Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Jelajah Gizi Malang, Jelajah Menjaga Eksistensi Kuliner Warisan Negeri (1)

Oleh Rachmat Pudiyanto 28 Oct 2017

KEKAYAAN khasanah kuliner nusantara begitu beragam. Dari Sabang sampai Merauke terhampar aneka kuliner warisan leluhur, karya cipta budaya asli Indonesia. Gaungnya terdengar hingga pelosok sudut-sudut negeri seberang. Negeri “Gemah ripah loh jinawi” adalah gambaran yang merasuk dalam setiap kalbu warga. Menjaga kelestariannya sama artinya dengan menjaga identitas bangsa. Kultur budaya yang harus dijaga hingga tak punah ditelan zaman.

Kuliner tradisional adalah komponen pembentuknya. Antara seni racikan, kearifan local dan gizi alami yang adiluhung, penting dijaga untuk anak cucu. Salah satu aksi menjaga kuliner tradisional itu adalah ajang Jelajah Gizi Malang yang digelar oleh PT Danone Indonesia pada 2017 dan digagas Nutricia Sarihusada. Bagiku aksi itu sangat bermakna luas dan mendalam tentang eksistensi kuliner warisan negeri.

‘Nguri-uri’ kebudayaan lewat kuliner, mengenali, menelisik, dan menjaga gaungnya tetap nyaring di bumi nusantara hingga mancanegara. From local to international. Dan menjadi bagian dari aksi Jelajah Gizi Malang pada 13-15 Oktober 2017, bukan saja ada rasa bangga yang kurasakan, namun juga kesempatan untuk berperan dalam menjaga eksistensi Kuliner Warisan Negeri.

Di ajang Jelajah Gizi Malang yang melibatkan bloger dan media itu, merupakan program edukasi mengenai gizi, memperkenalkan keanekaragaman makanan khas daerah, sejarah dan budaya yang melatarbelakanginya. Selain itu juga belajar proses pembuatan hidangan daerah, hingga nilai gizi yang terkandung di dalamnya.

Jelajah Gizi Malang (foto Dadangtrippo)

Itulah mengapa dihadirkan pula ahli gizi yang turut dalam kegiatan ini, Prof Ir Ahmad Sulaeman MS, PhD. Profesor yang humble dan suka ngocol ini memberikan banyak wawasan tentang nilai gizi kuliner di Jelajah Gizi Malang.

“Mengenal, menjaga identitas bangsa melalui icip-icip kuliner tradisional. Mengenal gizinya. Itu yang bisa kita lakukan dalam jelajah gizi ini,” itu ujaran yang kurekam di benak dari Prof Ahmad Sulaeman yang akrab dipanggil Prof ini saat kami menikmati makan siang di Rumah Makan Inggil, Malang.

Soo, lebih lengkapnya simak ceritaku selama 3 hari 2 malam menjelajah destinasi wisata dan kuliner yang menjadi kebanggaan warga Kota ‘Ngalam’ ini.
Salam Selamat Datang dari ‘Pipis Kopyor’

Malang, kota di Jawa Timur yang populer dengan destinasi wisata dan kulinernya, selalu membuat terkesan, untukku. Selalu ada yang berbeda di kota ‘Ngalam’ ini. Itu yang aku rasakan saat roda-roda pesawat yang kutumpangi menyentuh landasan Bandar Udara Abdul Rachman Saleh, Malang pada Jumat 13 Oktober 2017 sekira pukul 10.00 wib.

Ada yang berbeda kali ini. Aku tidak sendiri. Aku bersama rombongan #JelajahGiziMalang 2017. Aku yang terpilih dari Jakarta sebagai peserta yang mendapat mandate untuk menjelajah kuliner dan destinasi Malang bersama 10 rekan Bloger dan puluhan wartawan. Aku terpilih setelah lolos seleksi kompetisi Jelajah Gizi Malang di Instagram. Soto Susu Betawi yang aku posting terpilih. Bukan kebetulan, aku sertakan menu Soto Susu Betawi itu, seiring aku liputan dan mampir di Warung Soto Susu Betawi di Kawasan Meruya Ilir Jakarta Barat.

