Grand Design for My Children

Oleh Nurul Fauziah 20 Oct 2013

Anakmu bukanlah milikmu. Mereka adalah putra-putri Sang Hidup, yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka lahir lewat engkau, tapi bukan dari engkau. Mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu…

-Kahlil Gibran-

Saya membaca potongan sajak Kahlil Gibran di atas saat duduk di Aliyah, awalnya saya kurang memaknai, tapi seiring berjalannya waktu, ditambah dengan kesibukan yang ada, saya semakin menyadari bahwa diri saya bukan semata milik orangtua saya saja. Secara tidak sadar, orangtua kita semakin menua, sedangkan kita sebagai anak semakin tumbuh dewasa.

Anak, semua kita pernah melewati fase tersebut, fase menjadi anak, namun apakah semua orangtua mengenal anaknya? Belum tentu. Anak adalah layaknya kita, orang dewasa, orangtua, ada dua hal yang secara seimbang harus dipenuhi, fisik dan batin atau dalam istilah psikologi perkembangan disebut fisiologi dan psikologi.

Umumnya, orangtua kini, hanya memperhatikan aspek fisik saja dan aspek psikologi, batin atau jiwa anak, kadang praktis terabaikan, karena memang bersifat abstrak.

Berawal dari Pengalaman

Pengalaman memang guru yang paling bijak, mengajarkan agar kita terus memikirkan, apa ya hikmah dari ini semua?

Pengalaman dan memori saat kanak-kanak, serta cukup memperhatikan pola asuh orangtua dalam mendidik saya dan juga pengalaman belajar saat menjadi pengasuh anak semasa kuliah walau selama 10 hari, sekarang ditambah pengalaman mengajar anak di sekolah dasar, membuat saya berpikir dan berencana merancang desain atau cetak biru untuk kebutuhan materi dan jiwa anak saya kelak.

Sebuah Peta Rancangan  untuk Membentuk si Pemimpin Kecil

Cita-cita memiliki anak berjiwa pemimpin sejak dini, diawali dari saya sendiri untuk memilih ayah dari anak-anak saya kelak. Saya akan pantas mendapat pria baik jika saya juga memantaskan diri untuk menjadi yang terbaik buat pasangan saya kelak begitupun untuk anak-anak saya nantinya.

Maka saya akan mulai, dengan langkah pertama, Luruskan Paradigma

Pemimpin, orang yang memimpin, paling tidak ia bisa memimpin dirinya sendiri, dan untuk mendidik pemimpin, adalah hal serius, untuk itu saya mensugesti diri saya, untuk serius juga menjadi orangtua, menjadi ibu yang professional.

Langkah kedua, Kuasai Ilmu

Sekilas menjadi orangtua, tak ada ilmunya, ternyata untuk melahirkan dan mendidik seorang pemimpin tidak bisa tanpa ilmu, saya tidak mau merugi diawal-awal perkembangan anak saya, wajar bila lelah, jam tidur kurang, dan kesenangan pribadi lainnya, sebab, bila saya menyia-nyiakan waktu diawal-awal perkembangan anak saya sampai ia baligh/dewasa, maka bersiap-siaplah saya untuk berlelah ria, disisa hidup saya untuk mendewasakan anak saya.

Adalah dibutuhkan waktu tiga bulan untuk menguasai pelajaran matematika dasar, tapi butuh waktu 15 tahun untuk menanamkan perilaku baik/akhlak baik pada anak. Nah, bila tidak sejak dini, lalu hendak menjadi apa bangsa kita apa di masa depan, bila pemimpinnya berpendidikan tinggi, pintar, tapi tak berakhlak? Strong from home, it’s a must, Mom.  

httpswwwgoodreadscombookshow3254941-mengapa-anak-saya-suka-melawan-dan-susah-diatur

Saya pun mulai membaca buku-buku tentang kehamilan, nutrisi yang harus dipenuhi saat hamil, ilmu melahirkan, merawat anak, dan ilmu parenting.

Hari ini, sudah banyak buku tentang parenting, seminar dan training juga sudah banyak, rekomendasi buku juga sudah ramai, seperti buku Ayah Edy, 37 Kebiasaan Buruk Orangtua, dan koleksi buku parenting yang ditulis Munif Chatib layak Anda baca, selain itu tutorial mengasuh dan mendidik anak ala Nanny 911, telah terbit juga bukunya.

