Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Oct 2019
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 22 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 21 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 20 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Nov 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 13 May 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Apr 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 06 Aug 2015
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 30 Mar 2017
Oleh Putri Ayu Ningrat 27 Mar 2017
Oleh Dewi Kartika Rahmayanti 27 Mar 2017
Oleh Nurhidayat 27 Mar 2017
Oleh Virgorini Dwi Fatayati 27 Mar 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 24 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 09 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Jun 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Nov 2015
Oleh Sofi Mahfudz 18 Oct 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 20 Jan 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 11 Nov 2014
Oleh Nutrisi Bangsa 14 Jul 2014
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
Kopdar Kuliner : Kreasi Olahan Makanan Laut? Palembang Juaranya!
Oleh omnduut 04 Nov 2016
“Saya sungguh kasihan dengan orang yang alergi seafood,” tulis Trinity, di salah satu bukunya. “Duh, makanan begitu enaknya, kok, nggak bisa?” lanjut Trinity.
Yup benar sekali. Aku sendiri kadang masih terheran-heran gimana bisa ada tubuh yang menolak dimasuki makanan yang berasal dari laut. Ternyata ada beberapa penyebabnya, misalnya saja faktor keturunan, proses pengolahan yang nggak higienis, atau juga olahan makanan lautnya yang tercemar limbah. Untungnya alergi makanan laut ini sifatnya spesifik. Ada yang alergi kepiting dan udang namun masih bisa makan ikan.
Terus terang, walaupun aku nggak alergi seafood, di beberapa kesempatan aku ikut kelimpungan menghadapi hal ini. “Kok bisa?” iya bisa! Biasanya saat kedatangan temen jauh dan beliau nggak bisa makan ikan. Aku kan susah jadinya ngajak makan. Soalnya ikan dan olahan makanan laut itu sangat mendominasi kuliner Palembang.
Kalau emang alergi, ya okelah masih dapat diterima. Lucunya, seorang teman menolak diajakin makan pempek hanya karena trauma ketulangan. Oh well. Hahaha. Padahal, kesempatan untuk makan pempek langsung di kota asalnya (lalu ditraktir pula) harusnya sayang untuk dilewatkan, toh? Hihihi.
Nah, kembali lagi ke makanan olahan laut. Pelembang sih nggak punya pantai ya. Namun hasil olahan laut melimpah di Palembang. Maklum saja, provinsi Bangka Belitung (dulu bagian dari Sumatra Selatan) dan provinsi Lampung terbilang dekat sehingga berkontribusi langsung terhadap ketersediaan hewan laut di kota Palembang. Dan perlu diketahui, hasil laut juga dapat diperoleh dari kawasan tertentu yang berhadapan langsung dengan laut (baca : selat Bangka), misalnya saja area Sungsang di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan.
Hewan laut sendiri, di tangan orang-orang yang kreatif dapat diolah menjadi berbagai macam makanan. Tak terkecuali di tangan-tangan orang Palembang. Mau tahu olahan makanan dari hewan laut apa aja yang ada di Palembang? Ini dia!
Kenalan dengan Pempek dan Teman-temannya, Yuk!
Bukan hanya Unyil yang punya teman Ucrit dan Usro, pempek Palembang pun punya banyak teman hehe. Maksudku gini, pada dasarnya, pempek dibuat dari olahan daging ikan segar yang dicampur dengan tepung terigu (dan beberapa bahan lainnya). Nah, selain menjadi pempek, ternyata dari satu adonan yang sama, dapat diolah lagi menjadi beberapa jenis makanan menggugah selera.
Seperti yang aku tulis di sini, Pempek sendiri seenggak-enggaknya terdiri lebih dari 15 jenis. Diantaranya pempek lenjer, pempek adaan, pempek kapal selam, pempek pistel, pempek keriting, pempek godo, pempek tahu, pempek lenggang, pempek tunu, pempek kulit dan beberapa jenis lagi. Bahkan, varian pempek kini sudah jauh berkembang dengan munculnya jenis-jenis pempek lain seperti pempek krispi, pempek belah, pempek keju/sosis atau pempek ungu.
Intinya, pempek masih dapat dikreasikan lagi tanpa batas, tergantung kreatifias pembuatnya. Nah, dari bahan pempek sendiri dapat dibuat menjadi otak-otak. Hanya saat dimasak, adonannya dibungkus dengan daun pisang dulu.
