Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Kekayaan Pesisir Jawa Dari Semangkuk Mangut

Oleh anggun_diary 05 Nov 2016

Semangkuk Mangut Semarangan

‘’Durung ning Semarang yen durung mangan Mangut Iwak Pe’’ (Belum di Semarang kalau belum makan Mangut Ikan Pari)

UNGKAPAN itu pernah dilontarkan oleh pakar kuliner Bondan Winarno pada program acara wisata kuliner di salah satu televisi saat berkunjung ke Kota Semarang. Bondan yang pernah tinggal dan besar di Semarang tentu tidak asing dengan menu masakan dari ikan laut tersebut. Kemudian, mantan wartawan sekaligus penikmat kuliner itu membawa pemirsa ke sebuah rumah makan yang menjual Mangut Ikan Pari dengan rasa super pedas.

Kuliner memang menjadi penanda suatu daerah. Kota Semarang yang secara geografis berada di kawasan Pesisir Jawa memiliki kekayaan berbagai macam kuliner yang bahannya berasal dari laut. Ya, salah satunya Mangut, meski belum se-populer Bandeng Presto dan Lumpia sebagai kuliner khas, tetapi masakan ini sangat digemari dan menjadi klangenan banyak orang yang sudah mengenalnya.

Pertama yang harus kita tahu dari Mangut adalah bahan dasarnya. Untuk memasak Mangut dibutuhkan ikan asap segar alias yang baru masak dari pengasapan. Ikan asap ini banyak dijumpai dan bisa dibeli di pasar-pasar tradisional di Semarang.

Sentra Pengasapan Ikan di Kelurahan Bandarharjo Semarang Utara

Saya beruntung sebagai ‘Cah Semarang’ asli alias lahir, besar dan tinggal di kota pesisir ini, saya bisa mengunjungi ‘berwisata’ ke tempat pengasapan ikan tersebut. Letaknya di Jalan Lodan Raya, Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Lokasi pengasapan ini juga tidak jauh dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Saat menuju kesana dari kejauhan di seberang Kali Semarang sudah tampak cerobong-cerobong yang mengepulkan asap hitam. Hingga sampai disana bau segar ikan dari laut dan bau sangit dari ikan yang sedang diasap sangat terasa sekali. Salah satunya di sentra pengasapan ikan milik Pak Sa’at. Beberapa pekerja disana tampak sibuk melakukan tugasnya masing-masing, ada yang memotong-motong ikan menjadi bagian-bagian kecil, ada yang kemudian menusuk ikan dengan lidi agar saat dipanggang dagingnya tidak hancur, dan yang pasti ada yang mengasap tepat di depan tungku pengasapan.

Sambil mengamati, saya mengobrol dengan ibu-ibu pekerja disana. Mereka dengan ramah mau menjawab keinginan tahuan saya tentang asap-mengasap ikan. Menurut salah satu pengasap ikan, Rukini, ada tiga jenis ikan yang biasa diasap di lokasi tersebut, yaitu tongkol, pari, manyung/jahan atau lele laut.

‘’Ikan-ikan ini yang biasa digunakan untuk bahan masakan Mangut Semarangan dan Sambal Panggang. Permintaannya tidak datang dari dalam kota saja, tetapi juga dari Salatiga, Ambarawa, Magelang, ’’ tuturnya.

Cara mengolah daging ikan menjadi ikan asap ternyata cukup mudah. Daging ikan yang sudah ditusuk lidi, ditata di atas ram besi yang sudah diolesi minyak goreng. Kemudian, ram besi itu ditaruh diatas drum yang didalamnya batok kelapa kering sebagai bahan bakar pengasapan. Tidak butuh waktu lama, sambil dibolak-balik ikan asap dalam 5 menit sudah matang. Namun, itu bagi potongan daging ikan, kalau kepala Manyung pengasapannya lebih lama, yakni antara 10-20 menit.

‘’Panas arang batok kelapa ini adalah kuncinya, tidak hanya membuat cepat matang tetapi juga membuat rasa ikan asap menjadi lebih sedap. Batok kelapa ini juga yang membuat ikan asap Semarang sebagai bahan masakan menjadi lebih nikmat,’’ tutur Yamiroh yang sudah bekerja sebagai pengasap ikan selama 30 tahun itu.

Ikan asap dari sentra pengasapan ikan Bandarharjo didistribusikan ke pasar tradisional baik di Semarang ataupun luar kota. Selain itu, juga dibeli oleh pemilik warung dan rumah makan yang menjual Mangut Semarangan. Sekarang ini banyak sekali tempat makan yang menyajikan menu Mangut, bahkan kuliner ini menjadi andalan atau favorit pembeli.