Peserta Jelajah Gizi Malang 2017. (dok Jelajahgizi)

Malang menuju Batu. Batu, itu kawasan wisata yang beken sejak lama. Impian pecinta hawa pegunungan. Hawa sejuk, banyak destinasi wisata, aneka kuliner menjadi merek kawasan yang bernaungkan Gunung Arjuna itu.

Aku sudah membayangkan kenyamanan dan pemandangan yang eksotisnya, sejak bus menyusuri jalan dari Malang ke Batu. Apalagi lembut manis ‘Pipis Kopyor’ mengantarkan pada gerbang pertama mulusnya mencicipi kuliner asli malang! Ya rasa manis olahan beras ketannya, seakan mengatakan “Salam selamat datang’ kepadaku, untuk 3 hari 2 malam di kota yang sering disebut Swiss kecil di tanah Jawa ini.

Pipis Kopyor. (Foto @bozzmadyang)Kecupan Etnik Warung Khas Jawa Pak Sukarli

Durasi 1,5 jam perjalanan, hingga Batu tak terasa. Bus terparkir tak jauh dari Warung khas Jawa di Jl. Diponegoro, Kota Batu Malang. Siapa yang tak mengenal warung yang menyediakan puluhan menu tradisional Jawa ini. Warung yang nampak sederhana ini menjadi ‘ampiran’ banyak orang. Warung tak pernah sepi. Nilai plus warung ini diakui oleh orang nomor satu negeri ini, Presiden RI ke 7, Joko Widodo. Ya, warung ini langganan Jokowi saat ke Kota Batu! Jokowi mampir di warung ini karena ada olahan masakan Solo, yang mengingatkan kepada masakan ibunya.

Saat aku melangkah masuk warung yang tak sedemikian lebar namun memanjang ke dalam. Langsung disambut etalase kaca berisi aneka ragam menu warung yang dibuka sejak 1985 silam oleh pemiliknya Sukarli Arif. Pria yang usianya 75 tahunan itu, merintis usaha kuliner belajar dari racikan sang ibu. Maklum saja Sukarli adalah alumni jurusan elektro.

Warung Khas Jawa. (Foto @bozzmadyang)

Etalase yang seakan menyapa ramah, beraneka rupa. Semua kuliner tradisional, dan lebih spesifik ke masakan Jawa Tengah. Aku melihat gudeg, rawon, sup buntut, opor ayam, urap sayur, soto babat, nasi Bali dan lainnya.

Ada satu lantai di atas. Lumayan luas. Di situlah para peserta Jelajah Gizi Malang berkumpul. Di situ pula aku mengenal lebih jauh soal dua gorengan yang sulit kutemui di belahan kota lain. Mendol dan Menjes!

Siap bidik. (bozzmadyang)

Penganan yang sekilas mirip tempe, keduanya memang keduanya terbuat dari kedelai. Menurut Pak Sukarli, mendol terbuat dari tempe yang dihancurkan, diolah sedemikian rupa diberi campuran jeruk nipis dan cabai. Lalu adonan tempe itu dicetak lonjong dan digoreng hingga kering.

Sedangkan Menjes biasanya dikonsumsi sebagai pendamping rawon. Terbuat dari minyak kacang tanah. Ampasnya yang dipakai! Itulah terkadang disebut tempe yang gagal. Prosesnya juga digoreng, tak sampai kering. Ini menu Malang banget!

Mendol dan Menjes. (bozzmadyang)

Urap dan menun khas Malang lainnya. (bozzmadyang)

Satu lagi yang membuat lidahku bergoyang adalah Krengsengan. Olahan ini adalah olahan daging sapi (ada juga yang dari daging ayam). Mencicipi krengsengan ini bercita rasa khas Indonesia yang dikenal oleh orang luar, Spicy! Pedas.

Ada mendol, menjes, krengsengan dan lain-lain (bozzmadyang)

Namun yang menarik dari warung Pak Sukarli ini tentang rahasia kunci kenikmatan dari menu makanannya. Apa itu? Setiap menu dijaga keasliannya dan uniknya semua menu tidak menggunakan micin alias penyedap rasa!