Aku sendiri jika ada teman yang datang biasanya akan diajakin makan pempek dan teman-temannya ini. Bahkan, teman-teman yang datang dari couchsurfing yang notabane warga negara asing pun ternyata doyan makan pempek. Bahkan ada yang seneng banget saat disanguin pempek sebagai bekal di jalan. Pempek bisa jadi hanya makanan rakyat, namun ternyata cita rasanya mampu menggoyang lidah internasional! Eaaa!
Hidangan Berkuah dari Adonan Pempek
Bagi yang tidak terlalu suka pedas kuah/cuko pempek, dapat tetap menikmati lezatnya adonan pempek dengan cara yang berbeda. Diantaranya ada model, tekwan, celimpungan dan laksan. Model dan tekwan sekilas tampilannya sama. Kedua makanan itu dimakan dengan tambahan kuah kaldu dengan tekstur ringan dan berwarna bening.
Jika tekwan terbuat dari adonan ikan yang dibentuk kecil-kecil seukuran biji sate, model dibentuk menyerupai bakso namun berisi tahu di dalamnya. Nah, ikan sendiri pun dapat diolah menjadi bakso, loh! Disebutnya ya, bakso ikan :) rasanya? Dijamin gak kalah enak dari bakso yang terbuat dari daging sapi.
Celimpungan dan laksan sendiri sama-sama hidangan berkuah. Namun tekstur kuahnya jauh lebih berserat dan berwarna kuning. Kuah celimpungan hampir sama dengan kuah ketupat. Celimpungan pun dibentuk menyerupai bakso namun tanpa isian di dalamnya. Sedangkan laksan, merupakan irisan pempek lenjer yang dimakan dengan kuah santan yang dicampur dengan ditumisan bumbu rempah dengan rasa yang khas. Laksan sendiri adalah hidangan olahan ikan yang paling sering aku makan selain pempek. Rasanya enak banget!
Ada beberapa jenis ikan yang dapat digunakan untuk membuat pempek. Untuk ikan sungai, yang paling sering dipakai adalah ikan gabus/delek atau ikan belida –ikan asli sungai Musi. Walau begitu, kedua jenis ikan ini sudah sulit didapatkan. Nah, sebagai gantinya, pembuat pempek pun dapat memilih ikan laut. Ikan yang paling sering dibuat itu adalah ikan tenggiri atau ikan kakap.
“Aku pernah dengar ada pempek udang, Yan,” ujar salah seorang teman.
Aha, bener banget. Udang pun dapat digunakan untuk membuat pempek. Rasanya? Sedaaaap! Di daerah Sungsang, terkenal banget dengan olahan pempek udangnya. Maklum saja, Sungsang berada di tepi daratan yang menjorok ke Selat Bangka (bahkan, dari kota Mentok, Bangka Belitung cukup melakukan perjalanan laut selama setengah jam saja!)
Aku sendiri paling suka jika ayah dan ibu berkunjung ke sana dan pulang-pulang membawa pempek udang sebagai oleh-oleh. Makanan istimewa itu! Oh ya, untuk makanan berkuah lainnya, walaupun tidak menggunakan ikan sebagai bahan utama, namun tetap saja menggunakan ikan atau udang untuk memperkaya rasa kuahnya. Misalnya saja mie celor, burgo dan lakso.
Burgo dan lakso dibuat dari tepung beras. Umumnya burgo dimakan dengan kuah santan berwarna pucat, namun rasa rempahnya cukup terasa. Lakso hampir sama, namun lakso biasanya kuahnya berwarna kuning dan adonan tepung berasnya dibentuk menyerupai mie. Sebagai menu sarapan, dijamin hidangan-hidangan ini dapat menggucang lidah penikmatnya hehehe.
Kemplang, Kerupuk, Getas hingga Sambal Lingkung
Orang di luar Palembang hanya mengenal satu nama untuk olahan ikan yang dikeringkan hingga bertekstur renyah : kerupuk. Padahal, di Palembang kerupuk sendiri jenisnya dibedakan. Untuk kerupuk, bentuknya ya seperti mie kering yang sering dipakai lomba saat 17 Agustus-an. Maklum, dengan adanya rongga, lebih memudahkan untuk panitia menggantungnya di seutas tali.
Nah, jika kerupuk berbentuk padat, kami menyebutnya sebagai kemplang hehe.
“Aku mau dong dikemplang,” guyon beberapa temanku.
