Kuserahkan keluarga kita pada ribaanmu

Oleh gamma 21 Oct 2013

Peran Ibu untuk si Pemimpin kecil bagiku dimulai jauh sebelum si dedek (panggilan untuk calon buah hati kami) lahir. Bahkan bagi seorang suami sepertiku, peran Ibu untuk si pemimpin kecil dimulai ketika memilih calon istri. Ya, calon istri sekaligus calon ibu untuk anak-anak nanti.

Masih terbayang hangat memori indah di hari Sabtu tanggal 10 November 2012, saat awal-awal aku menatap paras wajahnya kali pertama. “Cantiknya beda!” gumamku dalam hati. Tampak anggun dengan balutan jilbab abu-abu menutup tubuh. Ketika obrolan-obrolan cerdasnya, frase-frase visionernya, tersambung dalam frekuensi yang sama denganku. Semenjak saat itu kuyakin, inilah calon yang tepat sebagai ibu untuk anak-anak kami nanti. Kemudian dari pertemuan pertama itu di rumah guru mengajinya, berlanjut ke jenjang lamaran hingga terucap Ijab dan Qabul nun jauh di ranah Minang sana. Ya, aku begitu beruntung dapat mempersunting gadis asli Payakumbuh itu.

Bidadariku… Partner kehidupan yang sudah membersamaiku selama hampir satu tahun berjalan ini kini sedang mengandung generasi penerus kami. Ya, sekarang giliran kami yang bertugas membentuk embrio si pemimpin kecil. Harapan dan cita kami semai untuk masa depan si dedek nanti. Berbagai asupan nutrisi pikiran, nutrisi makanan, nutrisi fisik dan nutrisi ruhani kami persiapkan semenjak masa awal kehamilan, mengenalkan kisah-kisah Nabi dan heroisme para pahlawan jaman perjuangan. Semua dalam rangka mempersiapkan si pemimpin kecil kelak agar siap menapak panggung dunia. Kami tahu calon dedek kami ini sedang mendengar dalam diam. Tersambung oleh ikatan batin dengan rahim Sang Ibu. Pelan-pelan apa yang kami obrolkan akan meresap dalam pendengarannya. Ter-imprint dalam gerak-gerik dan pola tingkahnya kelak. Oleh karena itu, kami usahakan hanya obrolan yang baik yang akan ia dengar. Obrolan yang membangun. Membangun calon pemimpin sederhana yang mendunia.

Syahdan, peran sebagai seorang pemimpin dunia haruslah dimulai dari langkah kecil sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri. Baru keluarga, lalu masyarakat. Maka kami merancang sebuah desain mahakarya agar si dedek nanti, akan menjadi calon pemimpin yang mandiri. Mempunyai pandangan visioner tetapi berjiwa membumi. Berpikir global tetapi bertindak lokal. Think Globally, Act Locally. Kami ingin agar si dedek kelak akan menjadi pemecah masalah bukan penambah masalah. Leader bukan follower. “leiden is lijden,” memimpin adalah menderita ucap Agus Salim. Memimpin adalah melayani. Maka pemimpin kecil kami nantinya harus bisa melayani. Melayani teman kelasnya, melayani teman sepermainan, melayani adik-adik, melayani keluarga. Pun sudah kami rancang calon sekolah masa depannya nanti. Minimal biaya sekolah sudah mulai dicicil. Lingkungan sekitar rumah sudah dibentuk. Hubungan tetangga yang baik perlahan dibina.

Leading by example. Orang tuanya yang wajib mengarahkan. Ayah sebagai kepala keluarga dan Ibu sebagai sekolah pertama. Peran ibu adalah membentuk fondasi karakter awal seorang anak. Peran Ibu dari mengandung 9 bulan, melahirkan, memberikan ASI eksklusif, menyapih, hingga memberikan teladan terbaik. Ibu dan Ayah saling melengkapi.

Kisah inspiratif dari negeri sebrang dapat lebih menggambarkan. Seorang guru asing pernah berkata:
“Kami tidak terlalu khawatir jika anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai Matematika, kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.”

Sontak para pendengar pun terheran-heran. Bukankah Matematika itu tolak ukur kemampuan intelektual seseorang? Sewaktu ditanya apa alasan yang mendasari guru asing tersebut berpendapat demikian, maka muncullah jawaban yang mencengangkan.

“Karena kita hanya perlu melatih anak selama 3 bulan saja secara intensif untuk pandai Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran penting di baliknya.”

Jawaban yang penuh hikmah dan cukup mengena. Maka ibu sebagai guru pertama anak haruslah mengajari pelajaran paling dasar dalam kehidupan yaitu akhlak dan moral. Tak bisa anak diajari menggunakan metode konvensional dalam bangku-bangku sekolah. Karena kepahaman anak hanya akan diukur melalui nilai-nilai yang universal.

Peran seorang Ibu untuk si Pemimpin kecil bermula sejak walinya menerima Ijab qabul lelaki asing. Sejak itulah rintisan tanggung jawab sebagai seorang Ibu dimulai. Mempersiapkan jalan bagi Si Pemimpin kecil.

Akhirul kalam, kita tidak dapat memilih dari siapa kita dilahirkan, tetapi kita dapat memilih dengan siapa kita akan menjalani biduk rumah tangga kita.

Lantai 11, Cawang.