Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Samarinda: Kota Anonim dalam Kuliner

Oleh Ade Fadli 05 Oct 2012

Samarinda, kota anonim. Inilah yang paling sering didengar ketika mulai menelusuri kesejarahan kota ini. Berkumpulnya para pedagang dan mereka yang berpindah untuk mencari perlindungan, menjadi awal terbentuknya kota ini. Keragaman etnis sangat nampak di kota ini. Suku-suku dari Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan, sangat mewarnai kota ini. Sungai Mahakam menjadi garis yang menjelaskan bermukimnya komunitas-komunitas yang ada.

Selamat Pagi Samarinda

Selamat Pagi Samarinda

Pun ketika ingin menggali kuliner khas kota ini. Tak begitu mudah untuk menemukannya. Di jejaring sosial, selalu diungkap tentang Nasi Kuning, sebagai menu sarapan pagi, Coto Makassar untuk makan siang, dan Nasi Goreng ataupun Soto Lamongan dan Soto Madura sebagai menu makan malam. Dengan beberapa cemilan, mulai dari amplang atau sekarang mulai bergeser menjadi kuku macan, lemang, martabak ataupun terang bulan (di daerah lain disebut martabak manis).

Nasi Kuning Iwak Haruan

Nasi Kuning Iwak Haruan

Sehingga, ketika Jelajah Gizi mempertanyakan “Apa makanan khas daerahmu?”, menjadi sulit untuk menemukannya. Samarinda telah menjadi sebuah kota yang mempertemukan beragam budaya dan beragam rasa. Ciri khasnya pun tersapu dengan beragam perpaduan peradaban. Pun ketika ingin menikmati secangkir kopi hitam, maka budaya Tionghoa-lah yang menyajikannya dengan rasa.

Kopi Susu Ko Abun

Kopi Susu Ko Abun

Iwak Haruan atau ikan Gabus. Mungkin lauk yang paling sering ditemui dalam setiap kuliner di Samarinda. Selain itu, ikan Patin, juga disenangi hampir sebagian warga dan pengunjung kota ini. Walaupun sulit mengklaim Patin bakar sebagai makanan khas Samarinda, karena ikan Patin ditemui di hampir seluruh kota-kota berbasis sungai. Dan ikan lainnya yang sering ditemui sebagai lauk adalah ikan Biawan dan ikan Pepuyu. Walaupun, tak sedikit juga ikan Mas dan ikan Nila yang saat ini telah mendominasi pada hampir setiap warung ataupun restoran.

Ikan Patin Bakar

Ikan Patin Bakar

Ada yang menarik dari setiap kuliner lokal. Perpaduan warna, rasa dan manfaat selalu hadir. Nasi Kuning Ikan Haruan ataupun dengan lauk lainnya, memberikan energi yang tidak sedikit bila di santap di pagi hari. Santan kelapa yang bercampur kunyit, daun salam dan serai, yang berpadu dalam nasi yang menjadikannya kuning, memberi energi pagi yang luar biasa. Ikan Haruan (Ophiocephalus striatus), yang kaya akan albumin, memberi protein yang cukup untuk memulihkan tubuh. Kandungan protein ikan haruan lebih tinggi dari beberapa ikan lainnya, dengan kandungan lemak yang lebih sedikit. Pun ketika ikan Haruan ini menjadi panganan lain, semisal Haruan Asap, tetap memberikan kelezatan tersendiri.

Haruan Asap masak Santan

Haruan Asap masak Santan

Setiap masakan berbahan santan, kerap kali dikhawatirkan menaikkan lemak pada tubuh. Namun, pada beragam kuliner lokal, selalu ditemui penyeimbang dalam setiap makanan. Lemak dipertemukan dengan daun sop ataupun daun bawang atau jenis bawang lainnya, agar tak menghadirkan penyakit bagi penikmatnya. Kekhawatiran terhadap ketidaksehatan menikmati kuliner lokal, selalu terjawab, dalam perpaduan bumbu dan pelengkapnya. Pada beberapa jenis makanan pun, selalu didampingi dengan minuman ataupun makanan pendamping lainnya.

Lemang dan Telur Asin

Lemang dan Telur Asin

Tak begitu mudah menemukan makanan khas kota Samarinda. Tak semudah bertemu dengan telur asin dan lemang (ketan yang dimasak di dalam bambu). Keunikan dan anonimitas kota ini, telah menghadirkan kuliner yang sangat beragam. Perpaduan budaya dan pengetahuan yang dimiliki, melahirkan kenikmatan tersendiri. Menjelajahi kota inipun akan menemukan dinamika kulinernya. Nasi goreng yang umumnya disantap di malam hari, kini dapat ditemui di pagi hari. Pun sebaliknya, Nasi Kuning yang biasanya menjadi menu sarapan, kini menjadi santapan malam hari hingga subuh menjelang.

Kekayaan kuliner negeri ini tetap harus dikembangkan. Dan dilakukan dengan tetap menjaga sumber-sumber bahan baku kulinernya, dimana kenikmatan kuliner nusantara berasal dari kealamian bahan-bahan dasarnya yang berasal dari hutan, kebun dan lahan-lahan pertanian milik warga negeri ini. Proses pengolahan yang tak bermesin pun, menghadirkan sensasi yang berbeda dalam menikmati pangan nusantara. Kembali pada pangan lokal, dan terus memastikan mereka hidup, adalah cara terbaik untuk menghormati perjalanan peradaban bangsa ini.

Tulisan ini mengikuti Lomba Blog Jelajah Gizi.