Kemplang sendiri cara pembuatannya dibagi menjadi 2. Ada yang digoreng, ada juga yang dibakar di atas bara api. Yang dibakar bisanya warnanya kecoklatan dan teksturnya lebih chruncy karena teksturnya lebih berserat. Orang Palembang biasa menyebutnya dengan sebutan kemplang badak. Sekilas, kemplang badak terlihat bertekstur keras (mirip kulit badak hehe), namun ketika dimakan sangat chrunchy.
Lalu, apa itu getas? Nah getas biasanya adonannya lebih padat dan berukuran sebesar kelereng. Sehingga makannya sekali hap (eh ini hap beneran, bukan hap-nya bang Ipul). Masaknya sendiri dengan cara digoreng. Lalu, kapan enaknya makan kerupuk, kemplang dan getas ini? Jawabannya : kapan saja! Hehe, dapat dijadikan cemilan atau teman makan siang/malam. Khusus kemplang bakar, biasanya ada cabe khusus yang dibuat dari campuran cabai dan asam jawa. Rasanya enak! Namun, dimakan dengan cuko pempek juga sedap. Cobain deh!
Ngomongin kerupuk, ternyata cumi dan siput/gondang juga dapat dijadikan kerupuk, loh! Rasanya unik dan sedap! Jadi, hampir rata-rata hewan laut dapat diolah menjadi makanan renyah ini.
“Sambal Lingkung… Sambal Lingkung… Sambal Lingkung, mulut bergetar, lidah berkoyang.” –permisi, nyamar jadi Ayu Ting Ting dulu hehehe.
Sambal lingkung (dibaca : sambelingkung)? Makanan apalagi itu? Hihi. Nama boleh menggunakan embel-embek “sambal” namun faktanya, sambal lingkung sama sekali tidak pedas. Masaknya sih memang pakai cabai, tapi hanya sedikit saja. Bahan utamanya tetap saja daging ikan yang dicampur dengan santan dan beberapa bumbu dapur. Jika sudah jadi, sambal lingkung ini persis seperti abon. Sebagian orang yang tidak familiar pun menyebutnya dengan nama : abon ikan, walaupun sesungguhnya dalam bahasa asli daerah Palembang disebut sambal lingkung. Mau coba? :)
Seruput Kuah Pindangnya, atuh!
“Fahmi, nanti siang kita makan pindang buatan ibuku ya,” ujarku.
“Suka makan pindang, kan?” tanyaku lagi.
Fahmi adalah salah satu temen-boleh-nemu dari situs hospitalityclub (setipe dengan couchsurfing). Aku ingat, dulu Fahmi ke Palembang melakukan perjalanan overland dari Aceh dan mau pulang kampung ke Bogor. Selama di Palembang dia menginap di rumahku. Aku senang Fahmi tidak ada pantangan dalam urusan makanan. Ibuku, satu-satunya koki kece di rumah juga demen kalau tamu yang datang di rumah melahap masakannya.
“Iya, aku suka kok ikan pindang,” jawabnya.
Baiklah kalau begitu. Namun, begitu tiba di meja makan, Fahmi bengong. Karena ikan pindang yang ada dibenaknya jauh berbeda dengan pindang khas Palembang hehe. Ikan pindang yang ia kenal selama ini adalah produk awetan ikan dengan kadar garam rendah.
Lha, kalau di Palembang, pindang itu adalah nama lain dari sup ikan. Jadi, ikan segar dimasak di dalam kuah dengan campuran rempah. Jenisnya pun ada banyak macam dan varian. Begitupun hewan laut yang digunakan.
Pindang tidak melulu didominasi oleh ikan. Daging dan tulang/sumsum sapi, ayam bahkan udang dan kerang dapat dijadikan pindang. Bumbunya sedikit berbeda namun kesamaannya adalah makanan tersebut disajikan dengan kuah kaldu yang jika diseruput bisa bikin merem melek hehehe. Aku sendiri, paling suka tulang ikan tenggiri.
“Hah, tulangnya?”
