Berita & Aktifitas

Sarihusada Luncurkan Alat Edukasi dan Kampanye Mengenai Alergi untuk Dukung World Allergy Week 2016

Latest Update: 11 Apr 2016

Jakarta, 10 April 2016 – Dalam rangka mendukungWorld Allergy Week 2016, Sarihusada bekerjasama dengan Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (IKK FK UI) dan Unit Kerja Koordinasi (UKK) Alergi ImunologiIkatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hari ini meluncurkan Allergy Awareness Week, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai alergi serta menyediakan advokasi bagi masyarakat dalam menangani alergi.  Peluncuran Allergy Awareness Week ditandai dengan memperkenalkan Buku ‘Mengenal Alergi pada Anak’ dan website alergianak.com, serta peluncuran kampanye ‘Bunda Tanggap Alergi dengan 3K’.

DR. Dr. Zakiudin Munasir, SpA(K), KonsultanAlergi-Imunologi Anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengatakan, “Angka kejadian penyakit dan risiko alergi meningkat dari tahun ke tahun di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.  Selain disebabkan oleh pola hidup masyarakat yang berubah yang menghasilkan lingkungan yang rentan menimbulkan penyakit alergi, hal ini juga disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman masyarakat mengenai alergi, seperti mengenali faktor risiko maupun kesalahan dalam menangani alergi anak.”

Data World Allergy Organization (WAO) 2011 menunjukkan bahwa angka prevalensi alergi  mencapai 30-40 persen dari total populasi dunia. DR. Dr. Zakiudin Munasir, SpA(K) menambahkan, beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko alergi pada anak adalah riwayat alergi pada keluarga, kelahiran caesar, dan polusi yang termasuk polusi udara dan asap rokok.

Risiko alergi akan semakin tinggi bila terdapat riwayat alergi pada anggota keluarga.  Anak-anak dengan kedua orang tua memiliki riwayat alergi memiliki risiko alergi sebesar 40%-60%, dan anak-anak dengan kedua orang tua yang memiliki riwayat alergi dan manifestasi sama, memiliki risiko alergi sebesar 60%-80%. Bahkan anak dengan orang tua yang tidak memiliki riwayat alergi pun,berisiko mengalami alergi sebesar 5%-15%.

Anak-anak yang dilahirkan secara caesar juga memiliki risiko asma sebesar 20% dan alergi rhinitis sebesar 23% lebih tinggi dibandingkan anak yang dilahirkan secara normal. Sebuah penelitian di Korea pada 2011 menunjukkan bahwa sekarang ini kota dengan tingkat polusi yang tinggi memiliki prevalensi gejala alergi yang lebih tinggi pada penduduknya.

“Dibutuhkan edukasi yang komprehensif tapi mudah dipahami mengenai alergi pada masyarakat, agar masyarakat dapat mengenalidan menangani risiko dan kejadian alergi dengan tepat sehingga prevalensi alergi tidak terus meningkat,” kata Dr. Zakiudin.

Salah satu alat edukasi yang diperkenalkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai alergi adalah Buku “Mengenal Alergi pada Anak” yang merupakan bukuyang menyajikan berbagai pengetahuan praktis terkait alergi baik bagi masyarakat maupun kalanganmedis. Melalui buku ini masyarakat diajak untuk memahami lebih dalam mengenai pengertian alergi, bagaimana mekanisme terjadinya alergi, serta mengenal macam-macam allergen sebagai pencetus alergi. 

“Salah satu tujuan utama dari buku ini adalah agar tidak terjadi lagi kesalahan dalam mengenali alergi, karena selama ini saya menemukan istilah alergi dan atopik digunakan untuk hal yang sama, padahal artinya berbeda. Atopik merupakan istilah yang digunakan untuk bakat alergi, sedangkan alergi digunakan apabila penyakitnya sudah muncul,” ujar Dr. Zakiudin yang juga merupakan penulis dari buku tersebut

Dr. Zakiudin menambahkan, “Saya juga masih menemukan banyak kasus dimana orang tua melakukan pantangan makanan tertentu pada anak yang menderita penyakit alergi, padahal belum tentu makanan tersebut sebagai pencetus alergi, dan juga berbagai pantangan ketat pada ibu hamil dan menyusui yang diduga memiliki risiko alergi dalam keluarganya,” paparnya.

