Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Rasa Enak Itu, Ternyata Sambal Ikan Roa

Oleh Fubuki Aida 23 Oct 2016

“Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan,”

-Imam Syafi’i-

Menjadi anak rantau, membuat saya kenal beberapa kawan sesama perantau dari beberapa daerah di Indonesia. Salah satunya adalah kawan saya yang berasal dari Sulawesi Utara. Kawan Sulawesi saya ini sejak kita masih satu kos, selalu kepikiran untuk membuat sebuah usaha warung makan khas daerahnya. Makanan-makanan khas Sulawesi sana.

Pernah suatu hari, kawan saya ini membuat tinotuan, atau bubur Manadho. Ia mencoba membuat tinotuan, dengan harapan buburnya enak, dan bisa ia jual.

Singkat kata, percobaan pun dimulai. Dengan bermodal masak menggunakan magiccom, karna kos kami yang tidak mengijinkan membawa kompor, akhirnya kawan saya benar-benar sukses se sukses-suksesnya mebuat tinotuan.

Menurut bahasa, tinotuan artinya adalah “campur-campur”. Ya, benar, bubur buatan kawan saya ini benar-benar campur-campur. Campur aduk, tidak karuan rasanya maksudnya. Hehe. Saking campur-campurnya, saya sendiri bingung mau menyimpulkan ini itu enak atau nggak ya? Hemm, baiklah, saya maklumi. Baru percobaan pertama

Kreasi Ikan Roa

Merasa gagal membuat bubur Manadho yang enak di percoban pertama, karna sekos hanya saya dan dia yang mau menghabiskannya, akhirnya kawan saya ini ogah meneruskan lagi ide bubur Manadhonya.

Waktupun berlalu. Ketika kami sudah tidak satu kos lagi, suatu hari kawan saya tersebut datang mencari saya sembari membawakan sekotak nasi kuning dilengkapi telur, tempe kering, dan juga sambal.

“Mbak, aku sekarang jualan nasi kuning. Mbak pokoknya harus coba!” ujarnya sumringah. Saya kaget. Ragu dengan kualitas masakannya lebih tepatnya. Tapi kemudian saya menerima nasi kotaknya dan menunda untuk berkomentar.

Saya mulai mencoba nasi kuning yang ia tinggalkan. Cukup terkejut saya dengan rasanya. Sensasinya benar-benar berbeda dengan nasi kuning yang pernah saya makan. Saya resapi baik-baik apa yang membuatnya berbeda. Dan jawaban itu langsung bisa saya temukan. Sambalnya! Langsung saya kirim komentar saya tentang dagangan kawan saya ini. Bahwa kali ini, ia berhasil membuat masakan yang mengundang selera.

Usut punya usut, rupanya sambal yang ia pakai adalah sambal ikan roa, sambal khas orang Sulawesi Utara. Yeah, lidah saya benar-benar tak bisa ditipu ternyata. Pantas saja rasanya berbeda. Sambal ikan roa ini ia buat sendiri dengan memakai ikan roa asli dari Sulawesi.

“Ikan roa itu ikan asap, Mbak,” terangnya saat saya merasa asing dengan nama itu. Saya lantas searching di google mencari seperti apa ikan roa ini.

Ikan roa ternyata jenis ikan terbang. Bentuknya langsing dengan mulut yang lancip. Yang menjadikannya unik, rupanya ikan Roa di Indonesia hanya hidup di sekitaran Sulawesi Utara dan Maluku. Itulah kenapa sambal ikan roa ini khas.

Ikan roa katanya paling banyak dijual dalam bentuk sudah diasap. Pengasapan merupakan salah satu cara untuk membuat ikan laut menjadi jauh lebih awet, tanpa harus kehilangan nilai gizinya. Kandungan protein dan air pada ikan yang begitu tinggi, membuat ikan menjadi komoditi yang mudah busuk. Oleh sebab itu, pengasapan dilakukan sebagai upaya menghindari kebusukan ini. Sekaligus dengan cara pengasapan, ikan memiliki cita rasa lain yang menjadikannya unik dan berbeda.

Untuk membuat sambal ikan roa, kawan saya membeli ikan roa yang sudah diasap lantas selanjutnya memisahkan bagian kulit dan dagingnya. Baru, setelah itu daging dihaluskan dan dicampur dengan bumbu, tomat dan cabai yang jumlahnya lebih banyak daripada ikannya. Sehingga terciptalah sambal ikan roa yang pedasnya nendang.

Kreasi lain ikan roa adalah membuat ikan roa menjadi abon. Tetapi, kreasi Sambal Roa tetap lebih terkenal. Wah, saya bisa-bisanya tidak tahu tentang salah satu khasanah kuliner Indonesia ini. Ikan roa ini untuk memakannya memang harus dimodifikasi, karena saat mencoba ikannya saja tanpa menggunakan bumbu apapun, rasanya aneh. Saya kira sebelumnya ikan bakalan asin. Tapi ternyata tidak. Meskipun aneh di lidah saya, tetapi ketika dicampur dengan cabai dan menjadi sambal, wuihh, potensi kelezatan cita rasa bisa begitu terangkat.

Minahasa, memang kaya akan ragam kulinernya. Di tempat asalnya ini, sambal ikan roa ternyata biasa dimakan dengan berbagai cemilan berkarbohidrat, seperti ubi, singkong juga pisang. Bahkan, pisang goreng sambal roa menjadi salah satu menu kuliner yang banyak disediakan di tempat-tempat makan di Minahasa. Pisang goreng di sana biasa disebut dengan pisang goroho. Meskipun, belum tentu pisangnya adalah jenis pisang goroho, jenis pisang yang hidup di Sulawesi. Seperti layaknya kita biasa menyebut sepeda motor dengan honda, padahal sepeda motor itu ada yamaha, suzuki, supra dan sebagainya.

Dari pendapat beberapa orang yang pernah mencoba pisang goroho yang dicocolkan ke sambal roa, rata-rata mereka punya pendapat yang sama. Enak dan membuat ketagihan. Wah, saya rasa saya juga harus mencobanya. Pasalnya, saya doyan sekali mencocol pisang, ketela goreng dengan sambal bawang. Jelas saya penasaran seperti apa kalau dicocol ke sambal ikan roa. Sayangnya, saat saya main ke tempat kawan Sulawesi saya kemarin, saya tidak membawa dua jenis gorengan ini. Okelah, kapan-kapan saya mungkin harus main lagi.