Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Kapurung, Makanan Merakyat Kaya Gizi

Oleh hani 20 Oct 2012

Kapurung. Semua orang yang pernah tinggal di sulawesi atau yang berdarah sulawesi pasti pernah dengar masakan ini, kapurung. Saya menyebutnya makanan sehat sederhana yang merakyat. Kapurung, adalah sup sayuran yang dimakan dengan sagu dan cacahan ikan kuah asam. Setiap orang sulawesi yang saya tanya selalu tersenyum tentang kapurung, ’Ibu makan kapurung?’ tanya mereka.. ini karena sagu yang digulung dan dicampur dalam sayur tampak seperti es batu yang mengapung dalam lautan sayuran. Jika dimakan, seperti lem yang susah digigit. Itu sagu memang bukan untuk digigit, tapi ditelan. Tapi percaya nggak,kalau  makanan itu soal kebiasaan dan budaya. Kita bilang suatu makanan enak atau aneh karena kita otak kita bilang kalau ini tidak sesuai dengan kebiasaan, atau tidak ada informasi budaya yang menyertainya. Misalnya saja, pizza, kalau tidak dibantu promosi di tv dan media, dan orang ramai-ramai menyantapnya sebagai gaya hidup, kita akan bilang kalau pizza itu aneh, eneg, atau tidak enak.. Nah, hal yang sama dengan kapurung ini. Pertama kali mencicip, kening ini sempat berkerut, namun setelahnya hidangan segar ini langsung menancap lidah saya…

Deskripsinya begini, kapurung merupakan sajian yang terdiri dari sayur-mayur yang direbus, utamanya adalah jantung pisang (dicacah), dan segala sayur mayur (bayam, kangkung, pakis, kacang panjang, terong bakar yang ditumbuk, daun kacang, dll). Jangan masukkan sawi, kol, kecambah atau timun, karena bukan itu campurannya. Pada belanga lain, rebus ikan segar (cakalang, ekor kuning, ikan batu, atau lainnya-pada prinsipnya adalah ikan segar yang tidak banyak durinya) dengan kunyit halus, rajangan bawang merah, sereh, asam mangga, dan garam. Setelah ikan matang, tambahkan daun kemangi yang banyak. Ini yang namanya ikan kuah asam. Lalu hancurkan daging ikan.

Anda pernah makan sagu? Sagu itu berasal dari batang pohon sagu, di pasar dijual dalam bentuk seperti tiwul yang padat. Nah, sagu ini susah-susah gampang olahnya. Sagu direndam, lalu masukkan air panas, dan aduk dengan dayung kayu. Seorang tetangga yang asli Palopo tampak cekatan mengaduk sagu panas hingga warnanya bening. Mirip mengaduk dodol.. Ibu-ibu lain akan siap membantu memulung sagu dengan kayu atau sumpit atau ujung sendok hingga menjadi gulungan-gulungan kecil, dan dicemplungkan pada kuah ikan asam.

Yang tak boleh ketinggalan dalam kapurung adalah kacang goreng tumbuk. Segala masakan matang tadi (ikan, sayur, kacang, sagu dicampur dalam tempat yang besar. Lalu, teng teng teng…. Itadakimasu! Untuk penyemangat makan, tambahkan sambal terasi (cabe, terasi, dan tomat segar)  dan jeruk nipis.. hu hah….nyam nyam…

Ada pula kapurung versi pisah. Orang Mori bilang, namanya ‘Dui’. Pada versi ini, ada satu piring berisi kuah ikan asam, tambahkan cabe rawit dan haluskan dengan sendok. Tes rasa, bisa tambahkan jeruk nipis atau garam pula. Setelah rasa cukup enak, saatnya mengambil sagu dengan memulungnya dari baskom besar. Di piring ini kita akan memotong-motong sagu dengan sumpit menjadi gulungan kecil. Katanya, orang  di kampung langsung ‘menguntal’ potongan sagu ini ke mulut, tanpa menggunakan sendok atau sumpit. Di piring lain, ada ikan kuah asam yang dicolek dengan tangan, ada pula piring berisi sayuran rebus.

