Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Topeng Kayu Warisan Mbah Karso

Oleh Reh Atemalem Susanti 17 Nov 2012

Saya tidak bisa memastikan, apa kira-kira perasaan Mbah Karso kalau mengetahui Topeng Kayu yang dulu nilainya begitu sakral, sekarang begitu mudah didapat, bahkan jadi komoditi dagangan, sumber penghasilan warga Desa Bobung.

Dulu, topeng nilainya begitu tinggi. Untuk mendapatkan setiap topeng, Mbah Karso musti menyendiri, menyepi, dan berpuasa. Topeng hasil “perenungan” Mbah Karso itu kemudian digunakan sebagai topeng tari, dan hanya digunakan khusus saat ada acara adat/pertunjukan budaya saja. Topeng, pun, kemudian mesti disimpan dengan hati-hati.

Mbah Karso telah lama meninggal. Pembuatan topeng sempat terhenti cukup lama. Hingga kemudian pada tahun 70-an, dua warga Desa Bobung, Sugiman dan Tukiran, mencoba membuat kembali topeng dari contoh yang sudah ada.

Pembuatan topeng pada awalnya semata melestarikan budaya, pembuatannya belum fokus. Sugiman dan Tukiran saat itu, bersama hampir semua warga lainnya, masih menggantungkan hidup pada sawah dan ladang.

Pemandu wisata Desa Bobung, Bapak Ismadi, bercerita, pada tahun 70-an itu, sungai mengalir indah, deras, dan cantik di Desa Bobung. Banyak wisatawan dari Jogja mampir untuk sekedar mandi-mandi, memancing, atau foto-foto.

Berputarnya kehidupan warga Desa Bobung dimulai saat seorang wisatawan, yang juga seorang pengusaha kerajinan dan furniture, bernama Bapak Harto melihat topeng hasil karya Sugiman dan Tukiran.  “Pak Harto beli topengnya beberapa, dibawa ke Jogja, terus dijual di showroomnya. Ternyata laku, dia pesan lagi dalam jumlah banyak,” ujar Ismadi.

Pesanan dalam jumlah banyak awalnya membuat Sugiman dan Tukiran kerepotan. Masalah baru kemudian timbul. Siapa yang mengerjakan pesanan?

Konflik horizontal sempat terjadi di Desa Bobung. Banyak orangtua yang menyesalkan topeng kayu jadi terkenal. Apalagi kemudian banyak generasi muda Bobung yang memilih berhenti “nyawah”.

“Orangtua jaman dulu kan mendidik anak jadi petani, karena ada perkembangan kerajinan kayu, orangtua kuatir anak-anaknya berhenti bertani dan malahan kerja bikin topeng,” ujar Ismadi mengenang.

Butuh waktu beberapa lama sampai konflik mereda dan generasi tua, para orangtua menyadari kerajinan topeng punya masa depan bagus, bisa dikembangkan, dan bisa pula menjadi sumber penghasilan.

Saat ini, malahan, dari 138 KK, ada 136 KK yang membuat kerajinan kayu. “Ada yang gak ikut bikin topeng, soalnya kerja PNS,” kata Ismadi menjelaskan.

Pesanan terus datang, kualitas kerajinan kayu Desa Bobung diakui baik, bukan hanya di pasar domestik tapi juga pasar internasional seperti Amerika, Australia, Eropa, dan Asia.

Desa Bobung sekarang sudah bisa menghasilkan 80 ribu barang kerajinan kayu per tahunnya. Bukan hanya topeng, tetapi ada barang fungsional seperti nampan, mangkuk. Ada pula hiasan berbentuk binatang dan patung berukuran besar.

aneka kerajinan kayu

Harga kerajinan kayu bervariasi, mulai Rp 7500 (gantungan kunci), Rp 300ribu (topeng), Rp 30-40ribu (hiasan binatang), Rp 30-120ribu (mangkuk dan nampan). Harganya memang tidak murah, tapi sesuai dengan modal yang dikeluarkan.

Bayangkan saja, untuk membatik satu buah topeng, dibutuhkan waktu sehari penuh. Itu hanya waktu untuk membatiknya saja, belum lagi membentuk, mengamplas, menggambar, merebus dan mengoven tiap potong kerajinan itu!

membuat kerajinan kayu

Membatiknya ya persis seperti membatik kain, ditotol satu-satu pakai canting dan malam. Pelan-pelan. Kesabaran layak dibayar mahal, bukan? Apalagi setiap kerajinan sebelum layak jual musti dikerjakan minimal oleh 4 orang pekerja.

Kerajinan kayu sekarang sudah mampu menghidupi warga. Tetapi Ismadi berharap pemerintah mau membantu memberikan pelatihan untuk peningkatan sumber daya manusia, kerajinan semakin baik pasarnya, dan Desa Bobung makin dikenal sebagai Desa Wisata.

Semoga harapannya tercapai ya, Pak… Amiinn..

—————

Saya tidak tahu persis apa perasaan Mbah Karso kalau melihat topeng batik kayu sekarang begitu mudah dimiliki dan bebas dipajang di tiap rumah, semacam hilang nilainya, tak jelas daya gunanya. Apalagi pementasan tari dan acara adat mulai jarang dilakukan pada masa kini.

Tapi saya yakin sebenar-benarnya yakin, Mbah Karso akan senang melihat anak-cucunya punya penghasilan yang terjamin dan tak perlu kuatir susah makan kalau musim panceklik tanam mampir ke Desa Bobung.

Istirahat yang tenang, Mbah.

Karyamu abadi, sekarang.

/salam topeng

Tulisannya ada di sini juga.