Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Sate Kerang Rahmat, Kuliner Medan yang Siap Melesat

Oleh hayaaliyazaki 18 Oct 2015

Kota Medan salah satu surga buat pencinta kuliner. Kalau orang-orang susah move on dari mantan, saya susah move on dari Kota Medan. Setiap setahun, acara yang paling saya tunggu-tunggu pastinya mudik ke Medan haha! Selain pengin silaturahim sama keluarga besar, saya juga kebelet mencicipi kuliner Medan lagi, lagi, dan lagi. Mulai dari durian sampai es krim mulai dari mi sop sampai martabak. Dan, belum sah rasanya jika main ke Medan tanpa membawa oleh-oleh hits. Mereka adalah gerombolan si berat (maksudnya bikin bodi tambah berat), seperti bika ambon, sirop markisa, pancake durian, dst dst dst. Saya rela antre sambil ngalungin handuk karena kepanasan demi niat mulia pulang membawa mereka ke haribaan sanak saudara dan tetangga. *haish*

Meski sudah berkali-kali mudik, saya sempat melupakan sate kerang, makanan favorit masa kecil. Seingat saya, dulu sate kerang dijual di kedai-kedai kecil atau dijunjung pakai tampah oleh pedagang keliling. Fyi, sate kerang TIDAK DIBAKAR seperti sate ayam atau sate kambing. Unik, ya? Hingga akhirnya tahun 2012, saya menemukan kembali makanan masa kecil ini. Bedanya, kini sate kerang dijual dalam kemasan oleh-oleh yang cantik. Namanya: Sate Kerang Rahmat!

Rahmat Efendi (39 tahun), pemilik usaha Sate Kerang Rahmat, mengemas rapi sate kerang dalam boks panjang. Bagian dalam boks dilapisi aluminium foil. Satu tusuk sate terdiri atas tiga sampai empat daging kerang. Satu boks berisi dua puluh tusuk sate. Harga relatif terjangkau. Per tusuk lima ribu rupiah aja. Mau beli lebih dari satu boks? Boleh! Rahmat sudah menyediakan kardus khusus yang siap ditenteng masuk ke kabin pesawat.

Sate Kerang Rahmat

Rahmat bukan pendatang baru di dunia kuliner khas Medan ini. Keluarganya turun-temurun berjualan sate kerang. Mereka tinggal di daerah bernama Gang Kerang. Disebut Gang Kerang karena semua warga di sana berjualan sate kerang. Diam-diam Rahmat cilik membangun mimpi. Kelak dia ingin mengenalkan sate kerang ke luar Kota Medan bahkan sampai ke mancanegara.

“Saya pernah ditertawakan keluarga karena selama ini sate kerang dianggap ‘makanan kampung’. Bagaimana mungkin bakal dikenal sampai ke mancanegara? Tapi, mimpi saya tidak goyah. Saya terus berpikir bagaimana caranya supaya sate kerang tampil eksklusif di mata pembeli. Alhamdulillah, pelan-pelan mimpi saya terwujud,” cerita Rahmat. Dia tampak hati-hati memasukkan sate kerang ke boks. Kini Rahmat satu-satunya penjual sate kerang yang masih bertahan di Gang Kerang.

Rahmat Efendi

Usia label usaha “Sate Kerang Rahmat” memang baru tiga tahun, tapi namanya cepat tersiar karena kelezatannya. Rasa bumbu sate kerang mirip rendang, cuma ada sensasi manis dan asam. Rahmat menggunakan resep warisan almarhumah ibunya yang telah berjualan sate kerang sejak tahun 1957. Bumbu-bumbunya antara lain, cabe merah, bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, lengkuas, dan jahe. Amboooiii … perpaduan rempah-rempahnya, ya. Bukan main. Bumbunya meresap. Lidah dibikin menari-nari. Meski rasanya mirip rendang, Sate Kerang Rahmat tidak pakai santan. Suami saya yang seumur-umur belum pernah makan sate kerang aja sampai ketagihan. Apalagi, makannya bareng nasi panas yang mengepul-ngepul. Heaven! *duuuh, perjuangan bener nulis postingan ini soalnya sambil membayangkan sate kerangnya wkwkw*

Pesanan Sate Kerang Rahmat datang bertubi-tubi. Awalnya Rahmat menjual sekitar 70 kg sate kerang per hari. Sekarang? Sekitar 100 kg per hari! Bahkan, Rahmat pernah menjual sampai 200 kg sate kerang per hari. Fantastis! Sebagian besar pembelinya dari luar kota. Ya, itu tadi, buat oleh-oleh. Selain lezat, pendatang pengin membawa oleh-oleh yang lain daripada yang lain. Ada juga pembeli dari luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia. Ketika main ke Medan, mereka membeli oleh-oleh Sate Kerang Rahmat. Satu hal, jangan membayangkan resto yang “wah” saat Teman-teman datang ke sini. Bangunan toko yang terletak di Jalan PWS Gang Kerang No. 24 E ini berukuran kecil dan sangat sederhana karena sistem penjualan adalah take away.

