Mitos Keliru Tentang Gizi dan Pola Makan

Oleh Nutrisi Bangsa 19 Jul 2013

Sahabat nutrisi

Pada hari Rabu, 17 Juli 2013 yang lalu, Sarihusada mengadakan acara Nutritalk yang bertema “Peran Budaya Dalam Pemenuhan Gizi Ibu Dan Anak”.

Dalam Nutritalk tersebut hadir Dr Pinky Saptandari MA, Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Prof. Made Astawan, Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai pembicara.

Sementara Ibu Linda Amalia Sari melalui sambutan tertulisnya mengatakan bahwa diperlukan dukungan dari berbagai komponen bangsa agar derajat gizi dan kesehatan anak Indonesia bisa semakin baik di masa datang, dan persoalan malnutrisi dapat teratasi.

Ibu Pinky Saptandari menjelaskan bahwa masalah gizi buruk yang terjadi buka hanya disebabkan karena kurangnya bahan pangan maupun keadaan sosial ekonomi masyarakat. Akan tetapi juga karena faktor pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang tidak memadai dalam mengatur pola makan dan mengetahui kandungan gizi dalam makanan yang dikonsumsi.

Menurutnya, keadaan tersebut terjadi karena mitos-mitos keliru tentang pola makan yang berkembang di masyarakat. Hal ini sangat mempengaruhi pola makan dan kebiasaan makan sehari-hari. Yang patut disesalkan adalah tidak sedikit mitos yang menyesatkan sehingga dapat menghambat kecukupan gizi.

Mitos keliru yang berkembang dari generasi ke generasi tersebut sudah selayaknya dihilangkan, agar kasus-kasus gizi buruk di Indonesia dapat berkurang dan lenyap. Salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahan makanan dan kandungan gizinya.

Sementara itu, Prof. Made Astawan menyampaikan setidaknya ada tiga hal yang dibutuhkan untuk menghilangkan mitos keliru tersebut.

Pertama, melakukan edukasi secara luas dan menyeluruh tentang gizi. Hal ini dapat dilakukan melalui media massa, media sosial dan sarana-sarana lain, sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkan informasi yang benar tentang gizi.

Kedua, mengaktifkan kembali posyandu, puskesmas dan penyedia jasa layanan kesehatan lain untuk mengkampanyekan pola makan yang sehat dan kandungan gizi pada seluruh lapisan masyarakat.

Ketiga, meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk mengangkat status ekonomi dan sosial, agar lebih mudah dalam pemenuhan gizi keluarga.


Berbagai Mitos Keliru

Agar kita dapat terhindar dari kebiasaan yang menghambat kecukupan gizi tersebut, berikut ini beberapa mitos keliru mengenai makan dan gizi yang berkembang di masyarakat:

1. Porsi ganda untuk ibu hamil, padahal sekalipun sedang mengandung, bukan berarti seorang ibu hamil harus menyantap dua porsi makanan. Ibu hamil membutuhkan tambahan 300 kalori untuk mencukupi kebutuhan janinnya. Dan yang dibutuhkan adalah memperbanyak kalsium dan zat besi, buka karbohidrat dan lemak. Bahkan ibu hamil perlu memperhatikan penambahan berat badannya agar tidak mendapat kesulitan menurunkannya lagi setelah melahirkan, dan menjaga dari kemungkinan terkena berbagai masalah selama kehamilan, seperti preeklamsia dan sebagainya.

2. Minum air es saat hamil dapat membuat bayi besar. Padahal air es tidak akan membuat bayi besar, kecuali air es tersebut dicampur dengan sirup atau gula secara berlebihan.

3. Persalinan lancar karena minum air kelapa. Sejauh ini belum ada bukti ilmiah terkait hal ini. Menurut Prof. Made, air kelapa mengandung elektrolit yang membantu menjaga tubuh tetap sehat, dan bukan untuk memperlancar persalinan.

4. Ibu hamil tidak boleh makan udang agar dapat melahirkan dengan lancar. Padahal udang merupakan sumber protein, mineral dan omega-3 yang sangat baik bagi ibu hamil.

5. Ibu hamil dan menyusui tidak boleh makan ikan, agar ASI tidak amis. Padahal sama halnya dengan udang, ikan merupakan sumber protein dan mineral yang baik, juga kaya akan asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak dan penglihatan bayi.

6. Pemberian tajin atau santan pada bayi, karena anggapan bahwa semua cairan yang berwarna putih sama dengan susu. Padahal tentu saja semua yang berwarna putih belum tentu memiliki kandungan gizi yang sama dengan susu. Dan ASI tetap merupakan makanan terbaik bagi bayi.

7. Pemberian makanan tambahan terlalu dini, sebelum bayi berusia 6 bulan. Biasanya hal ini dilakukan karena melihat bayi yang tampak tetap lapar sekalipun sudah disusui. Padahal, selama 6 bulan pertama kehidupan seorang bayi, makanan utamanya adalah ASI saja.

8. Mengunyah makanan yang akan diberikan pada bayi agar mudah dicerna. Padahal hal tersebut justru akan menghilangkan zat gizi yang terkandung di dalamnya, juga menjadikan makanan tersebut tidak higienis.