Alergi makanan merupakan salah satu masalah alergi yang paling sering dialami oleh anak.  Sekitar 20% anak pada satu tahun pertama mengalami reaksi terhadap makanan yang diberikan. Allergy & Asthma Foundation of Americamenyatakan bahwa alergi susu merupakan salah satu alergi makanan yang paling banyak terjadi pada anak-anak. Dr. Zakiudin menjelaskan bahwa satu dari 25 anak di Indonesia menderita alergi protein susu sapi, dengan gejala paling umum pada pernafasan (51,5%) dan kulit (48,7%).  Sisanya gejala pada pencernaan (39,3%) dan gejala-gejala lain seperti pada mata dan susunan saraf pusat atau sakit kepala.Pemberian nutrisi awal kehidupan yang kurang tepat sesuai kondisi dan kebutuhan anak juga dapat meningkatkan risiko alergi. 

DR. Dr.Herqutanto, MPH, MARS, Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menjelaskan, “Alergi memiliki dampak lebih dari sekedar gangguan atau gejala pada pernafasan, kulit, atau pencernaan.  Alergi tidak saja berdampak pada tingkat kesehatan di kemudian hari, seperti timbulnya asma dan rhinitis serta meningkatnya risiko penyakit degeneratif,  tapi juga dampak sosial seperti harus sering ke dokter, meningkatnya pengeluaran untuk kesehatan, berkurangnya produktivitas dan dampak sosial lainnya.”

“Oleh karenanya, kegiatan edukasi, komunikasi, dan advokasi kepada masyarakat mengenai alergi sangat penting, karena masih banyak masyarakat yang sudah tahu mengenai alergi tapi mencoba mengira-ngira atau mengambil solusi sendiri.  Edukasi dan advokasi yang tepat akan membantu masyarakat untuk memahami pentingnya langkah-langkah yang tepat  dalam menangani alergi dan mencegah terjadinya dampak berkelanjutan baik terhadap kesehatan maupun dampak sosial,” tambah Dr. Herqutanto.

Ahmad Hamdani, Healthcare Nutrition Director Sarihusada, mengatakan “Pada peluncuran Allergy Awareness Week ini kami memperkenalkan website alergianak.com dan kampanye ‘Bunda Tanggap Alergi dengan 3K’. Sebagai sebuah perusahaan yang memiliki komitmen untuk mendukung optimalisasi tumbuh kembang anak, kami menyadari dibutuhkannya alat edukasi yang sederhana, mudah diakses, dan ‘bersahabat’ bagi masyarakat untuk memperoleh berbagai informasi mengenai alergi dan cara penanganan yang tepat.”

Melalui website alergianak.commasyarakat bisa mengenali faktor risiko alergi anak dari riwayat keluarga, gejala-gejala awal seorang anak terkena alergi, tips mengatasi alergi dan nutrisi untuk anak alergi. Dalam situs ini para ibu juga bisa berdiskusi dan bertanya langsung kepada para pakar terkait alergi pada anak, serta berbagi pengalaman untuk meningkatkan berbagai referensi mengenai penanganan alergi.

Sedangkan kampanye ‘Bunda Tanggap Alergi 3K’ yang berslogan ‘Kenali, Konsultasikan, Kendalikan’ diluncurkan agar masyarakat dapat lebih teredukasi dalam mengenali dan mengatasi alergi dengan langkah yang tepat, sehingga tumbuh kembang anak optimal.

“Kampanye ‘Bunda Tanggap Alergi dengan 3K’ merupakan salah satu inisiatif kami dalam melakukan edukasi kepada ibu-ibu Indonesia khususnya mengenai langkah-langkah yang tepat dalam menangani alergi, agar para ibu mampu mengambil langkah yang tepat untuk menanganinya,” tambah Ahmad Hamdani.

Peluncuran buku ‘Mengenal Alergi pada Anak’, gerakan ‘Bunda Tanggap Alergi dengan3K’ dan website alergianak.com menandai diluncurkannya Allergy Awareness Week yang akan berlangsung 11-17 April 2016. Kegiatan utama dalam  Allergy Awareness Week adalah roadshow edukasi dan penyuluhan oleh Departemen IKK FK UI ke 12 titik klinik di Jakarta, dimana masyarakat bisa melakukan deteksi dini terkait risiko alergi, penyuluhan mengenai alergi, dan melakukan berbagai permainan interaktif yang menarik.  Allergy Awareness Week juga akan diisi dengan radio talkshow mengenai alergi setiap hari selama tanggal 12-15 April 2016 di sejumlah stasiun radio nasional.  Kegiatan puncak Allergy Awareness Week akan berlangsung acara ‘Tanggap Alergi Day’ pada tanggal 17 April 2016 di Car Free Day, berupa parade drum band anak sekolah, jalan sehat keluarga, dan edukasi serta konsultasi.

Back to Archive