“ Perjalanan Panjang Yang Tak Kan Pernah Usai”

Oleh Ilah Armilah 19 Oct 2013

Menjadi seorang Ibu dari anak-anak yang sholeh, sehat, cerdas, dan berahlak yang baik, adalah dambaanku. Dan untuk menjadikan anak-anakku seperti itu, bukanlah perkara mudah.
Perjuangan dan perjalanan berat nan panjang telah siap menanti. Perjalanan itu kumulai kala memilih dan menentukan pasangan hidup. Kemudian setelah menikah, proses “membuat” anak adalah ladang perjuanganku berikutnya. Do’a- do’a yang dianjurkan, kulantunkan kala rutinitas itu dilakukan, tak lain demi mendapatkan keturunan yang baik, yang terjaga, dan di jauhkan dari segala godaan syaitan.
Lalu setelah terjadi kehamilan, perjuangan di babak selanjutnyapun di mulai. Lebih kurang 40 minggu seorang Ibu mengandung, lengkap dengan segala suka dan duka. Mengatasi morning sickness yang mengganggu dan benar-benar membuatku seperti seorang pesakitan, yang harus aku lawan dengan keikhlasan dan kasih sayang. Bagaimanapun, demi si calon bayi, aku berusaha kuat dan tegar meski pada ahirnya akupun rapuh dan harus beristirahat total. Namun lagi-lagi, demi si calon bayi, aku memotovasi diri sendiri agar segera pulih, kuat, dan kembali sehat. Sepahit apapun obat, asalkan itu bisa menyembuhkan sakitku dengan cepat pasti segera kutelan tanpa fikir panjang lagi.
Sampai pada hari ketika aku melahirkan anak-anak, aku harus berjuang melawan rasa takut dan khawatir. Mengucapkan untaian do’a-do’a,menanamkan keyakinan dan keikhlasan, mengharapkan yang terbaik , kemudahan, dan kesehatan. Perjuangan yang berat bagi seorang ibu kala melahirkan, pertarungan hidup dan mati yang bisa terlalui, tak lain karena kecintaan dan rasa sayang kepada sang buah hati. Seolah hilang seluruh perih, seakan sirna semua sakit yang selama ini dirasa, setelah mendengar suara tangisan bayi kecilku. Tangis bahagia tak mampu kubendung lagi. Lalu do’a penuh syukur terucapkan kehadirat Illahi, atas Karunia-Nya yang tiada ternilai.
Bayi-bayi mungil yang terlahir dari rahimku, yang telah  kunantikan sekian lama,  kutemani hari-harinya dengan alunan ayat suci Al-Qur’an serta senandung kerinduan dan kasih sayang seorang Ibu, akan segera memulai kehidupannya. Lantunan do’a dan ungkapan rasa syukur aku ungkapkan dalam acara Aqiqah,memberinya nama yang bagus dan indah,serta do’a dan harapan agar kelak anak-anakku tumbuh menjadi manusia  yang Beriman, Bertakwa, cerdas, dan Berahlakul karimah.
Seorang Ibu, dengan segala kasih dan sayangnya, merawat, mendidik, dan membesarkan anak-anaknya penuh dengan  keikhlasan. Alunan do’a-do’a terbaik, senantiasa dilantunkan kala usai melaksanakan kewajiban sholat. Di hari-hari istimewa, rangkaian do’a yang dilantunkan lebih terdengar istimewa. Memohon kesehatan, kebaikan dunia-akhirat, kecerdasan, dan kecukupan. Juga memohon perlindungan dari segala godaan syaitan, dari segala marabahaya, dan bencana.