Yup, ibuku kalau beli tenggiri, dagingnya dapat dijadikan pempek. Sedangkan kepala dan tulangnya dapat dimasak jadi pindang. Tulang ikan tenggiri itu berukuran besar dan jika dimasak, dapat dikunyah dan dimakan isi tulang (berupa sumsum) dengan mudah. Uniknya, gak ada satupun restoran (sejauh ini, sepengetahuanku) yang menjual pindang tulang ikan tenggiri. Mau icip? Yuk main ke rumah :)
Mari Fermentasi HewanLaut : Mengenal Salai, Rusip dan Bekasam
Di salah satu tayangan televisi, aku sempat menyaksikan proses penangkapan ikan paus secara tradisional di Lamalera, Nusa Tenggara Timur. Saat ikan dibagikan merata ke seluruh pihak yang membantu penangkapan ikan paus, oleh mamak-mamak (para ibu) di sana, ikan sebagian langsung dimasak dan sisanya diasap agar tahan disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Nah, di Palembang, ikan juga diasap (kalau disini dikenal dengan nama ikan sale/salai). Namun, biasanya ikan yang digunakan adalah ikan sungai seperti ikan selais, patin dan lele. Namun ikan baung laut juga dengan mudah ditemukan dalam bentuk salai. Trus makannya gimana? Dipindang! :)
Begitulah cara orang-orang lama mengelola hasil tangkapan laut yang kadang di saat-saat tertentu berlimpah ruah. Misalnya saja di Palembang, jika musim duren tiba, sisa duren yang melimpah itu dapat dijadikan tempoyak atau lempok. Begitupun jika hasil laut melimpah. Paling mudah sih ikan diasinkan ya. Tapi ikan asin itu sudah terlalu umum dan dapat ditemui di (hampir) seluruh wilayah Indonesia.
Lalu, apakah ada cara lain untuk “mengawetkan” ikan?
Tentu saja ada! Di Palembang, orang dapat mengolah hasil laut yang melimpah itu dengan cara difermentasi! Tuh, kurang kreatif apa coba? Hehehe. Ada 2 jenis fermentasi ikan yang dikenal di Palembang. Yang pertama disebut rusip. Rusip ini biasanya dibuat dari ikan teri (atau udang), garam dan gula aren. Cukup itu saja, untuk kemudian diolah dan disimpan dalam sebuah botol kaca (biasanya).
Rusip dapat dimakan mentah sebagai teman lalapan atau cecelan ikan, cumi, udang atau apapun. Rasanya? Asin dan gurih. Jika mau dimasak dengan cara ditumis, juga bisa. Tinggal tambahkan irisan bawang merah, serai dan cabai. Dijamin akan menggoyang lidah dan menambah nafsu makan.
Untuk bekasam sendiri sebetulnya hampir sama, yakni proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan ikan dan garam. Namun uniknya, pembuatan bekasam dicampur dengan nasi!
“Jadi makan nasi basi, dong?”
Yanggak dong. Kan nasinya difermentasi bersamaan dengan ikan dan garam. Semua bahan itu dicampur jadi satu. Disimpan di dalam toples rapat dan diaduk per tiga hari sekali dengan sendok bersih. Dalam waktu 10 hari, bekasam siap untuk disantap. Sebelum dimakan, boleh banget ditumis dengan irisan tomat dan cabai. Aku ya, kalau makan dengan bekasam ini bisa kalap! Suer!
Ketimbang makan makanan dengan pengawet, menyantak makanan fermentasi tentu jauh lebih sehat. Makanan fermentasi biasanya mengandung enzim hidup, dapat menurunkan inflamasi (radang), meningkatkan kekebalan tubuh dan menyehatkan otak, mengandung lebih banyak prebiotok (suplemen untuk pertumbuhan) dan dapat membantu organ pencernaan. So, jangan khawatir untuk mengkonsumsi olahan hewan laut dalam bentuk fermentasi seperti ini.
Belum lagi kalau ditambah dengan sambal terasi. Nah terasi (yang di Palembang disebut caluk/belacan) pun terbuat dari ikan atau udang. Bagi sebagian orang baunya mungkin terasa begitu menyengat. Namun, menurutku disanalah letak nikmatnya makan terasi. Oh ya, selain dibuat sambal, terasi juga sering digunakan sebagai campuran membuat pindang, loh!
Sampai sini, pasti semua langsung padangeh ya. Bahwa, hewan laut itu ternyata dapat diolah menjadi berbagai macam olahan makanan laut. Dimulai dari ikan, udang, cumi, kerang, kepitung bahkan siput semua dapat diolah lagi menjadi jenis makanan lain. Belum lagi daerah laut di Indonesia Timur yang keragamannya biota lautnya lebih bervariasi, hewan macam tripang, lobster, guritabahkan bulu babi pun dapat diolah jadi masakan yang enak. Luar biasa kayanya dan kreatifnya (orang) Indonesia, ya!
