Jadilah Pemimpin, Petualang Kecilku

Oleh olenkapriyadarsani 19 Sep 2013

Orangtua berperan mutlak dalam kehidupan anak di masa depan.

Kami bukan tipe orangtua yang menyekolahkan anak sejak masih usia sedini mungkin, dengan anggapan bahwa dengan belajar sejak dini anak akan menjadi yang terdepan di antara teman-temannya. Kami bukan pula tipe orangtua masa kini – yang mengajarkan Bahasa Inggris kepada anak sejak dini. Bukan karena kami tak sayang, bukan berarti kami tidak memikirkan masa depan anak.

Kami tipe orangtua yang senang mengajak anaknya berpetualang.

Oliq lahir lima hari setelah hari perkiraan lahir (HPL). Sejak dalam kandungan ia bukanlah anak yang menyusahkan orangtuanya. Sejak awal saya hamil tanpa rasa sakit, tanpa mual, tanpa morning sickness, tanpa memantang makanan apapun. Di masa kelahirannya, ia pun tidak menyusahkan ibunya. Hingga melewati HPL, tak ada rasa mulas sama sekali. Sehingga akhirnya Oliq dikeluarkan melalui operasi cesar oleh Mbah Kakung-nya, yang kebetulan seorang ginekolog.

Si Petualang Kecil
Si

Beda saat di perut beda juga setelah di luar. Setiap anak memiliki kekhususan masing-masing, memiliki kepribadian yang berbeda-beda, pun memiliki tahapan perkembangan fisik dan psikologis yang berbeda pula. Setiap anak adalah spesial. Oliq, with all the ups and downs, is also special.

Membesarkan dan mendidik anak, terutama anak pertama, merupakan tantangan bagi setiap orangtua. Anak belajar, orangtua pun harus belajar lebih banyak daripada anaknya.

Membesarkan Si Picky Eater

Saya, yang sebelumnya adalah seorang pekerja, kini menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Yang tadinya (sok-sokan) mengurusi sebuah organisasi internasional, kini bergulat dengan hal sepele yang selalu menjadi masalah seluruh ibu: Masak apa hari ini? Masak untuk Puput – papanya Oliq – sih gampang, asal ada tempe dan sambal, ia pasti berselera makan. Untuk Oliq beda lagi ceritanya.

Oliq adalah satu dari sekian banyak anak picky eater. Kami baru menyadarinya setelah ia berusia 8 bulan, makannya sangat sulit dan berat badannya juga tidak maksimal. Bagi saya, menyuapi Oliq saat-saat itu seperti berangkat ke medan perang, tidak tahu bakal kalah atau menang. Lebih sering kalah, sih. Babak belur pula. Kadang saya merasa menjadi ibu yang gagal. “Kamu tetap harus bersyukur, Oliq sehat, jarang sakit,” Puput selalu berkata, membesarkan hati saya. “Kamu tuh ibu yang baik.”

Mendekati usia 2 tahun, setelah beberapa usaha kami lakukan, acara memberi makan Oliq sudah tidak lagi begitu “menyeramkan”. Ketika dahulu permasalahannya ia tidak mau makan, kini masalahnya ia tidak bisa diam untuk disuapi. Tetap harus telaten, tapi alhamdulillah, sudah jauh lebih baik.

Anak yang sulit makan artinya sulit juga mendapat asupan gizi. Yang selalu ada di benak saya, kalau sekarang sulit makan seperti ini bagaimana perkembangannya di masa depan? Bagaimana bisa jadi pemimpin kalau kurang gizi?

 Demi perkembangan Oliq, ada beberapa hal yang kami lakukan. Pertama, yang paling penting, memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan, dan seiring dengan pemberian MPASI, ASI tetap dilanjutkan hingga 2 tahun.

Ke dua, pemberian makanan diusahakan selalu bergizi, karbohidrat, protein, dan sayuran yang seimbang. Kalaupun Oliq sedang ingin makan mi, air rebusan mi saya buang, kemudian saya ganti dengan kuah kaldu yang dicampur dengan potongan kecil sayur-sayuran.

Kebetulan kami juga sering bepergian, perkakas memasak untuk Oliq selalu jadi prioritas utama. Tidak jarang kami membawa kompor listrik dan rice cooker ke luar negeri. Tuna kaleng, abon sapi, dan bandeng presto jadi andalan ketika bepergian.

Ke tiga, pemberian susu pada Oliq. Walaupun saya harus telaten menyuapi susu dengan sendok, paling tidak si anak mendapatkan manfaat besar susu sapi. Karena itu, kemana pun kami pergi, susu harus selalu dibawa. Kebetulan saya dan Puput juga penggemar susu, walau biasanya susu kami dicampur kopi :-D .

Pemimpin Mengutamakan Agama

Untuk mendidik anak supaya kelak akan mampu menjadi pemimpin yang baik, bukan hanya masalah fisik yang harus diperhatikan. Psikologis bisa jadi lebih penting. Agama adalah tonggak yang paling kokoh untuk memastikan manusia tidak melencang dari jalur yang benar.

