Apa yang Harus Diketahui Tentang KLB Difteri?

Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 18 Dec 2017

Sahabat nutrisi,

Hingga November 2017, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat setidaknya terdapat 593 kasus difteri di 95 kabupaten atau kota dari 20 provinsi, dan seperti yang diberitakan situs media CNN Indonesia, 11 provinsi melaporkan kejadian luar biasa difteri dan 32 kasus di antaranya meninggal dunia.

Tentu saja keadaan ini mengkhawatirkan, terlebih lagi karena diduga yang menjadi penyebab kejadian luar biasa difteri ini adalah keengganan orang tua memberikan imunisasi pada anak-anak mereka.

Apa saja yang harus kita ketahui tentang penyakit ini dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya?

Berikut ini beberapa hal terkait kejadian luar biasa difteri:

  1. Difteri merupakan penyakit yang sangat menular, yang disebabkan karena kuman Corynebacterium Diptheriae. Gejalanya berupa demam yang tidak terlalu tinggi atau sekitar 38 derajat Celcius. Terdapat selaput berwarna putih keabu-abuan di tenggorokan atau yang disebut dengan pseudomembran, selaput tersebut sangat mudah berdarah jika dilepaskan. Gejala lain difteri adalah rasa sakit waktu menelan, pembesaran kelenjar getah bening leher serta pembengkakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck. Terkadang disertai juga dengan sesak napas dan suara mengorok.

  1. Difteri dapat menyerang anak-anak dan orang dewasa, terutama mereka yang tidak memiliki kekebalan. Menurut dokter Soedjatmiko, Sekretaris Satgas Imunisasi IDAI, sebagian besar atau hampir dua pertiga penderita difteri disebabkan karena sebelumnya tidak diimunisasi DPT sama sekali, atau tidak melakukan imunisasi DPT secara lengkap.

  1. Imunisasi DPT atau Dtap disebut lengkap jika anak yang berusia 1 tahun sudah mendapatkan 3 kali imunisasi DPT. Idealnya, sampai anak berusia 2 tahun sudah mendapatkan 4 kali DPT, lalu sampai anak berusia 5 tahun mendapatkan 5 kali DPT, 6 tahun 6 kali DPT, 7 tahun 7 kali DPT, dan sampai anak tamat sekolah dasar sudah mendapatkan 8 kali DPT. Nama vaksin untuk anak-anak di atas usia 7 tahun bukan DPT lagi, melainkan Td, namun dengan manfaat yang sama. Imunisasi untuk mencegah difteri ini sebaiknya diulang setiap 10 tahun.

  1. Jika seseorang didiagnosis difteri, maka mereka harus dirawat di rumah sakit, diisolasi selama dua minggu, dan diberi antibiotik. Di samping itu, keluarga atau orang-orang yang berada di dekat penderita, seperti teman-teman sekolahnya, juga harus menjalani pemeriksaan. Merekalah yang harus diprioritaskan mendapatkan imunisasi.

  1. Penyakit ini menjadi berbahaya dan mematikan ketika kuman difteri mengeluarkan racun atau toksin yang merusak fungsi jantung dan saraf. Kebanyakan mereka yang meninggal disebabkan karena tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap. Selain itu, terlambat dibawa ke rumah sakit sehingga terlambat juga mendapat penanganan serta otak kekurangan oksigen juga menjadi penyebab kematian.

  1. Untuk mengatasi kejadian luar biasa difteri ini, Pemerintah melaksanakan ORI (Outbreak Response Immunization) atau imunisasi penanganan kejadian luar biasa, terutama pada daerah-daerah yang terkena kasus difteri. Tanggal 11 Desember 2017 yang lalu, tiga provinsi dengan kasus difteri yang tertinggi menjalani program ORI ini. Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah penderita tertinggi sudah lebih dulu melaksanakan ORI