Langkah ketiga, Kenali Siapa Anak Kita?

munifchatibwordpresscom

Bahkan sejak seribu abad yang lalu, Rasulullah SAW telah memiliki konsep luar biasa dalam mendidik anak, dan konsep itulah yang akan saya dan suami terapkan, kelak. Konsep tersebut yaitu biarkanlah anak-anak kalian bermain dalam tujuh tahun pertama, kemudian didik dan bimbing mereka pada tujuh tahun kedua dan tujuh tahun berikutnya jadikan mereka dalam musyawarah.

Oleh Munif Chatib pakar pendidikan dan parenting, konsep tersebut disederhanakan menjadi statusisasi (lah istilah ini, jadi teringat seseorang :D) . Menurut Munif Chatib, anak kita memiliki tiga status penting:

  1. Raja, status ini adalah status yang paling tinggi dari seorang anak, dimulai dari usia 0-7 tahun. Yang namanya Raja, berarti orangtua harus melayani dan menghormati, dalam merawat raja, maka orangtua tidak boleh memerintah, membentak apalagi memukul. Status Raja ini adalah masa golden age anak, anak punya hak bermain.
  2. Pembantu, dari raja ke pembantu, lumayan jauh peralihan statusnya, tapi di usia 7-14 tahun inilah, anak punya hak untuk dibimbing dan dididik oleh orangtuanya
  3. Wazir,pada tujuh tahun ketiga ini, anak mengalami kenaikan status, wazir atau menteri, , distatus ini anak berhak dilibatkan dalam musyawarah keluarga dan berhak bersama menjalankan tugas dan kerjasama.

Selain itu, pelajari juga karakter anak kita, dan bagaimana menghadapinya. Buang jauh pemikiran bahwa saat yang tepat untuk membaca buku tentang mengasuh anak dan mendidik anak adalah saat kita telah memiliki anak, saya tidak yakin bila saya telah memiliki anak, saya akan punya waktu intensif membaca semua buku tersebut, yang ada malah anak saya terabaikan hehehe

Langkah keempat, Rancang Pendidikan Anak

Satu hal, prinsip saya dalam mendidik anak, imajinasi tidak ada batasnya tapi untuk perilaku pasti ada aturan dan batasnya. Maka, sejak kecil, anak saya akan saya ajarkan pentingnya mandiri, meminta maaf, mengucapkan terimakasih, membuang sampah pada tempatnya, empati, disiplin, semuanya, dan itu dari hal sederhana.

Sejak Anda telah mengetahui ada makhluk luarbiasa yang hidup bersama Anda, sejak itulah Anda menanamkan pendidikan pada anak. Saya hendak menjadikan anak saya cinta Al Qur’an, maka sejak ia didalam rahim saya akan memperdengarkan ia bacaan Al Qur’an saya, selama saya hamil, selama itu pula saya akan kembali mengulang bacaan Qur’an saya.

Karena saya hobi menulis, maka sejak masa kehamilan sampai melahirkan sampai anak saya mampu menuliskan diarinya sendiri, maka saya akan terus menulis tentang anak saya. Masa lalu tidak bisa diubah, tapi bila saya menulis, saya tahu kapan saya harus memanggil ingatan saya saat masa-masa hamil dahulu, melahirkan dan merawat si pemimpin kecil sampai ia dewasa.

Lalu, saya akan mendidik anak saya cinta ilmu, maka, saya akan mengenalinya buku dan membacakan kisah-kisah Rasulullah  SAW dan sahabat, kisah para Nabi, karena, orangtua tidak bisa selamanya terus hidup mendampingi anak untuk mengajarkan akhlak, tapi dengan cerita penuh hikmah, anak akan belajar mencernanya dan berimajinasi dengan caranya.

Tentang cita-cita, saya akan membebaskan anak saya hendak menjadi apa, saya hanya menyiapkan jalan mereka untuk meraih cita. Saya akan focus pada bakat anak, hingga ia ahli dibidang yang ia senangi, sehingga someday, dengan keahliannya itu ia akan dibutuhkan banyak orang, bermanfaat bagi semua.

Saya akan menghindari sekolah yang hanya mengutamakan nilai kognitif saja, tapi saya akan pilihkan sekolah untuk anak saya yang menilai semua aspek yakni kognitif, afektif dan psikomotorik.

 Hah, jadi gak sabar ingin punya anak ( HEHE) tapi mesti nikah dulu deh, ^_^

Semoga bermanfaat, sekali lagi, mendidik si Pemimpin Kecil bukan coba-coba.

Referensi:

Chatib, Munif, Orangtuanya Manusia, Bandung, Kaifa, 2012
Edy, Ayah, Mengapa Anak Saya Suka Melawan dan Susah Diatur?: 37 Kebiasaan Buruk Orangtua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak, 2008

#LombaBlogNUB