Sebagai muslim, upaya paling dini yang dilakukan orangtua untuk anaknya adalah senantiasa mendoakannya sejak dalam kandungan. Memperdengarkan Al Quran, bahkan ketika janin belum bergerak. Ketika lahir, Puput langsung mengadzaninya.

Mengajarkan agama sejak kecil belum tentu mudah. Papanya selalu berusaha menyetelkan bacaan ayat-ayat Quran di pagi hari. Tapi namanya juga anak 2 tahun zaman sekarang, sudah canggih dalam menggunakan gadget, seringkali aplikasi Quran di tablet dimatikannya, dan diganti dengan video-video pesawat kesukaan. Tidak kurang akal, papanya menyetelkan Quran melalui alat lain, sehingga walau sambil bermain, Oliq tetap dibiasakan mendengar ayat-ayat suci.

Ketika terdengar adzan Maghrib atau Isya – ketika Puput sudah pulang kerja – ia berangkat ke masjid. Oliq akan berkata, “Papa coyat mejid.” Saya akan menimpalinya, “Nanti kalau Oliq sudah agak besar harus ikut Papa ke masjid.”

nabawi2 blog

Saya bisa bilang Oliq anak yang beruntung. Perkenalannya dengan agama langsung ke pusatnya, ketika kami sekeluarga pergi beribadah umrah saat Oliq berusia 11 bulan. Alhamdulillah, walaupun udara begitu panas, di Tanah Suci, Oliq tidak rewel. Justru ia menikmati gelesotan di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram. Begitupun ketika digendong untuk melakukan tawwaf dan sa’i.

Kami ingin kelak ketika dewasa Oliq menjadi anak yang berguna, menjadi pemimpin bangsanya, karena itu perkenalan dengan agama harus dilaksanakan sedini mungkin.

Pemimpin Menyayangi Orangtua dan Saudara

Di rumah hanya ada mama, papa, dan Oliq. Seorang pembantu hanya datang untuk membersihkan rumah pada sore hari. Apa yang bisa saya lakukan untuk mengajarkan kasih sayang antar manusia kepadanya?

Salah satu hal paling dasar yang kami lakukan adalah memberi contoh. Puput dan saya selalu mencium, membelai, memeluk Oliq, sambil bilang, “Mama Papa sayang Oliq!” Saya dan Puput pun sering “sayang-sayangan” di depan Oliq. Kami saling memeluk, mencium, supaya Oliq juga tahu bahwa papa dan mamanya saling menyayangi. Biasanya ketika kami berpelukan, Oliq akan ikut memeluk jadi seperti pelukan massal.

Dapat teman baru di T3 Soetta
Dapat

Oliq baru bisa menunjukkan rasa sayangnya pada kakek-neneknya ketika kami pulang ke Yogyakarta. Kebetulan rumah orangtua saya dan orangtua Puput berdekatan, jadi dalam sehari pun kami bisa bolak-balik agar Oliq mengenal mbah-mbahnya dengan cukup baik.

Memang, saya sadari, tinggal di apartemen membuat pergaulan Oliq tidak optimal. Hanya sore hari ia pergi ke taman. Di Yogya, ia bisa bermain sepuasnya dengan sepupu, anak-anak kecil di lingkungan rumah kami. Dan ternyata dia mempraktekkan apa yang ia lihat di rumah. Ia senang memeluk dan menyayang anak-anak lain!

Menjadi pemimpin harus dimulai dengan menyayangi sesama. Coba bayangkan kalau seorang presiden tidak menyayangi sesama manusia, tidak memiliki simpati dan empati dengan orang lain, apa yang akan terjadi dengan rakyatnya?

Pemimpin Mencintai Alam, Bangsa, dan Budaya

Cara orangtua mendidik anaknya berbeda-beda. Ada yang langsung memberikan tanggung jawab pada para profesional dengan bayaran selangit, ada pula yang hanya mendidik dengan hati dan kasih sayang.

Kami keluarga traveler. Bahkan sebelum saya dan Puput menikah, kami sering melakukan solo traveling. Bagi Puput, itu artinya menyelam di Togian, Komodo, atau Derawan. Bagi saya, kabur ke Filipina atau menyepi ke Laos ketika jenuh dengan pekerjaan kantor.

Apa jadinya bila dua orang penggemar jalan-jalan menikah? Ya, benar. Hampir setiap bulan ada saja agenda jalan-jalan. Bila kehamilan tidak menghalangi, bayi juga tidak akan menjadi beban kami untuk bertualang.

Buat apa anak dibawa jalan-jalan? Apa nggak repot? Ah, anak kecil kan nanti nggak ingat! Nanti sakit lho!

Komentar seperti itu sering terdengar. Bagi kami, membawa Oliq jalan-jalan itu juga bagian dari pendidikan – selain juga hiburan bagi orangtuanya :-P . Oliq belajar mencintai alam. Oliq belajar mencintai kekayaan bangsanya. Oliq belajar mencintai sejarah dan budaya. Dan yang tidak kalah penting, Oliq belajar menghargai perbedaan.