Untuk kerang, Rahmat langganan mengambil dari muara Sungai Asahan di Kabupaten Tanjung Balai. Kerang bulu asal Tanjung Balai dikenal berkualitas bagus. Ukurannya jumbo. Rasanya lebih manis dibandingkan kerang biasa.

“Biasanya bagian dalam perut kerang bulu itu berpasir. Sudah dicuci, tetap susah hilangnya. Tapi, kerang bulu Tanjung Balai beda. Tidak ada pasir di dalam perutnya. Kalaupun ada, sedikit saja. Kami benar-benar pemilih soal bahan baku. Kan, enggak enak makan kerang sambil bunyi ‘kresek-kresek’. Kasihan pembeli. Kunyah kerang, terkunyah pula pasir,” jelas Rahmat. Wew, betul banget. Makan kerang bonus pasir, siapa yang mau? Kalau bonus berlian, baru, deh.

Sekitar beberapa orang keluarga inti dan belasan orang pegawai membantu Rahmat mengolah kerang. Proses pengolahan sbb: kerang dikumpulkan dan dicuci dengan air mengalir. Lalu, rebus dan buang kulitnya. Daging kerang dicuci lagi sampai berulang kali hingga kotoran seperti pasir dan lumpur hilang. Setelah betul-betul bersih, daging kerang ditumis dengan bumbu rahasia.

Oiya, fakta penting, kerang termasuk salah satu hewan penyaring polutan. Artinya, tubuh kerang bisa menyimpan logam berat seperti merkuri. Duh, dengar kata “merkuri” langsung parno aja. Kebayang terkontaminasi penyakit-penyakit berat. Hati-hati dengan tempat yang tercemar limbah. Pasalnya, hewan-hewan yang hidup di sekitarnya juga ikut tercemar, termasuk kerang. Hiiiy … jadi? Bahayakah makan sate kerang?

“Jangan khawatir. Daerah Tanjung Balai sama sekali tidak ada limbah berbahaya karena tidak ada pabrik. Sungainya bersih. Semua kerang yang kami ambil dari sana insya Allah aman,” jawab Rahmat tersenyum. Dia menambahkan, kerang yang diambil pun selalu dalam kondisi segar. Bukan apa-apa, kerang yang sudah mati tidak mungkin dijadikan sate. Pasti cepat busuk.

Rahmat ingin orang Medan bangga dengan kulinernya, terutama dengan oleh-oleh khas sate kerang. Siapa lagi yang memopulerkan kuliner lokal kalau bukan kita sendiri? Selain lezat, kerang kaya akan gizi, lho. Yang saya baca di majalah Femina, kerang mengandung asam lemak tidak jenuh (omega-3) yang dapat mencegah stroke dan kanker. Proteinnya lebih tinggi daripada daging merah, tapi kalorinya lebih rendah. Mantap, kan? Ada vitamin A dan B12. Yang paling penting buat ibuk-ibuk kayak kita, pastinya zat besi untuk mencegah anemia dan kalsium untuk mencegah osteoporosis. Nah, kerang punya dua mineral penting ini!

Dengan semua keunggulannya, sebenarnya, Sate Kerang Rahmat siap mendunia. Hanya, ada satu masalah yang belum terpecahkan. Rahmat awam teknologi pengemasan yang bisa membuat sate kerangnya awet untuk jangka waktu lebih lama. Pengiriman jarak jauh membutuhkan waktu lebih dari dua belas jam. Padahal, Sate Kerang Rahmat hanya mampu bertahan dua belas jam di suhu ruangan dan maksimal tiga hari di dalam kulkas. Rahmat tidak menambahkan bahan pengawet untuk sate kerangnya. Sering pembeli di luar kota dan luar negeri kecewa karena tidak dapat mencicipi Sate Kerang Rahmat, kecuali kalau mereka datang mengambil sendiri ke Medan. Semoga pemerintah dan pihak terkait terketuk hatinya membantu Rahmat mengembangkan usaha kuliner sate kerang sehingga mampu bersaing di dunia internasional. Konon pula bidang kuliner disebut-sebut memberi kontribusi untuk sektor ekonomi kreatif. Bagaimana, Teman-teman? Setuju? Hayuklah kita dukung kuliner daerah agar siap mendunia! [] Haya Aliya Zaki

“Sate Kerang Rahmat”

Jl. PWS Gang Kerang No. 24 E, Medan

Telp. 081270087209 (harap pesan via telepon dulu jika ingin membeli)

Harga per tusuk Rp5000,00 (boleh pilih jumlah tusuk sate kerang per boks)

Satu boks maksimal 20 tusuk sate kerang

Tahan 12 jam di suhu ruangan dan 3 hari di dalam kulkas (tanpa pengawet)

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog Jelajah Gizi

Teks dan semua foto milik Haya Aliya Zaki

Lomba blog Jelajah Gizi