Aku, Istriku dan Calon Pemimpin Kecil

Oleh Taufik Hikmawan Yudistira 11 Oct 2013

“Moral suatu bangsa ditentukan oleh moral yang terbentuk dalam kehidupan keluarga.”

Lahirnya pemimpin bangsa yang berkarakter tidak terlepas bagaimana masyarakatnya “mendesain” kehidupan dalam rumah tangganya. Setiap orang tua mempunyai hak dan kewajiban yang mutlak untuk merancang kepribadian sang anak. Merancang kepribadian sang anak bukanlah hal yang tidak mungkin dilakukan oleh orang tua. Pola asuh dan perlakuan yang tepat membentuk anak menjadi pribadi yang baik. Oleh karena itu sangatlah tepat bahwa moral suatu bangsa ditentukan oleh moral yang terbentuk dalam kehidupan keluarga.

Ahli psikologi Sigmun Freud mengatakan bahwa kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini (anak) akan membentuk pribadi yang bermasalah pada masa dewasanya kelak. Hal inilah yang menjadi permasalahan di beberapa periode waktu belakangan. Perilaku anak menjelang remaja dan dewasa yang suka dengan tawuran, memakai narkoba, premanisme dan sebagainya merupakan suatu cerminan adanya kesalahan pola asuh dan kegagalan dalam menanamkan kepribadian yang baik di masa kecilnya. Oleh karena itu, peranan orang tua merupakan komponen pertama dan utama dalam menghindari perilaku negatif sebagai bentuk cerminan kegagalan dalam penanaman kepribadian yang baik.

Kepribadian yang Baik Terangkum dalam Sikap Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu bentuk seni dalam mengelola, mengatur, dan memengaruhi orang lain untuk mengerjakan sesuatu yang dianggap berguna bagi kebaikan semua orang. Untuk itulah, mempunyai karakter seorang pemimpin yang bisa mengelola, mengatur dan memengaruhi orang dibutuhkan karakter-karakter kepribadian yang baik dan mendasar.

Apa sajakah karakter kepribadian yang baik yang semestinya dimiliki oleh seorang pemimpin? Tentu pertanyaan tersebut tidak akan dibahas dalam satu artikel ini. Tetapi yang perlu disadari bahwa semua kepribadian baik (yang semestinya kita sudah tahu secara umum), misalkan percaya diri, terbuka dengan saran, kerja keras, pemberi teladan, jujur, dan sebagainya merupakan hal-hal dasar yang menjadi karakter bagi seorang pemimpin.

Saya contohkan beberapa hal yang semestinya dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik pada buku Choice Theory karangan William Glasser, yaitu pemberi teladan, mengarahkan, jujur dan terbuka, toleransi, percaya terhadap timnya, perhatian dan baik dalam berkomunikasi, ramah, dan memperdulikan tim dan orang sekitar. Beberapa hal yang diungkapkan oleh Glasser merupakan hal-hal yang sangat mendasar yang tentunya hal tersebut  bisa menjadi pondasi dasar bagi perkembangan kepribadian sang anak terutama dalam menyiapkannya untuk menjadi pemimpin.

Untuk itulah, kepemimpinan mempunyai daya dan kekuatan yang bersumber dari karakter-karakter yang baik dalam diri sang anak. Tentu karakter tersebut harus dicontohkan, dan diberikan secara konsisten oleh orang tua agar kepribadian-kepribadian yang baik tersebut menjadi bekal bagi perkembangan kepemimpinan sang anak.

Ayah atau Ibukah yang Berpengaruh?

Ketika pertanyaan tersebut saya lemparkan kepada Anda, siapakah yang lebih berpengaruh terhadap perkembangan anak, khsususnya dalam menyiapkan kepemimpinan sang anak? Saya yakin hampir semua dari Anda akan menjawab bahwa keduanya (Ayah dan Ibu) mempunyai pengaruh yang sama pentingnya. Jawaban Anda memang tidak salah, akan tetapi menurut saya, peran Ibu jauh lebih besar dalam menyiapkan si kecil menjadi pemimpin. Mengapa demikian?

