Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Memburu Rujak Bulung Diteriknya Serangan Bali

Oleh Putra Adnyana 22 May 2013

Rujak

Siang itu langit di Pulau Serangan sedang panas-panasnya. Padahal 15 menit yang lalu, awan hitam masih memayungi kawasan Denpasar. Angin-angin pesisir sekitar pun tak berdaya menaklukan teriknya Serangan. Beruntung deretan jukung (kapal) nelayan yang tengah berlabuh di salah satu titik Serangan itu masih mampu menyejukan indra penglihatan saya.

Anehnya di tengah-tengah kegerahan tersebut, saya masih sempat berpikir untuk mencari rujak bulung di sekitar kawasan ini. Bukannya malah memburu es kelapa muda atau minuman peredam panas lainnya. Dalam pikiran saya hanya rujak bulung dengan lumuran kuah pindang dan tekstur cabe terpedas. Oh ya istilah bulung dalam Bahasa Bali itu sendiri merujuk pada rumput laut. Ya, kalau rujak bulung artinya ya rujak rumput laut.

Rujak ini sangat populer di kawasan kota Denpasar. Terutama bagi mereka para pencinta rujak Bali, rujak bulung adalah sebuah makanan alternatif yang memperkaya petualangan kuliner tradisional di tanah Seribu Pura ini. Fakta menarki lainnya adalah rujak bulung dengan bumbu kuah pindang ini hanya akan dapat kita temukan di seputaran kota Denpasar. Selebihnya jika memburu rujak ini ke kabupaten-kabupaten lain di Pulau Bali, dijamin hasilnya nihil.

Tak lama dari lamunan ‘ngidam rujak bulung’ itu, sepeda motor buatan Jepang yang tengah saya kendarai telah menuntun saya ke sebuah warung kecil nan sederhana, dimana seorang wanita tua adalah pemiliknya. Ia tak sungkan untuk dipanggil dadong (baca: nenek) karena semburat keriput yang terlihat jelas di sekujur parasnya. Sebenarnya saya belum yakin apakah dadong menjual rujak bulung, maka saya pun menanyakannya lagi.

quotRujak

Berita baiknya dadong mengiyakan pertanyaan saya tersebut. Sementara berita buruknya adalah dadong hanya menjual rujak bulung hijau. Tidak ada bulung putih yang bentuknya seperti serabut tipis-tipis itu. Padahal saat itu saya ingin menyantap keduanya dalam satu piring. Rumput laut yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat Bali adalah dari jenis spenosum dan aspirila, dimana lebih akrab disapa rumput laut warna hijau dan putih. Masyarakat Bali memang gemar langsung memakannya, apalagi jika disajikan dengan racikan rujak pedas.

Tanpa pikir panjang, saya pun memesan rujak bulung kepada dadong. Saat itu saya meminta agar dadong memberikan empat buah cabe ke dalam bumbu rujak bulung saya. Tak sampai 5 menit, dadong pun datang dengan sepiring rujak bulung kuah pindang. Karena rumput lautnya yang dipakai seluruhnya berwarna hijau, maka rujak ini pun memiliki embel-embel khusus yakni dengan julukan ‘rujak bulung buni’. Rujak bulung buni memang salah satu primadona kuliner di Pulau Serangan, setelah ikan bakar sambal matah tentunya. Harganya pun terbilang terjangkau hanya Rp 3000. Namun jika mencarinya di seputaran pusat kota Denpasar, bisa jadi satu piring rujak bulung dihargai Rp 4.000 - Rp 5000.

Pedas Bergizi

Meski menu yang saya santap adalah rujak dengan cita rasa pedas, bukan berarti ini tanpa kandungan gizi. Tak ada yang memungkiri khasiat rumput laut. Dari beberapa hasil penelitian yang telah tersebar, rumput laut dapat mencegah kanker, sebagai antioksidan klorofil, mencegah kardiovaskular, mencegah penuaan dini serta menjaga kesehatan kulit, baik untuk diet, hingga dipercaya untuk mengobati batuk, asma, bronkhitis, TBC, influenza, saking perut, cacingan, dll. Komposisi nutrisi yang dikandung rumput laut pun sangat komplit seperti 33,3% Karbohidrat, 8,6% Lemak, 5,4% Protein, 27,8% air, 3% serat kasar dan 22,25% abu. Bahkan juga terdapat banyak kandungan mineral semisal nitrogen, oksigen, kalsium, selenium, serta kandungan enzim asam nukleat dan asam amino serta ditambah kandungan vitamin A, B, C, D, E K.