ASI ekslusif untuk 6 bulan pertama kehidupannya, adalah hak preogatif anak yang harus aku tunaikan dengan baik, penuh keikhlasan, dan kesadaran. Itu adalah bekal awal mereka dalam memperkuat daya tahan tubuh,kecukupan asupan, dan kecerdasannya. Selepas enam bulan, barulah aku memberinya tambahan makanan pendamping. Aku membuatkannya dengan sangat hati-hati,khawatir makanan yang kubuat akan melukai anak-anakku. Bahan makanan terbaik yang aku pilih meskipun bukan bahan-bahan mahal, lalu kumasak dan olah sendiri, dan kusuapkan langsung kepada anak-anak dengan penuh kesabaran dan cinta kasih. Menyuapi anak-anak, memandikan, memakaikan pakaian, menyisirkan rambutnya, memakaikan sepatu, memberinya kecupan dan pelukan hangat, kemudian mengajaknya bermain bersama atau sekedar jalan-jalan di halaman adalah rutinitas biasa namun selalu istimewa di hatiku.
Kala mencuci pakaian, melihat pakaian anak-anakku yang telah berubah ukuran, atau melihat pakaian kesukaan mereka, akan melayangkan fikiranku pada masa ketika anak-anak mengenakannya. Kembali terjalin ikatan batin yang kuat pada rutinitas biasa, dan mencuci pakaian menjadi bersemangat dan penuh cinta.
Kala anak-anak sakit, aku tidak akan bisa merasa tenang. Makan tak kuasa, tidurpun tak bisa, seakan ikut sakit seluruh tubuhku. Tapi aku harus kuat dan tegar, aku harus bisa melawan rasa lemah itu karena anak-anak membutuhkanku. Sepanjang anakku terjaga aku berusaha berada di sisinya, memberikan setiap apa yang anakku minta, menemaninya dengan kasih sayang dan pelukan penuh cinta, menjaganya dengan penuh keikhlasan, sementara mulut tak henti-hentinya mengucap do’a demi kesembuhan anakku.
Ketika anak-anakku sudah mulai memasuki usia sekolah, aku akan berusaha keras memilihkan sekolah yang  berkualitas terutama dalam bidang agama Islamnya. Dan selalu siap siaga jika aku diminta mengantar-jemput mereka. Terkadang akupun harus menunggui mereka di sekolah, dan meninggalkan beragam pekerjaan rumah yang belum sempat terselesaikan. Sambil menunggu anak-anak,biasanya aku duduk – duduk di bangku halaman sekolah, atau mengobrol dengan ibu-ibu lainnya. Dan sesekali, aku perlu melongok ke dalam kelas untuk melambaikan tangan atau memberikan senyuman penyemangat.
Saat anak-anak berhasil melalui ujian di sekolahnya dengan nilai yang nyaris sempurna, tak ada hadiah istimewa yang bisa aku berikan selain dekapan dan kecupan serta ucapan terima kasih. 
Ada satu anakku yang sering mendapatkan nilai jauh dari harapan, guru kelasnya pernah memanggilku untuk membicarakan hal itu. Meski saat itu ada rasa malu,  itu tidak akan mengubah semuanya.  Anakku memiliki kemampuan yang berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain dalam mengikuti pelajaran di sekolah.  Aku dan suami mencari sisi lain dari dirinya, ternyata anak kami yang satu ini senang melihat binatang peliharaan orang. Setelah ketemu apa yang tersembunyi dari dirinya, kami  mencarikannya sepasang ayam kampung.  Benar seperti dugaan kami waktu itu, anakku yang satu ini pandai merawat binatang peliharaannya.  Dalam satu tahun, ayam-ayamnya sudah berjumlah tiga kali lipat.  Sekarang anakku punya keinginan untuk memiliki sepasang kambing, tapi itu belum kami kabulkan, karena memelihara kambing akan butuh lebih banyak waktu dan tenaga. 
Suatu ketika, kala anak-anak mengalami kekecewaan atau hambatan dalam berinteraksi dengan kawan-kawannya di sekolah,sebagai Ibu, aku harus selalu ada dan siap menjadi pendengar setia. Tak lupa memberinya sedikit nasehat dengan gaya bahasa anak-anak seusia mereka. Ya, seorang Ibu adalah  teman sekaligus sahabat buat anak-anaknya. Siapa lagi teman dan sahabat terdekat mereka kalau bukan kita, Ibunya?
