Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Jelajah Gizi ke Gunungkidul ( Bagian I )

Oleh Ani Berta 07 Nov 2012

Pada Tanggal 02-04 Nopember 2012 lalu saya sangat beruntung dapat mengikuti rangkaian acara Jelajah Gizi yang diadakan oleh Sari Husada dengan destinasi Gunungkidul. Berbagai perasaan bercampur aduk pada diri saya saat dihubungi oleh tim Sari Husada melalui Nutrisi Untuk Bangsa (NUB). Bahagia, lonjakan kejutan dan siap-siap mengajukan cuti ke kantor. Dengan perasaan was-was karena sudah terlalu sering saya mengajukan cuti untuk acara-acara yang ada hubungannya dengan dunia blogging.

Alhamdulillah akhirnya bos saya mengerti dan berbaik hati mau memberi ijin saya untuk tidak masuk pada Jumat dan Sabtu. Saking senangnya, saya sampai tak mau telat sampai di bandara, jam setengah tiga pagi saya sudah siap-siap mandi dan berkemas. Karena rumah saya di daerah Tangerang Selatan. Takut siang sedikit pasti macet dan saya tak ingin ketinggalan check-in karena sudah diwanti wanti oleh admin bahwa saya harus sampai bandara pada pukul 06.00.

Sampai di meeting point saya berkenalan dengan semua teman blogger yang sama-sama terpilih mengikuti program ini, nampak juga disana admin NUB Mba Titiw Akmar yang sudah saya kenal. Setelah sarapan kami pun berangkat dan sungguh tak sabar ingin menginjakkan kaki di Jogja yang baru akan saya kunjungi dan Gunungkidul khususnya.

Mengapa Gunungkidul dipilih untuk yang pertamakalinya oleh Sari Husada untuk lokasi program Jelajah Gizi 2012 ini? Karena Gunungkidul yang selama ini kita kenal selalu kekeringan dan kekurangan bahan pangan karena tanahnya yang berkapur banyak tanaman pangan yang tak dapat tumbuh dengan baik disana. Namun kreativitas masyarakat dan pemberdayaan pengolahan bahan pangan yang ada disana. Membuat Gunungkidul tetap punya sumber pangan andalan. Bahkan salah satu sumber pangan andalan yaitu Thiwul berhasil menjadi ciri khas makanan daerah Gunungkidul yang mulai banyak digemari masyarakat. Berikut adalah liputannya.

Hari

Hari Jum’at Tanggal 02 Nopember 2012.

Adalah hari pertama saya dan ke sembilan orang Blogger lainnya serta media dan crew setelah sampai di Bandara Adisucipto, kami langsung melakukan perjalanan satu bis ke Gunungkidul. Selama perjalanan diisi dengan perkenalan dan berbagai games yang dipandu oleh dua orang MC kocak. Seketika kami membaur dan menyatu walau sebagian baru kenal.

Wisata Kuliner di Pari Gogo

Tujuan pertama adalah ke warung makan Pari Gogo atau Padi Gogo yang terletak di Desa Wonosari Gunungkidul. Acara dibuka dengan sambutan dari Sari Husada, Bapak Arif Mujahidin. Menurut Bapak Arif, kuliner lokal dan kearifannya harus dilestarikan. Karena akan memberi warna dan keberagaman pangan di Indonesia. Sehingga tak akan tergantung pada satu jenis makanan pokok saja.

Profesor
Sebagian

Disana selain mencicipi kuliner khas gunungkidul, kami juga menyimak pemaparan Profesor Dr Ahmad Sulaiman mengenai kandungan gizi makanan yang di konsumsi saat itu. Di rumah makan Pari Gogo kami menyantap aneka hidangan khas Gunungkidul seperti, Sayur lombok ijo. Sayur lodeh yang komposisinya tempe, cabai hijau dan kuah bumbu rempah bersantan. Ada juga Wader goreng atau ikan yang masih balita dogoreng renyah. Nasi beras merah yang pulen, Daging sapi goreng, Ayam goreng khas Gunungkidul yang mirip Ayam Pop, Sayur daun pepaya dan Belalang goreng.

Belalang

Menurut Profesor Ahmad Sulaiman, belalang mengandung lebih dari 40% protein dan sumber proteinnya hampir setara dengan daging sapi. Belalang ini merupakan makanan legendaris. Berawal saat masyarakat Gunungkidul kekurangan bahan pangan, Allah SWT mengaruniakan belalang yang melimpah didaerah tersebut. Yang akhirnya sampai sekarang menjadi makanan khas yang dikenal luas

Sego Abang atau nasi merah yang kami konsumsi di Pari Gogo adalah salah satu contoh kearifan lokal yang jangan sampai diabaikan. Karena nasi merah tersebut tidak dipupuk kimia serta tidak di semprot obat pembunuh hama. Cara pengolahan dari padi hingga menjadi beras pun dengan cara konvensional, sehingga masih tertinggal kulit ari nya yang mengandung banyak vitamin dan anti oksidan tinggi.

Kue

Kami pun disuguhi cemilan khas Gunungkidul, ada kue apem dari ubi jalar ungu, serabi gulung yang legit dan aneka cemilan lainnya yang berbahan dasar tanaman pangan lokal yang mudah tumbuh disana.

Gunungkidul yang terkenal kerap dilanda kekeringan ini ternyata menyimpan aneka penganan bergizi dan harganya tak mahal. Hal ini karena kreativitas dan usaha masyarakat yang tiada henti berinovasi dengan bahan yang ada maka perlu diteladani bagi daerah manapun di Indonesia.

