Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Sekali Lagi Tentang Tempe

Oleh Orin 17 Oct 2015

Saya sedang membaca ulang trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Novel ini sudah saya baca saat kuliah dulu, berarti sekitar 15 tahun yang lalu. Dan dari sekian banyak kesan yang tertanam kuat di benak dari cerita dalam novel, fenomena keracunan tempe bongkrek adalah salah satunya.

Dalam novel, Santayib -Bapak dari Srintil sang Ronggeng- adalah pembuat dan penjual tempe bongkrek di Dukuh Paruk. Hingga suatu saat, tempe bongkrek yang dibuatnya mengandung racun, dan membunuh sembilan orang dewasa (termasuk kedua orang tua Rasus, sang tokoh utama pria dalam novel) dan sebelas anak-anak. Kesalahan tentu saja seharusnya ditujukan pada bakteria jenispseudomonas coccovenenans yang ikut tumbuh dalam proses peragian, meskipun warga Dukuh Paruh lebih percaya bahwa moyang mereka Ki Secamenggala sedang meminta tumbal dari anak cucunya.

Cerita dalam sebuah novel tidak selalu seluruhnya bersifat fiktif, pada kisaran tahun 1940an (setting waktu dalam novel saat warga Dukuh Paruk keracunan), tempe yang terbuat dari bungkil kacang kedelai dan ampas kelapa itu memang lazim dikonsumsi di daerah Jawa Tengah. Dan keracunan pada 34 orang warga kecamatan Lumbir, Banyumas benar-benar terjadi pada tahun 1988.Sehingga Pemerintah melarang masyarakat untuk memproduksi, mengonsumsi dan menjual tempe berjenis bongkrek ini.

Prolog yang sangatpanjang :).

sumber gambar : wikimedia

Tapi tempe (secara keseluruhan) memang sangat fenomenal. Dalam sebuah diskusi bersama Mas Arie Parikesit sang ahli kuliner, tempe sudah dikonsumsi sejak zaman Majapahit! Jika tempe masih bertahan dan tetap dikonsumsi hingga sekarang, maka ada sesuatu yang ‘ajaib’ di dalam sekotak tempe ini.

Mari kita telusuri kandungan gizi dan manfaatnya.

Terbuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dengan jamur Rhizopus oligosporus, maka tempe memiliki hampir seluruh gizi dari kedelai. Misalnya kandungan protein nabati yang tinggi (20,8 gr), serat (1,4 gr), kalsium (155 mg), vitamin B1 (0,19 gr), lemak (8,8 gr), fosfor (326 mg), karoten (34 mikrogram) dan zat besi (4 gr) di setiap 100 gramnya.

Manfaatnya? Banyaaak. Sebagaisumber proteinsudah jelaslah ya, ada 18 jenis protein dan asam amino yang mudah diserap tubuh.Menurunkan risiko serangan jantung,karena bisa menetralkan efek negatif kolesterol jahat dengankandunganlemak tak jenuh majemuk (PUFA), niasin, Omega 3 dan 6.Menangkal radikal bebas karena mengandung antioksidan kuat. Bahkan bersifatHipokolesterolemikyaitu menurunkan lipid atau lemak dalam darah.

Tidak heran tempe seringkali menjadi menu andalan saat diet. Bahkan kabarnya Miley Cyrus juga mengonsumsi tempe sebagai salah satu menu dietnya lho. Atau program Food Combining yang kekinian, menjadi lebih mudah dijalankan bagi si penyuka tempekarena makanan ini tidak perlu dihindari. Bahkan dalam diet mayo yanghappeningsaat ini, tempe pun menjadi salah satu jenis makanan yang boleh tetap dikonsumsi.

Makanan rakyat ini pun sangat mudah diolah. Digoreng seperti tempe mendoan, dibuat keripik, dibacem, ditumis biasa bersama sayur mayur, bahkan bisa dijadikan ‘daging’ burger bagi vegan. Bahkan di sebuah tayangan berita sore tadi, di Malang seorang pengusaha rumahan memproduksi coklat tempe! Menjadikan tempe yang sudah dipotong kecil2 dan digoreng (atau disangrai? lupa :D) sebagai pengganti kacang (mete, tanah, macadamia, dll) di dalam coklat. Penjualannya sudah sampai ke Singapura segala lho. Tidak mustahil, di masa depan akan tumbuh banyak inovasi kuliner berbahan dasar tempe.

Meskipun, nutrisi dari tempe lebih optimal jika tempe diolah dengan cara direbus-dikukus-ditumis, karena poses menggoreng memang terkadang bisa menghilangkan berbagai nutrisi baik pada bahan makanan.

Mendunia? Kurang mendunia gimana lagi sih kalau sudah penyanyi sekaliber Miley Cyrus menjadikan tempe sebagai menu diet? hehehehe. Tapi saya ingat pada Sofue san, salah satu expatriate di kantor saya dulu, yang selalu menyukai tempe hingga tidak keberatan membeli makan siang di warteg seperti kami para anak buah. Bahkan saat beliau kembali ke Jepang, dia bisa saja tiba-tiba menelepon dan bilang kangen makan gorengan tempe di abang-abang gerobak hahahaha.

Dan jika dikaitkan dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang, bahasa Jerman, bahasa Belanda dan bahasa Inggris, bahkan menjadi bahan untuk lebih dari 50 skripsi dan Thesis di universitas-universitas di Swedia, bukankah menjadikan sang tempe sudah sangat mendunia dengan sendirinya?

Meskipun ada yang sedikit mengganjal di hati saya perihal sebuah frase ‘mental tempe’ yang definisinya sedikit negatif, bahwa manusia yang ditempeli predikat demikian seolah lemah dan tidak memiliki daya juang yang tinggi. Padahal, filosofi tempe sangatlah kuat. Dia hidup sejak zaman baheula hingga sekarang, bisa beradaptasi dengan baik (karena bisa diolah menjadi hampir semua jenis masakan), dan memiliki manfaat yang sangat banyak. Seharusnya mental tempe mewakili mereka yang tahan banting, kreatif, dan berguna bagi kebaikan umat ya kan, ya kan? *maksa* hihihihi.

Mari kita sudahi saja postingan yang sudah terlampau panjang ini, dengan sebuat pernyataan sederhana bahwa saya bahagia terlahir di Indonesia di mana tempe bertumbuh dan mengada *tsaaah*.

***

Tulian ini diikutsertakan dalam lomba blog Jelazah Gizi 3

Sumber data:

https://id.wikipedia.org

farrago.co.id

Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari

asliindonesia.net