Ada kegiatan rutin yang sangat disukai kelima anakku, yaitu acara tidur bersama di lantai atas. Sambil memandangi langit yang cerah berhiasakan taburan bintang-bintang nan indah, anak-anak akan memintaku bercerita, ”Ibu…...,tolong ceritakan lagi masa kecil ibu,saat ibu berusia 5 tahun sampai Ibu selesai kuliah…...”. Cerita yang kerap kuulang-ulang namun tak pernah membuat mereka merasa bosan. Pernah suatu ketika aku percepat ceritanya, namun ternyata anak-anak tahu, ada bagian yang terlewatkan. Setelah selesai bercerita, biasanya kutanyakan siapa yang ingin bercerita selanjutnya. 
Masa-masa menjelang tidur adalah masanya berbagi cerita dengan tak lupa diselingi beberapa nasehat. Lewat cerita aku berusaha mengatakan kepada anak-anak  untuk senantiasa bersyukur atas  segala Karunia dan Nikamat yang telah Allah SWT. beri. Mengatakan,bahwa kegagalan bukanlah ahir dari segalanya.  Kegagalan adalah jalan lain menuju keberhasilan.  Jadi,jangan takut gagal,berjuanglah,dan kalaupun kegagalan itu datang harus kita ikhlaskan. Kita bisa mencobanya kembali dilain kesempatan. Dan biasakan untuk selalu berdo’a,terlepas dari terkabul atau tidaknya do’a kita. Karena dalam do’a ada pengharapan,kerelaan,kesabaran, dan baik sangka. Karena do’a adalah ramuan mujarab yang tak lekang oleh waktu dan takkan tergilas oleh zaman.  Dan satu lagi yang selalu aku tekankan,” Sebagai manusia kita diberi Allah SWT. Akal dan hati nurani. Dengan ini,kita bisa membedakan baik dan buruk, benar atau salah, dan sebagainya. Ada Pesan dalam Al-Qur’an yang mengatakan kebaikan yang kita tanam akan kembali ke pada kita begitupun dengan kejahatan.  Kejahatan yang kita lakukan akan kembali kepada kita.Pilihan ada di tangan kita, mau berbuat baik atau berbuat jahat .....? Jadi, berhati-hatilah dalam bertingkah laku dan menentukan pilihan”.
Membaca surat-surat pendek dari Juz ‘Amma adalah kebiasaan lain yang aku lakukan sebagai pengantar tidur di dalam kamar anak-anak. Sambil membaca, aku juga bisa belajar untuk menghafalkannya. Jika bacaan Juz ‘Amma belum bisa mengantarkan anak-anakku tidur, aku masih punya jurus pamungkas, yaitu nyanyian pengantar tidur. Nyanyian yang syairnya kukarang sendiri, di sesuaikan dengan  nama masing-masing anak-anakku. Biasanya sambil bernyanyi,kuelus-elus punggung anakku satu per satu. Dan setelah beberapa kali diulang, anak-anakpun telah tertidur lelap.  Sebelum meninggalkan kamar, kukecup kening anakku satu persatu sambil kukatakan pada mereka:“maafkan Ibu, jika ibu membuat kalian sedih dan kecewa.Ibu sayang adik/kakak/mbak/ayuk…....”.
Perjalanan panjang seorang Ibu   Takkan pernah usai, masih akan terus berlanjut sampai ajal datang menjemput. Do’a,perhatian,kasih sayang, dan segala yang diberikan untuk anak-anak adalah ladang amal sholeh buat seorang ibu. Seorang ibu tidak mengharapkan imbalan apapun dari anak-anaknya, begitu pula aku. Aku hanya berharap kelak anak-anakku tumbuh menjadi manusia-manusia unggul yang berkualitas baik, jasmani-ruhani dan material-spiritualnya. Menjadi manusia-manusia yang “IMTAK & CERAH”. Yaitu manusia yang BerIMan, BerTAKwa, CERdas, dan Berahlakul karimAH.   Di manapun mereka berada, mereka akan dengan mudah beradaptasi dan menjalani hari-harinya tanpa harus kehilangan jati diri. Menjadi manusia unggul dan utama, manusia yang bermartabat dan bermanfaat. Seperti sebuah hadist ,” Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat….............”. Aamiin.