Di Balik Anak yang Hebat selalu ada Ibu yang Hebat

Oleh suryono brandoi siringo-ringo 18 Oct 2013

Penyair Kahlil Gibran dengan syairnya yang cukup terkenal, yang mengisahkan ada seorang wanita mendekap anak-anaknya. Wanita itu berkata, “Putramu bukanlah putramu, mereka adalah putra-putri kehidupan yang mendambakan hidup mereka sendiri, mereka datang melalui kamu, tapi tidak dari kamu, dan sungguhpun bersamamu, mereka bukan milikmu.” Syair tersebut dilanjutkan, “Engkau adalah busur dari mana, bagaimana anak kehidupan putra putrimu melesat ke masa depan.“

Melalui syairnya ini, Kahlil Gibran bermaksud mengatakan agar orang tua sebaiknya harus mengerti bahwa mendidik anak bukan berarti memaksakan kehendaknya pada anak, bukan juga berarti memaksakan kejiwaanya untuk mengikuti seperti orang tua. Karena jiwa atau bakat setiap orang belum tentu sama. Semisal orang tua yang seorang berjiwa seni belum tentu anaknya juga mempunyai jiwa atau bakat seni, karena bisa jadi bakat anak ada di bidang lain seperti olahraga, menulis, dan lainnya.

Peran Ibu untuk si Pemimpin Kecil

Perempuan sebuah kata yang memiliki makna yang sangat dalam. Ketika seorang perempuan menikah, lalu mempunyai seorang anak maka perempuan tersebut bermetamorfosis menjadi seorang ibu. Di Jepang jabatan seorang ibu sangatlah mulia. Banyak wanita-wanita Jepang yang lebih memilih mengundurkan diri dari karir profesionalnya ketika mempunyai seorang anak. Mereka merasa lebih bahagia, tersanjung dan mulia dengan jabatan dan tugasnya sebagai seorang ibu. Para wanita Jepang menganggap bahwa mendidik seorang anak sama profesionalnya dengan para wanita pekerja.

Karenanya, membahas peran Ibu untuk si Pemimpin Kecil bagaikan tarikan nafas kita. Apa yang kita rasakan ketika kita berhenti menarik nafas? Disadari atau tidak menarik nafas terus menerus kita lakukan dalam keadaan dan kondisi apapun. Kita tidak pernah bisa menahan nafas dalam waktu yang lama bukan? Begitu pun peran seorang ibu terhadap anaknya, berlangsung secara terus menerus dan tidak pernah berhenti hingga ajal menjemput. Banyak para ahli yang berpendapat bahwa kedekatan fisik dan emosional seorang ibu pada anaknya merupakan salah satu aspek penting keberhasilan pendidikan.

Pakar psikologi anak, Kak Seto, juga menyatakan bahwa usia balita merupakan masa-masa sangat penting bagi perkembangan potensi anak. Perkembangan potensi anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, karena anak dengan cepat menirukan dan belajar dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Pemikiran ini memang ada benarnya. Lingkungan pertama yang ditemui anak adalah keluarga. Dari keluarga lah karakter mereka mulai terbentuk. Dan dari keluarga juga lah mereka akan belajar. Semua itu tergantung bagaimana orang tua mendidik karakter anak menjadi lebih baik. Di sinilah peran ibu sangat amat penting terhadap pendidikan anak, ia menjadi seorang A, B atau C adalah karena orang tuanya. Karena itu sudah bukan rahasia lagi, jika dibalik anak yang hebat selalu ada ibu yang hebat.

Maka dari itu untuk membentuk karakter yang handal dibutuhkan peran seseorang yang dekat dengannya. Itulah peran ibu dalam membentuk karakter anak. Ibu adalah orang yang sangat dekat dengan sang anak. Dari kecil sang anak sudah diasuh oleh sang ibu. Jika ibu sering melihatkan perbuatan baik kepada anaknya secara tak sengaja sang anak akan merekam apa yang dilihatnya. Misalnya setiap diberikan sesuatu oleh orang lain sang ibu mengucapkan terima kasih. Dalam waktu yang relatif sang anak akan meniru apa yang diucapkan ibunya. Begitu pula sebaliknya. Jika anak dihadapkan dengan kata-kata kasar maka lambat laun mereka akan ikut mencontohnya.

Anak dengan otak yang masih sangat berfungsi membutuhkan asupan yang sehat dari keluarganya. Misalnya anak yang berumur balita hendaknya lebih sering di ajak mengerjakan sesuatu yang bermanfaat dibanding harus menatap televisi. Hal ini akan berdampak pada kecerdasannya. Seperti yang di ketahui televisi lebih banyak mengandung hiburan dibanding pendidikannya. Alangkah lebih baik jika sang ibu mengajak anaknya bermain yang bisa mengasah kemampuan otaknya. Ini juga salah satu upaya ibu dalam membentuk karakter sang anak menjadi lebih baik.

Jika ibu mempunyai perilaku baik hendaknya sang anak harus lebih baik dari ibunya. Namun jika sang ibu mempunyai perilaku yang kurang baik hendaknya sang anak mampu menutupi kekurangan ibunya dengan memiliki karakter yang dapat menyenangkan orang lain. Jadi dibalik kebaikan dan kejahatan yang dilakukan seseorang semua itu tak luput dari peran ibu yang mendidik mereka. Ibu yang dapat membuat anaknya selalu berbuat kebajikan, sopan santun serta ramah kepada orang lain adalah ibu yang dikatakan berhasil. Berhasil dalam mendidik dan mengasuh sang anak. Ibu yang berhasil memberi pendidikan karakter dan mencontohkan perbuatan baik kepada sang anak. Semua ibu pasti menginginkan anaknya berhasil dalam karir dan berhasil dalam kategori karakter. Pintar dari segi intelektual dan hebat dalam segi emosional.

Akhir kata, Seperti dalam sebuah ungkapan bahwa mendidik anak kecil ibarat menulis di atas batu yang akan terus berbekas sampai usia tua. Sedangkan mendidik orang dewasa ibarat menulis di atas air yang akan cepat sirna dan tidak berbekas. Membiasakan mendidik anak sejak kecil dapat membuahkan hasil yang terbaik. Sebaliknya membiasakannya ketika dewasa sangat sulit, seperti dalam sebuah perumpamaan bahwa mendidik anak seperti sebatang dahan, ia akan lurus bila diluruskan. Dahan itu tidak akan bengkok meskipun sudah menjadi sebatang kayu.

Begitu halnya, Peran ibu untuk si Pemimpin Kecil, sangatlah vital. Tidak hanya mengasuh dan membesarkan anaknya. Mempersiapkan kemandirian untuk mental si anak juga sangat perlu. Kasih sayang adalah kunci segala-galanya. Dengan begitu, impian orang tua melihat buah hatinya tumbuh menjadi pribadi  yang baik, cerdas dan berkualitas yang akan menjadi pemimpin di masa depan menjadi sebuah kenyataan.