Nutrisi dari Hewan Laut
Namanya juga negara kepulauan ya. Ibaratnya, melipir dikit pasti ketemu pantai dan laut. Dan tentu saja hal itu pun berdampak positif terhadap hasil tangkap hewan laut di Indonesia. Apalagi sejak dipimpin oleh menteri yang “preman” (I adore her, btw), penghasilan ikan di Indonesia terus meningkat. Setidaknya pada triwilan II tahun 2016, produksi perikanan tangkap naik sebesar 1,68 juta ton dan produksi perikanan budaya naik sebesat 4,32 juta ton (dimana produksi ikan patin tertinggi se-Indonesia dipegang oleh Sumatra Selatan). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi perikanan tumbuh sebesar 6,06% wow!
Kita pasti sudah paham betul bahwa gandungan gizi yang ada pada hewan laut terutama ikan itu luar biasa mengagumkan. Yang paling sering disebutkan yakni ikan mengandung zat Omega 3 yang mampu merasangsang pertumbuhan dan perkembangan otak (hmm, pantes ya badanku “tumbuh” banget hahaha). Serat protein yang ada pada ikan pun dapat membantu proses pencernaan. Efek lain yang dapat dirasakan yakni dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan risiko penyakit degenerative seperti jantung koroner, tekanan darah tinggi dan kanker.
Ada banyak lagi manfaat dari mengkonsumsi hewan laut terutama ikan. Yakni dapat menjaga kesehatan mata, pembentukan energi, baik untuk pembentukan sel darah merah (sehingga mencegah anemia), membantu pembentukan enzim dan hormon, mencegah penyakit gondok dan penuaan prematur, serta kandungan mineralnya dapat menyehatkan gigi.
Ada sederet manfaat lain dari konsumsi hewan laut terutama ikan (sangat mudah ditemukan di laman pencari). Untuk itu, sangat disayangkan jika tidak menyukai makanan laut padahal di sisi lain tidak memiliki alergi. Beberapa sepupuku sendiri mengakui tidak terlalu menyukai hewan laut dikarenakan hal-hal yang sepeleh seperti tidak suka aroma amisnya atau takut ketulangan. Hmm… itu semua dapat disiasati pada saat proses pengolahan hingga menjadi makanan siap santap, toh?
Yuk Kopdar Kuliner Makanan Olahan Laut
Udah paling benar jika kumpul-kumpul bareng teman sambil mencicipi berbagai macam kreasi olahan makanan laut. Kalau ke Palembang, buang dulu deh istilah/jargon, “makan nggak makan yang penting ngumpul” hahaha. Kenapa? Ya soalnya banyak banget tempat kuliner di Palembang yang dapat dipilih untuk tempat kopdar (namanya aja kopi darat, lebih sering malah minum cuko pempek). Dari yang amigos (agak minggir got sedikit) hingga ke tempat-tempat yang fancy semua ada. Istilahnya, kalau ke Palembang itu, ngesot dikit pasti akan ketemu warung pempek. Gak percaya? Sini aku tantangin untuk dibuktikan :)
Aku sendiri, hampir selalu mengajak teman yang berkunjung ke Palembang untuk mencicipi makanan olahan laut ini. Selain harganya relatif murah, banyak ragam yang dapat ditawarkan dari makanan olahan laut ini. Semakin banyak yang mengkonsumsi makanan olahan laut, di sisi lain juga berdampak atas majunya perekonomian lokal, toh? Gak perlu beli ikan impor yang mahal. Beli ikan hasil tangkap dan budidaya tanah air pun udah bagus banget. Mana ikannya merupakan “ikan mati sekali”* kan? Hehehe.
So, kapan mau makan pempek atau pindang di Palembang? Sekalian aku tantang icip rusip dan bekasam juga ya. Berani? :D
Catatan : Ikan mati sekali adalah istilah yang akutemukan di salah satu seri buku yang ditulis Trinity. Istilah tersebut digunakan untuk ikan yang perlu waktu berhati-hari untuk di didistribusikan. Tentu saja hal tersebut turut mempengaruhi kondisi kesegaran dan juga rasa dari ikan tersebut.
- Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba #JelajahGizi2016 Info lengkap kliksitus sarihusada ini.