Aku ‘Korbankan’ Masa Depanku Untuk Masa Depan Anakku

Oleh Miftahul Jannah 16 Oct 2013

     Aku adalah seorang ibu dengan satu orang anak, namun di dalam keluarga aku merupakan anak pertama dari kedua orangtuaku dengan dua orang adik.

Sebagai anak pertama dari kedua orangtuaku, besar harapan pada diriku untuk bekerja sesuai strata (S1) pendidikan yang telah aku tempuh dibangku perkuliahan.

     Awalnya aku bekerja sebagai tenaga pengajar di sekolah Menengah Pertama dan juga sempat menjadi tim pengajar disalah satu Bimbingan Belajar yang cukup terkemuka di Palembang.

Meski aku tengah hamil tak menyurutkan semangatku untuk bekerja demi membanggakan orangtuaku. Namun meski disibukkan dengan rutinitas dalam bekerja, aku tak pernah sedikitpun melupakan kesehatan janinku.

Sebagai calon ibu tentunya aku sangat memperhatikan kesehatan janin di dalam rahimku. Mulai dari rutin memeriksakan kandungan ke bidan, kedokter spesialis kandungan, mengonsumsi vitamin dari dokter spesialis kandungan, istirahat yang cukup, rutin mengikuti senam ibu hamil, mengonsumsi susu ibu hamil yang sebenarnya aku tidak suka, dan banyak sekali yang aku lakukan demi buah hatiku yang terkadang banyak juga tak aku suka tapi tetap aku lakukan untuk menyiapkan buah hati kami yang sehat, dengan tumbuhkembang yang baik dan memiliki kecerdasan sehingga akan tumbuh menjadi generasi bangsa yang berkualitas.

     Setelah buah hati kami lahir, kami beri nama Muhammad Arkhan Anugrah. Setelah Arkhan lahir, aku cuti selama dua bulan dari dua tempat bekerjaku. Suamiku yang pekerjaan kesehariannya kerapkali bersingungan dengan kesehatan bayi dan anak, sadar benar manfaaat ASI bagi bayi.

Oleh sebab itulah, sejak anak kami lahir, suamiku tak mengizinkan buah hati kami sedikitpun merasakan susu formula selama memang aku masih sangup memberikan ASI Ekslusif. Dimatanya ASI tak ada pengantinya dan akan membantu dalam mencerdaskan perkembangan otak anak kami dan kelak akan dapat tumbuh menjadi anak yang cerdas dan siap untuk menghadapi masa depan yang tentunya jauh lebih maju dari era kami saat ini.

Bahkan karena pentingnya ASI bagi kesehatan dan perkembangan bayi, suamiku mengatakan pemerintah mewajibkan memberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan sejak anaknya lahir.

Kewajiban untuk memberikan ASI Eksklusif bahkan tercantum pada pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif yang ditetapkan pada 1 Maret 2012. Bunyinya adalah “Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya”.

Enam bulan menjadi jangka minimum sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menyarankan ibu menyusui bayinya selama 6 bulan penuh untuk menghindari alergi dan menjamin kesehatan bayi yang optimal serta membantu mencerdaskan anak. Inilah nasihat yang selalu disampaikannya suamiku kepadaku saat anak kami baru lahir.

Meskipun kami sama-sama mengetahui bila pemberian ASI sendiri sebenarnya dapat lewat pompa akan tetapi aku sadar benar pulukkan seorang ibu akan membuat buah hati kami jauh lebih nyaman secara psikologis.

Pentingnya ASI Ekslusif selama enam bulan dan bayiku yang sangat membutuhkan kasih sayangku sebagai ibunya. Sementara cuti yang aku dapat hanya dua bulan, mengantarkan aku pada keputusan pahit untuk melepas masa depan dan karierku selama ini untuk masa depan yang lebih baik buat buah hati kami kelak.

Namun aku akui keputusan ini tak mudah aku ambil karena aku paham sekali akan ada perasaan kecewa dari kedua orangtuaku, nenek dari anak kami.

Akan tetapi, aku terus berkata pada diriku sendiri, ‘aku tak lagi sebagai anak dari ibu dan ayahku, tapi kini aku juga sebagai orangtua dari anakku, aku bertanggungjawab atas kesehatan, pertumbuhannya dan masa depannya kelak’. Sebagai orangtua tentu harapanku sama seperti orangtuaku, nenek dari anakku yakni melihat masa depan buah hati kami jauh lebih cerah dari orangtuanya. Dengan beberapa penjelasan ibuku atau nenek dari anakku dapat memahami keputusan kami, bahkan secara kasih sayang ibuku tak kalah sayang dengan kami sebagai orangtuanya karena Arkhan cucu pertama dalam keluarga.

Kini usia anak kami telah 1,3 bulan, diusianya satu tahun aku mulai kembali menjajaki karier dan memulainya dari awal. Akan tetapi meski demikian, aku tetap coba membagi waktu buat anakku, dan suamiku. Aku pilih bekerja di salah satu Bimbingan Belajar karena memang pekerjaan ini tak terlalu menyita waktuku sebagai seorang ibu dan juga sebagai seorang istri.

Buah hatiku akan tetap terjamin tak akan kekurangan kasih sayang dari ibunya, pekerjaan sebagai seorang istripun tetap dapat kuemban sebagai kodrat dalam hidup kaum hawa.