Salah satunya di Warung Makan Mangun Ndas (Kepala) Manyung Bu Fat di Jalan Ariloka Krobokan Semarang Barat. Mangut Ndas Manyung berukuran jumbo dengan rasa super pedas adalah menu yang paling dicari pembeli. Rumah makan ini tidak pernah sepi pembeli, apalagi saat jam makan siang, tidak ada kursi yang kosong di tempat tersebut. Para pembeli yang datang dan makan di warung yang sudah menjual Mangut sejak tahun 1957 itu tampak asyik sekali walau peluh mereka mengucur karena kepedasan. Mereka menyesap untuk mendapatkan daging yang menempel di rongga kepala Manyung tersebut. Kemudian, menikmatinya dengan kuah Mangut yang gurih dari santan kepala yang berpadu dengan cabai serta rempah-rempah asli Indonesia lainnya.

‘’Menu Mangut Ndas Manyung memang banyak penggemarnya. Selain itu, kami juga menyajikan Mangut Iwak Pe (Ikan Pari), Sembilang, Belut, dan Tongkol. Jika belum puas makan disini, biasanya pembeli akan membungkus untuk dibawa pulang,’’ tutur karyawan Warung Makan Mangut Ndas Manyung Bu Fat, Suranti.

Dalam sehari, menu Mangut Ndas Manyung yang disajikan ke pembeli bisa mencapai 80 porsi. Harganya mulai Rp 75 ribu – Rp 85 ribu per porsi tergantung besar kecilnya. Adapun, warung yang kerap menjadi jujugan para pejabat dan artis ibu kota ini buka dari pukul 07.00-19.00.

Mangut memang sudah ada di hati penikmat kuliner dari segala penjuru daerah, khususnya mereka yang singgah atau tinggal di pesisir Jawa mulai Yogyakarta, Solo, Kendal, Semarang, Demak, Pati, hingga Rembang. Kuliner yang konon sudah ada sejak Kerajaan Mataram ini menawarkan sensasi yang berbeda. Meskipun berbahan dasar ikan laut, tapi cara mengolah yang benar didukung bumbu-bumbu yang mengikat bisa menghilangkan rasa amis pada ikan. Tentu ini sebuah kekayaan dari pesisir Jawa. Melalui kreasi masyarakatnya, potensi dari laut dapat diolah menjadi berbagai kuliner yang khas bagi daerah tersebut dan bisa dinikmati oleh orang banyak.

Mangut merupakan menu spesial karena saya sudah mengenal kuliner ini sejak kecil. Mbah Uti yang mengenalkan masakan tersebut pada saya. Dulu setiap kali beliau memasak saya selalu ikut terlibat. Sehingga saya tahu bahan apa saja yang digunakan untuk membuat Mangut. Kemudian, resepnya pun juga diturunkan pada Mama dan saya.

Untuk membuat Mangut dibutuhkan bahan-bahan seperti;

- Ikan asap (Tongkol/Pari/Manyung/Belut)

- Tahu

- Tempe

- Terong

- Tomat

- ½ butir Kelapa

Bumbu-Bumbu :

- Bawang Merah

- Bawang Putih

- Kencur

- Kemiri

- Cabai Merah Keriting

- Jahe

- Garam

Bumbu-bumbu tersebut dihaluskan kemudian ditumis dengan ;

- Daun Salam

- Lengkuas

- Daun Jeruk Purut

- Irisan Cabe Hijau

- Cabe Rawit Merah

Setelah harum lalu masukkan ikan asap sesuai selera, tahu, dan tempe. Kemudian, masukkan santan encer dan gula merah, tunggu sampai airnya agak berkurang. Setelah air berkurang, masukkan santan kental, terong, dan tunggu sampai matang, hidangkan.

Dalam semangkuk Mangut yang dimasak dan dihidangkan untuk keluarga tidak hanya mengandung cinta, tapi juga gizi yang lengkap. Ikan Pari, Tongkol, Manyung, bahkan Belut yang digunakan sebagai bahan dasar Mangut mengandung protein yang tinggi. Selain itu, pada ikan-ikan tersebut juga mengandung asam lemak, omega 3, vitamin D, kalsium, fosfor, iodin, magnesium, potassium, dan zat besi. Sebagai bahan pelengkap, tahu dan tempe merupakan protein nabati. Sedangkan, Terong mengandung protein, karbohidrat, serat, vitamin C, vitamin B6, kalium, zat besi, magnesium.

Adapun, sebagai penyempurna masakan Mangut adalah sepiring nasi dan kerupuk. Ya Tuhan, nikmat manalagi yang harus saya dustakan! Dalam setiap suapan makanan tersebut ke mulut saya ada ketulusan hati para nelayan yang mencari ikan di laut, ada senyum ramah ibu-ibu yang mengasap ikan, ada cinta Mbah Uti dan Mama yang terus melekat saat mengolah bahan-bahan tersebut untuk kemudian disajikan kepada keluarga kami. Ketulusan, keramahan, dan cinta itulah sebaik-baiknya gizi dalam kandungan kuliner Mangut ini.

Semoga saya punya kesempatan untuk menjelajah gizi dan rasa dengan mencicipi kekayaan kuliner di daerah-daerah lain. Bahkan ke Manado atau Minahasa, siapa takut?!

#jelajahgizi #jelazahgiziminahasa #sarihusada #nutrisiuntukbangsa