Bumbu dalam olahannya tetap dijaga keasliannya. Cita rasa diperoleh bukan dari penyedap rasa tapi dari racikan rempah-rempah. Tau kan rempah-rempah itu menjadi identitas khas olahan masakan tradisional nusantara.

“Kami tidak pakai micin, semua bahan untuk olahan masakan, fresh langsung dari pasar baru kemudian diolah,” jelas Sukarli di hadapan para peserta Jelajah Gizi Malang, Jumat 13 Oktober 2017, selepas makan siang.

Pak Sukarli pemilik Warung Khas Jawa. (Foto @bozzmadyang)

Bagiku itu nilai plus, bahwa kepiawian meracik rempah-rempah tetap dipertahankan di Warung Khas Jawa ini, bukan mengandalkan micin, penyedap rasa. Aku pikir dengan rempah-rempah sedemikian rupa maka nilai gizi dari menu olahan tetap alami dan sehat. Olahan yang tentu lebih aman dibanding memakai micin.


Setelah mencicipi dan makan siang di warung ini, sesuai banget dengan lidahku, lidah asli Wonogiri, Jawa Tengah ini hehee. Nilai rasa 8,5/10. Acung jempol untuk Pak Sukarli dan Warung Khas Jawanya yang turut mempertahankan kuliner daerah Jawa, agar tetap eksis di tengah-tengah masyarakat.

Petik Apel Segar Dibawah Kewibawaan Gunung Arjuna

Langit di cakrawala Gunung Arjuna cerah menyambut, saat rombongan Jelajah Gizi Malang tiba di Kusuma Agrowisata. Sebuah lokasi wisata perkebunan yang beken. Jujur baru kali ini aku menginjakkan kaki di perkebunan apel ini. Patung jago berbayang kewibawaan Gunung Arjuna di kejauhan seakan berkata selamat datang.

Di bawah terhampar hijau pepohonan, perkebunan. Dan ternyata itulah perkebunan apel bersanding dengan perkebunan lainnya seperti buah naga, stroberi yang subur diantara udara sejuk pegunungan.

Naik suttle yang tersedia kami diantarkan ke pabrik pengolahan apel dan perkebunan. Tak jauh. Sayangnya pabrik sudah tutup, kesorean ternyata kita. Tapi masih untung kami bisa masuk bagian depan pabrik. Sejurus memandang peralatan pengolahan, tabung-tabung berukuran besar yang tak dioperasikan. Di pabrik inilah apel diolah menjadi beragam olahan yang siap dikonsumsi.

Tabung-tanung besar di pabrik pengolahan apel Kusuma Agro Wisata. (bozzmadyang)

Petik apel! Itu pengalaman mengasyikkan. Di hamparan kebun apel yang sudah siap petik, bebas pilih. Ada apel manalagi, apel ana dari Israel dan lainnya. Apel manalagi lebih kecil ukurannya tapi rasanya manis. Lebih manis dari apel ana yang berukuran lebih besar. Jujur sebenarnya apel bukan buah favoritku. Namun saat di perkebunan Kusuma Agrowisata ini aku harus berbuah pikiran.

“Apel itu banyak manfaatnya, kaya antioksidan, sangat baik dikonsumsi,” kata Prof Ahmad di sela-sela petik apel.

Welfie bareng Prof Ahmad. (bozzmadyang)

Ya manfaatnya banyak ternyata. Apel disebut-sebut mampu mengatasi diabetes dan bagus untuk pencernaan. Apalagi apel seperti di perkebunan Kusuma Agrowisata yang merupakan perkebunan organik. Namun sebelum dikonsumsi sebaiknya buah tetap dicuci air bersih, minimal bisa membebaskan dari kotoran yang menempel di kulit buahnya.

Petik Apel. (bozzmadyang)

Menikmati apel dan suasana perkebunan yang terhampar dengan budidaya buah apel dan lainnya membersitkan akan sebuah udara bersih dan sehat. Hidup yang setiap hari bersanding dengan polusi ibukota, udara panas, hilang mesti sesaat. Kesadaran tentang taman hijau, hutan kota dan kesegaran udara mengusik benak. Mungkin bisa kumulai ‘hijau’ dari rumah sendiri, dengan tanaman bunga ataupun buah. Kenapa tidak?

BERSAMBUNG