisa mencapai tiga kuintal per hari. Di sentra inilah rajungan kemudian direbus, di-es-kan, lalu dipacking sebelum kemudian dijual.

Menurut Prof. Ahmad, habitat hidup rajungan yang senang terkubur dalam pasir dan lumpur membuat kandungan merkuri (yang mungkin dimiliki) rajungan sangat rendah. Rajungan juga kaya akan zink yang bila dikonsumsi oleh ibu hamil akan sangat bermanfaat dalam masa pertumbuhan janinnya. Kekurangan zink selama masa kehamilan selain dapat mempengaruhi fungsi kekebalan pada janin juga bisa menyebabkan terganggunya pertumbuhan fisik dan intelektual janin.

Tapi, meskipun kandungan zinknya kaya akan manfaat, rajungan juga berkolesterol tinggi yang nggak baik bagi kesehatan jantung bila dikonsumsi secara berlebihan. Prof. Ahmad pun menganjurkan agar mengkonsumsi rajungan cukup sekali saja dalam satu minggu yang juga harus diimbangi dengan asupan sayur dan buah-buahan.

Tak cukup hanya mengetahui kandungan gizi beserta manfaatnya, petualangan jelajah gizi di Pulau Lancang pun dibuat klimaks dengan mencicipi rajungan saus padang dan teri nasi hasil olahan Chef Opik yang tak perlu diragukan lagi kelezatannya. Saking nikmat dan larisnya masakan Chef Opik ini, saya pun harus rela berbagi seporsi rajungan dan teri nasi dengan @andyputera (petualang jelajah gizi dari Bali) dan @iqbal_kautsar (petualang jelajah gizi dari Jogja) yang gak kebagian jatah dan cuma bisa ngelap iler dengan pasrah. :mrgreen:

Source: TraveLafazr

1 Komentar

18 Jun 2013 08:05

melek gisi sebuah kalimat ajakan yang membaut org lain bener2 kudu terbelalak bukan karena kaget tp karena harus tau dan harus menularkan pada orang lain agar kita yang kaya akan hasil laut ini bisa menunjang kecerdasan generasi bangsa ini terima kasih writer..... @cakfatah