Rumput
quotMencampur
quotRujak

Tak hanya itu, kuah ikan pindang yang digunakan sebagai bumbu rujak bulung pun menyimpan banyak protein, mineral, dan vitamin B. Memang bagi mereka yang baru pertama kali dan belum terbiasa mencicipi kuah pindang pasti merasa takut terkena bau amisnya di mulut. Padahal kuah pindang yang telah direbus itu, bau amisnya tidak terlalu pekat. Malah rasa asinnya yang berpadu dengan aroma terasi serta pedas cabe di dalamnya tersebut mampu menambah kesegaran rumput laut ketika disantap. Siang itu, bukan hanya kesegaran lagi yang saya terima, tetapi juga kedahsyatan empat cabe yang dimasukan ke dalamnya.

Eksis

Sesungguhnya saya masih kurang puas dengan racikan rujak bulung ala dadong. Biasanya rujak bulung yang paling lengkap tidak hanya berisi bulung dan kuah pindangnya saja, namun juga diurap dengan parutan kelapa bakar, perasan jeruk limau dan taburan kacang di atasnya. Usai menyantap rujak bulung di warung dadong, saya pun iseng untuk mencari-cari lagi warung rujak di sekitar Serangan. Ya mumpung perut masih bisa untung menampung dan mumpung mulut saya masih membrontak untuk mencicipi lagi rujak bulung. Sampailah saya di sebuah warung tak bernama yang tak diduga ternyata menjual rujak bulung yang saya maksud, bahkan lengkap dengan rumput laut hijau dan putih. Pulau Serangan ternyata merestui misi perburuan rujak bulung saya.

quotPetani
quotPemandangan

Sangat mudah untuk mencapai Pulau Serangan di Bali. Saya hanya membutuhkan waktu 20 menit dari kota Denpasar dengan mengendarai sepeda motor bebek saya itu melalui Jalan By Pass Ngurah Rai Sanur. Menyebrangnya pun tidak perlu menggunakan boat atau perahu nelayan, karena Pulau Serangan telah mengalami reklamasi pada tahun 1996, dimana sebuah jembatan telah menjadi penghubung antara Denpasar dengan kawasan ini.

Pulau Serangan memang terkenal sebagai kampung para nelayan. Tak heran jika menemukan banyak jukung berderet di beberapa titik dermaga. Di sini dulunya juga merupakan surga bagi para petani rumput laut. Mengapa dulu? Ya, menurut pengakuan dadong, kini sudah jarang ada yang mau bertani rumput laut lagi di Serangan karena kondisi perairan di sana yang tak memadai pasca reklamasi serta pembangunan pariwisata. Jika pun masih ada, jumlah petani rumput laut yang masih gigih itu pun tidak terlalu banyak. Dadong sesungguhnya dulu pernah memelihara rumput lautnya sendiri, namun kini ia lebih memilih untuk membeli dengan orang lain.

Tak hanya Pulau Serangan, beberapa daerah pesisir Bali semisal Nusa Dua, Pulau Nusa Penida maupun Lembongan juga merupakan beberapa tempat penghasil rumput laut berkualitas. Ketika saya berkunjung ke Pulau Nusa Penida, saya sempat melihat aktivitas masyarakat di sana yang giat dalam mengelola rumput laut. Ya selagi petani-petani rumput laut masih tetap eksis, kuliner tradisional rujak bulung pun tak akan pernah punah di Tanah Dewata.

Artikel ini diikutkan dalam lomba menulis blog Jelajah Gizi oleh Nutrisi Bangsa