Ibu vs. Asisten Rumah Tangga

Oleh Vina Alvita 21 Oct 2013

Marvina Annora Sitorus (Avi), anak pertama saya yang saat ini sudah berumur 2 tahun 3 bulan. Sejak hamil Avi saya memutuskan untuk tidak bekerja lagi. Saya ingin serius dalam mengurus dan mendidik Avi. Pasca melahirkan, saya mengurus semuanya sendiri tanpa bantuan dari orangtua, mertua, saudara, baby sitter apalagi asisten rumah tangga (pembantu). Kalaupun ada bantuan, hanya dari suami saya, mengingat kami merantau di pulau orang. Intinya saya ingin mendedikasikan diri saya untuk anak tercinta.

Saya dan suami memiliki usaha bersama, sejak saya melahirkan, saya tidak ikut menangani usaha tersebut karena harus mengurus Avi. Saat usia Avi genap satu tahun, kami melihat banyak ketidakberesan dalam usaha kami tersebut, jadilah saya harus ikut berkecimpung lagi mengurus usaha kami kalau tak ingin semuanya jadi berantakan. Sejak saat itu, waktu saya mulai terbagi-bagi antara mengurus anak, rumah dan urusan kerjaan. Saya mulai merasa kekurangan waktu untuk dapat menjalankan semua itu. Akhirnya pada November 2012 saya dan suami memutuskan untuk mempekerjakan seorang Asisten Rumah Tangga (ART) yang bisa membantu saya dalam mengurus rumah dan menemani Avi kalau saya sedang sibuk mengurus pekerjaan di kantor.

Ketika ada ART, memang pekerjaan kantor dan rumah jadi cepat terselesaikan dan beres semua, tapi urusan Avi jadi agak keteteran. Karena merasa sudah ada ART yang menemani Avi, saya jadi kurang menyisihkan waktu bersama Avi. Sampai akhirnya saya tersadar kalau banyak perilaku Avi yang mencontoh dari ART saya. Dari situ saya sadar jika dibiarkan terlalu lama Avi lebih sering bersama ART ketimbang bersama saya, bisa kacau perilakunya. Menyadari akan hal itu, maka saya mulai memberikan banyak waktu lagi bersama Avi. Februari 2013, ART saya resmi berhenti kerja. Itu artinya Avi kembali di bawah didikan saya lagi 100%.

Setelah saya tidak memiliki ART lagi, bersama dengan suami, saya mendidik Avi dengan sepenuh hati. Kami bahu-membahu saling membantu dalam hal mengasuh Avi dan mengurus pekerjaan kantor. Disitulah mulai terlihat berbedaan perilaku dan perkembangan Avi ketika ada ART dan ketika hanya dibawah pengasuhan orangtuanya. Avi terlihat lebih ceria, cerdas, sehat dan perilakunya menjadi lebih baik.

Waktu masih ada ART, Avi selalu diam saja jika bermain ditemani ART saya dan Avi selalu kegirangan jika saya mengajaknya bermain lagi ketika sudah menyelesaikan urusan kantor. Ketika ART sudah tidak ada lagi, Avi menjadi sangat ceria karena selalu ditemani saya atau ayahnya. Keceriaan Avi terlihat saat bermain, Avi lompat-lompat, joged-joged, tertawa dan berani mencoba segala jenis permainan kalau Avi kami ajak ke tempat bermain anak-anak.

Dalam hal kecerdasan, jelas sekali perbedaannya. Setelah Avi kembali dalam pengasuhan saya 100%, Avi kembali mau mengeksplorasi semua mainannya, pintar bernyanyi, dan mulai mengenal beberapa kosa kata bahasa Inggris (no, sorry, elephant, horse, flower, wait, look, bye-bye, princess, one two three four five, butterfly, bird, star, head, nose). Avi juga menjadi sangat ramah dengan orang lain. Selain itu, kalau waktu masih ada ARTdulu, kadang Avi suka mukul, teriak-teriak, sekarang hal itu sudah jarang lagi dilakukannya.

Avi

Pengalaman 3 bulan memiliki ART bagi saya sudah lebih dari cukup. Pekerjaan rumah tangga memang jadi terbantu, tapi tidak dengan perkembangan dan pertumbuhan Avi. Perkembangan Avi jauh lebih pesat jika dalam asuhan saya 100%. Hal ini merupakan modal awal untuk membentuk berbagai karakter pemimpin dalam diri Avi, anak saya. Dari cerita saya diatas sangat terlihat pentingnya peran seorang ibu untuk si pemimpin kecil.

#LombaBlogNUB