Mengunjungi Desa Sambirejo dan Kediaman Bidan Liestiyani Ritawati

Setelah asyik dan puas mencicipi kuliner khas Gunungkidul di Pari Gogo, kami melanjutkan perjalanan Jelajah Gizi ke Desa Sambirejo, kediaman salah satu peraih Srikandi Award Tahun 2009 dalam Post Bakti Bidan.

Bidan Liestiyani adalah seorang yang sangat berperan dalam membantu proses kelahiran anak di Desa Sambirejo, beliau tak hanya membantu proses kelahiran saja namun berperan aktif dalam membina masyarakat sekitarnya untuk memberdayakan pengetahuan tentang gizi dan pola hidup sehat.

Bidan

Ibu Liestiyani mengungkapkan bahwa beberapa tahun silam didesanya selalu kekeringan dan air bersih susah didapat. Mengingat tekstur tanah yang masih berkapur dan kandungannya masih tinggi.

Beliau bercerita pengalamannya saat membantu melahirkan, air yang tersedia hanya satu baskom. Dalam keseharian di desa tersebut juga nampak sudah biasa ibu-ibu yang sedang hamil tua lalu lalang ke sumber mata air menaiki sepeda untuk mengangkut air bagi keluarganya.

Melihat

Kondisi tersebut jelas memengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan ibu hamil serta kondisi anaknya nanti. Sementara air adalah komponen terbesar dalam tubuh manusia.

Maka Ibu Liestiyani tergerak hatinya untuk membangun sumur bor dengan mengajukan proposal kepada pemerintah daerah dan sampai sekarang sumur bor yang berhasil dibangunnya dapat dirasakan manfaatnya bagi seluruh masyarakat Desa Sambirejo. Sumbangsih Ibu Liestiyani ini mengantarkannya memperoleh penghargaan Srikandi Award 2009.

Ibu-Ibu
Daun

Ibu Liestiyani juga aktif membina ibu-ibu PKK untuk membudidayakan tanaman ketela rambat yang tumbuh subur di Gunungkidul karena ketela rambat tersebut tumbuh tak memerlukan banyak air. Kandungan gizinya berupa karbohidrat, protein dan anti oksidan dapat mencukupi kebutuhan gizi setiap orang. Selain itu daun ubi ketela rambat ini bisa menjadi sumber ASI terbaik. Makanya Ibu Liestiyani di halaman rumahnya sengaja menanamnya agar setiap pasiennya yang melahirkan dapat secara langsung mengonsumsi lalapan daun ketela rambat untuk memperlancar ASI nya.

Karya dan dedikasi Ibu Liestiyani tak sampai disitu, beliau pun melakukan inovasi membuat aneka penganan terbuat dari Ketela rambat ungu. Ada kue apem, bou kukus sampai es krim. Semuanya berbahan dasar alami dan mudah dibuatnya. Sedang diusahakan untuk mencapai pasar yang lebih luas atas hasil karya ibu-ibu PKK binaan Ibu Liestiyani ini.

Kami pun belajar bersama membuat es krim dari Ubi jalar ungu, cukup mudah ternyata. Bahannya hanya ubi jalar ungu, gula putih, santan, air dan pencampur es krim. Interaksi langsung dengan masyarakat Sambirejo sungguh menyenangkan dan keceriaan tiada habisnya karena diselingi dengan games menarik disana.

Wisata Kuliner ke Warung Mbah Noto

Matahari kian menuju ke barat, kami pun harus melakukan perjalanan berikutnya, yaitu untuk check-in di Wisma Joglo. Setelah istirahat sejenak, sholat dan mandi kami langsung melakukan wisata kuliner lagi. Kali ini ke Warung Mbah Noto.

Warung
Bakmi

Disana tersedia aneka makanan khas Gunungkidul yang membangkitkan selera, ada ayam goreng yang serupa dengan ayam goreng di Pari Gogo, cara memasaknya diungkep dulu dengan air kelapa dan bumbu rempah baru digoreng. Rasanya sangat maknyusss…...gurih, kenyal dan empuk. Juaranya lagi adalah Bakmi khas Warung Mbah Noto, bisa pilih cara memasaknya sesuai selera. Ada yang digoreng, digodok atau nyemek saja. Kami semuanya memesan berbeda-beda selera, kalau saya memilih yang digoreng saja.

Kearifan lokal kuliner Mbah Noto adalah memasak dengan tungku dan kayu bakar, bara api yang memasak mie goreng, mie godok dan mie nyemek itu membuat ketahanan suhu panas pada makanan lama sehingga tak mudah basi. Untuk nilai gizinya mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang baik bagi tubuh.

Warung Mbah Noto ini sudah banyak dikunjungi oleh wisatawan karena kulinernya yang khas dan tata cara memasaknya yang unik membuat rasa masakannya berbeda dengan warung lainnya walau makanannya sama.

Malam kian menanjak, kami pun kembali ke Wisma Joglo dan istirahat untuk menghimpun energi lagi untuk Jelajah Gizi hari kedua.

Hari pertama yang sangat mengesankan dan begitu banyak pembelajaran yang didapat.

1 Komentar

Nutrisi Bangsa

08 Nov 2012 08:28

Wah, asyik sekali ya, ingin ke sana lagi kak? :D Oiya, jangan lupa kirim linknya ya nanti ke admin@nutrisiuntukbangsa.org