Mengapa saya katakan kapurung atau dui itu makanan rakyat ? makanan ini sangat sederhana, minim bumbu, tanpa minyak (kecuali untuk goreng kacang), dan menggunakan bahan-bahan lokal yang melimpah. Ikan laut banyak didapat di Sulawesi, pohon sagu tumbuh sporadis di jalan-jalan trans sulawesi. Sayur mayur menambah keunggulannya sebagai makanan sehat. Dan yang menambah kekhusyukan makan adalah kapurung dimakan bersama-sama, beramai-ramai, dengan cuap-cuap kepedasan dan tambah lagi, dan tambah lagi.. Rasa kebersamaan muncul saat makan kapurung, hilang sudah gengsi kepedasan dan menambah.

Sejauh ini saya belum menemukan sejarah kapurung. Orang-orang hanya bilang, ‘Tidak tahu, begitu saja di kampung.’ Mungkin perlu studi historis kuliner nusantara ya… haha… namun seperti kata Anthony Bourdain, makanan itu soal budaya. Budaya itu muncul dari hidup sehari-hari, dari apa yang dicandra, dicipta, dirasa, dan dikarsa manusia.. Hidangan kapurung yang sangat lokal ini saya duga muncul sebagai upaya pengolahan sederhana hasil darat dan laut dengan biaya dan cara minimal. Hanya direbus, bumbu dasar garam, terasi, cabe,  dan seperti layaknya hidangan Sulawesi : jeruk nipis..

Konon makanan ini berasal dari daerah Luwuk dan menyebar, sejauh ‘orang selatan’ ada, di situ pula kapurung berada. Migrasi penduduk juga membuat makanan ini familiar. Jika orang Gorontalo biasa makan binte (semacam sup jagung), maka orang selatan (Luwuk, Toraja, Makasar, Mamuju) makan kapurung. Sejauh perjalanan melangkah keluar Sulawesi, toh lidah ini selalu kangen merasakan kapurung yang sederhana dan segar…

Sungguh mensyukuri karunia laut dan darat yang banyak gizinya. Dan kesyukuran ini tidak dilakukan sendiri, namun bersama-sama dalam makanan nan sederhana nan lengkap, karbohidrat, protein, vitamin dan serat. Untuk lebih lengkapnya, mari tengok kandungan gizi elemen pendukung kapurung:

Sayuran, pasti kaya akan serat, bagus untuk pencernaan dan kesehatan tubuh. Bayam, tinggi kalsium dan vitamin A. Daun pakis, kangkung, jantung pisang punya kandungan vitamin A tinggi. Cabe merah, cabe rawit, tomat, dan daun kemangi, kaya akan vitamin A, baik untuk mata. Kacang panjang kaya akan fosfor. Ikan ekor kuning (dan ikan laut lainnya), sumber kalsium dan fosfor. Ikan adalah sumber protein tinggi yang baik untuk tubuh, apalagi proses pematangannya yang direbus tanpa minyak, hm… mengurangi kolesterol.. Terasi (berasal dari udang) mengandung kalsium. Kunyit, mengandung fosfor.. As the conclusion : Kapurung cocok untuk yang ingin diet karena mengandung serat tinggi dan rendah lemak.. :)

Semangkok kapurung dinikmati bersama

Melihat kandungan gizinya yang cukup tinggi, saya tercenung membaca artikel tentang ‘Sembilan propinsi yang mengalami masalah dalam kesehatan,’ di mana Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah termasuk di antaranya. Sementara itu, Sulawesi Selatan juga mendapat raport  ‘separuh kurang’ kota/kabupatennya bermasalah dengan kesehatan. Hal ini disampaikan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam Festival Forum Kawasan Timur Indonesia VI di Palu Sulawesi Tengah (Kompas, 24 September 2012). Dalam artikel koran Kompas tersebut disebutkan, kategori ini muncul jika separuh lebih dari kota/kabupaten dalam propinsi tersebut memiliki masalah dalam kesehatan. Memang kesehatan cukup luas cakupannya, bukan hanya masalah gizi saja, dan tampaknya hal-hal di luar gizi mempengaruhi bagaimana masyarakat mempersepsi kesehatan.

Namun setidaknya, dari bumi Celebes yang indah ini, masih ada harapan makanan sehat. Meski  sederhana dan merakyat, masyarakat tetap dapat menyantap makanan bergizi yang mudah, murah, dan nikmat. Ayuk, coba ki !

http://nutrisiuntukbangsa.org/jelajah-gizi/.