Bermain pasir pantai di Manado
Bermain

Senang rasanya melihat anak begitu menikmati bermain pasir, misalnya di Ujung Genteng (Jawa Barat), Pantai Manggar (Balikpapan), dan Tasik Ria (Manado). Pernah dia hampir terbawa arus di Pantai Pok Tunggal, Gunungkidul. Pernah juga hampir tertimbun pasir yang menggunung di Pantai Sumurtiga di Pulau Weh Aceh.

“Besok kalau udah gede Oliq naik gunung itu sama Papa, ya!” bisik Puput sambil menunjuk cantiknya Gunung Fuji ketika kami jalan-jalan ke Jepang beberapa waktu yang lalu. Saat itu usia Oliq 15 bulan. Ketika usia Oliq masih 1,5 bulan pun ia sudah diajak jalan ke kaki Gunung Merapi, walaupun ternyata tidur nyenyak sepanjang waktu.

Fujiyama!
Fujiyama

Mencintai budaya sendiri juga mutlak. Rasanya tak bosan kami membawa Oliq pergi ke candi-candi di seputaran Prambanan – banyak di antaranya yang orang Yogya dan Jawa Tengah saja belum pernah ke sana. Membawa anak ke museum juga satu cara untuk memperkenalkan sejarah dan budaya, tentu harus dipilih museum yang sesuai untuk anak. Pilihan kami adalah museum yang memiliki koleksi replika kedirgantaraan karena Oliq sangat terobsesi dengan pesawat.

Dan ketika banyak anak-anak kecil yang justru lebih sering berbicara Bahasa Inggris daripada Bahasa Indonesia, Oliq justru kami ajari berbahasa Jawa. Walaupun tinggal di Jakarta dan lebih sering mengucapkan kata-kata dalam Bahasa Indonesia, kami tetap biasakan dia dengan istilah-istilah Jawa, supaya tidak lupa dengan asal muasalnya.

“Nanti kalau ngomong campur Indonesia Jawa kelihatan ndeso, lho,” kata salah seorang sahabat saya.

Saya menimpali, “Biar saja, bapak simboke juga ndeso, dan tetap bisa survive di luar negeri, kok!”

Bukan berarti Bahasa Inggris tidak penting, namun saya yakin ada masanya ia dapat berbahasa dengan fasih. Bahasa hanya bisa dipelajari melalui komunikasi. Lebih baik lagi, ia akan belajar bahasa dari kegemaran traveling.

Bahkan sekarang Oliq sering berteriak kegirangan, “Tindak-tindak! Tindak-tindak!” yang artinya adalah jalan-jalan dalam Bahasa Jawa. Sungguh menggambarkan seorang “traveler ndeso”.

Menurut saya, perbedaan sangat penting dikenalkan pada anak. Seorang pemimpin pasti akan memimpin orang-orang dengan fisik dan kepribadian yang beragam. Yang pertama kami kenalkan pada Oliq adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Setelah kunjungannya ke beberapa negara, ia juga mengenal perbedaan warna kulit, rambut. Ada perempuan yang berkerudung seperti mamanya, ada pula yang tidak.

Untungnya selama ini Oliq tidak takut bertemu dengan orang asing, seperti ketika ia tertawa terkekeh digoda seorang petugas laki-laki keturunan Afrika di imigrasi Jeddah. Ia sampai terbahak-bahak digoda oleh seorang nenek di Kyoto, padahal keduanya saling tidak mengerti bahasa masing-masing. Di Eropa ia bertemu dengan orang-orang dari berbagai bangsa, semoga ini semua dapat menjadi bekal bahwa perbedaan bukan untuk saling membenci, saling mengasingkan, melainkan untuk menyatukan.

"Traveler ndeso" di Paris
quotTraveler

Membesarkan dan mendidik anak seperti sebuah karya seni, ada yang mengagumi, ada pula yang mencela. Padahal, tujuannya sama, usaha untuk menciptakan sesuatu yang indah. Dan dalam perjalanannya peran ibu (dan ayah) sangat besar.

“Oliq, maafkan mama kalau masih sering marah-marah. Masih sering kurang sabar. Walaupun sudah lebih dari 2 tahun menjadi ibu, mama masih belajar. Mama masih belajar melakukan semuanya dengan ikhlas. Mama masih sering egois. Mama masih sering lupa kalau kini waktu mama bukan milik mama sendiri, tapi juga milik Oliq dan Papa.”

Sayangilah lingkunganmu. Jadilah petualang tangguh, Nak. Kelak, kau akan jadi pemimpin yang sebaik-baiknya. Amin.

1 Komentar

Nutrisi Bangsa

20 Sep 2013 11:16

Wah! Keren sekali, Oliq the little traveler.. :). Jangan lupa kirim data2nya ya Bun :)