Alasan pertama, seorang ibu mempunyai tanggung jawab dalam mengelola kehidupan rumah tangganya. Berbeda hal dengan peran ayah sebagai penanggung jawab keluarga. Artinya adalah semua pengelolaan, pengaturan dan semua hal yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga menjadi tanggung jawab seorang ibu termasuk dalam mengawal perkembangan keribadian anak. Artinya peran seorang ibu menjadi sangat penting dan terdepan terkait dengan perkembangan kepemimpinan seorang anak.

Hal ini sangat logis, karena seorang ibu jauh lebih dekat ikatan emosional (batin) terhadap seorang anak. Selain itu, intensitas pertemuan seorang ibu jauh lebih sering daripada seorang ayah saat masa perkembangan si kecil karena seorang ibu hampir setiap waktu berada di dekat sang anak sedangkan ayah tentu mempunyai kewajiban untuk mencari nafkah. Oleh karena itulah seorang ibu mempunyai kelebihan dalam segi waktu, intensitas pertemuan dan ikatan emosional yang lebih baik untuk mempersiapkan seorang anak menjadi seorang yang berkepribadian dan berkarakter baik terutama dalam hal kepemimpinan.

Alasan kedua adalah  ada sebuah ungkapan bahwa seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Betapa tidak, sejak ruh ditiupkan dalam kandungan, seorang bayi mampu menangkap isyarat-isyarat berupa rangsangan-rangsangan yang diberikan oleh sang ibu. Tak sedikit yang mengatakan bahwa ketika seorang ibu memberikan rangsangan, sang bayi pun memberikan respon dengan tendangan-tendangan kecil. Ini menunjukkan adanya proses interaksi antara keduanya mengenai hal-hal yang memang diketahui oleh keduanya.

Selain itu, seringkali pula kita melihat ketika seseorang mencoba berkomunikasi dengan seorang anak terlihat kesulitan memahami maksud seorang anak. Tetapi bagi seorang ibu, dapat dengan mudah untuk mengetahui permintaan sang anak. Inilah bentuk interaksi dan proses belajar seorang anak dari sang ibu sehingga tercipta saling kepahaman diantara keduanya.

Untuk itulah, karena seorang ibu mempunyai peran yang begitu penting, seorang ibu tentu harus mempersiapkan dan membekali dirinya dengan berbagai berbagai ilmu kehidupan agar sang anak belajar dari orang yang tepat. Seorang ibu sudah semestinya meningkatkan kualitas pribadinya guna membimbing sang anak menjadi pribadi yang baik.

Aku, Istriku dan Calon Pemimpin Kecil

 

Saat ini usia kandungan istriku sudah memasuki bulan kelima. Artinya pada saat ini sudah terdapat ruh yang ada pada janin yang ada dikandungan istriku. Hal ini dibuktikan dengan sedikit tendangan yang terasa oleh istriku pada beberapa waktu lalu. Walaupun tidak terlalu jelas tetapi istriku meyakini bahwa itu adalah tendangan pertama dalam kandungan istriku. Pastinya kami sangat senang karena akhirnya bayi dalam kandungan kami untuk pertama kali menyapa kami berdua. Dan, ini menjadi start awal bagi kami untuk mempersiapkan anak kami menjadi anak yang berkepribadian dan berkarakter kuat.

Hal itulah yang juga diamini oleh istriku. Ketika aku bertanya, “Mey, kau ingin anak kita nanti menjadi seperti apa ketika besar?” Istriku pun menjawab, “Tidak perlu sama dengan orang tuanya, yang terpenting dia mempunyai kepribadian yang baik dan berguna bagi siapapun yang membutuhkan bantuannya baik diminta maupun tidak.”  Dan, akupun siap untuk membimbingnya agar menjadi orang yang baik.” Lega mendengar apa yang diucapkan istriku. Aku pun mengamini apa yang diucapkan oleh istriku, dan  bertekad akan menjadi partner yang terbaik dalam mempersiapkan calon anak kami. Doakan ya! Terima kasih untuk semuanya. Semoga saya, istri serta Anda semua menjadi orang tua yang mampu membimbing dan mempersiapkan si kecil menjadi pemimpin masa depan, terutama menjadi pemimpin negeri tercinta Indonesia agar menjadi lebih baik di suatu masa yang akan datang.