Moses Si Pemimpin Kecil

Oleh Sary Melati 06 Oct 2013

Setiap hari Sabtu minggu pertama, aku menghadiri pertemuan rutin bulanan antara orangtua siswa dan guru di sekolah Moses. Moses adalah anak keempat dari lima bersaudara, dan saat ini duduk di bangku Taman Kanak- Kanak kelas B. Umurnya 5 tahun, periang, dan senang menyanyi. Dibandingkan dengan teman-teman sebayanya, badan Moses kecil, dan berbicaranya pun belum sejelas teman-temannya. Tapi Moses adalah idola guru-guru karena dia berani dan percaya diri. Dalam pertemuan itu, orangtua bisa menanyakan perkembangan anak-anak mereka selama di sekolah. Alhamdulillah, kabar yang kudapat tentang Moses dari gurunya selalu membahagiakan dan membuatku bangga kepadanya.

Bu Guru bercerita, setiap hari Senin, Moses selalu menjadi pemimpin upacara. Awalnya Bu Guru menanyakan, siapa yang bersedia menjadi pemimpin upacara. Moses dengan percaya diri, maju ke depan. Meskipun saat pelaksanaan upacara ada kalimat-kalimat yang tidak bisa dilafalkan dengan jelas, Moses tidak lantas jadi malu apalagi menangis. Dengan percaya diri dan suara lantang, dia tetap mengikuti instruksi dari Bu Guru. Kalau sudah mentok dan bingung, dia garuk-garuk kepalanya, tapi tidak balik kanan dan mundur dari tugasnya. Begitu juga di kelas, dia selalu bersedia untuk memimpin doa bersama. Menurut gurunya, rasa percaya diri Moses sangat menonjol. Selain itu dia juga lucu, ramah, dan menyenangkan.

Moses

Suatu kali, di pertemuan bulanan yang lain, guru-guru Moses sangat antusias sekali menunggu kedatanganku di sekolah. Rupanya mereka ingin memamerkan Moses kepadaku. Hari itu, anak-anak tampil menyanyi, dan Moses menjadi pemimpin digrupnya. Dia menjadi satu-satunya anak yang diberi keistimewaan untuk memegang mic. Padahal grup menyanyi yang lain, tidak diberikan mic. Guru-guru antusias sekali menunjukkan polah Moses yang menyanyi dengan pede dan mengundang tawa para orangtua murid yang lain. Dalam hati aku jadi merasa geli. Lucu juga sebenarnya, dipamerin anak sendiri oleh orang lain.

Tidak hanya di sekolah, di rumah pun Moses adalah anak yang selalu menjadi pusat perhatian. Terutama karena dia senang bernyanyi. Rumah rasanya sepi kalau dia sedang tidur. Diajak kemana pun, Moses mudah menarik perhatian orang karena keramahan dan kelucuannya. Pernah suatu kali, ketika aku membawanya naik angkot, dia diajak ngobrol oleh semua orang di angkot itu, karena sapaannya yang ramah kepada salah satu penumpang. Penumpang lain yang memperhatikan tingkahnya, jadi tertawa, dan mengalirlah percakapan seru antara Moses dengan semua penumpang di angkot. Moses tidak sungkan menyapa siapa pun yang ditemuinya, apalagi kalau sudah muncul rasa ingin tahunya.

Sejak mengerti cara berkomunikasi dengan orang lain, memang sudah kelihatan karakter aslinya yang menyenangkan. Dia dekat sekali denganku. Waktu awal masuk sekolah, selama beberapa minggu, aku harus menemaninya di dalam kelas, karena dia tidak mau ditinggal. Tapi setelah dia mampu mengatasi “ketakutannya” berpisah denganku, dia melesat bagaikan bintang.

Setiap tahap perkembangan Moses, adalah anak tangga baru yang harus kulewati. Sebagai ibu, aku tidak pernah berhenti belajar dari nol, setiap kali anakku mengalami perkembangan baru. Dengan semua kekurangan yang kumiliki, dan memanfaatkan kelebihanku sebagai ibunya, peran-peran inilah yang akan terus aku hadirkan untuk Moses:

  1. Menjadi motivator untuk Moses, dengan selalu memberikan semangat, dorongan, stimulus, dan pujian untuk setiap pencapaian yang dia dapat. Aku akan terus belajar menekan egoku, supaya sebesar apapun harapanku untuknya, tidak akan menjadi beban, yang justru bisa menghalangi Moses mendapatkan impiannya sendiri.
  2. Menyediakan dan memberikan fasilitas terbaik untuk tumbuh kembang Moses. Baik makanan, pendidikan, kesehatan, dan bekal keahlian supaya kelak dia menjadi manusia mandiri.
  3. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas diriku sebagai seorang ibu, sehingga bisa menjadi role modeling untuk Moses. Diusianya yang masih dini, role modeling itu terutama mencakup perilaku dan bahasa sehari-hari.
  4. Menyimpan dan membekukan kenangan tentang Moses lewat tulisan. Supaya dia tetap bisa membacanya setelah dewasa. Semoga melalui tulisanku, Moses selalu merasakan cintaku dan teringat kalau dia memiliki seorang ibu yang merasa sungguh beruntung karena memiliki anak seperti dia.

Dengan keempat peran yang sedang dan akan kujalani sebagai ibunya Moses, aku akan terus berupaya memperbaiki dan mengembangkan karakter anakku, melalui pemahaman dan penerapan nilai-nilai berikut ini:

  1. Nilai religi, adalah yang paling pertama dan paling penting. Allah dan ajaranNya adalah pondasi kehidupan manusia. Memberikan pemahaman tentang keTuhanan kepada anak seusia Moses, memang tidak mudah. Caranya bisa dilakukan melalui kegiatan sederhana, seperti misalnya, shalat dan doa bersama. Nilai-nilai kebaikan ajaran Allah disampaikan melalui dongeng sebelum tidur, percakapan sehari-hari, dan kegiatan-kegiatan sederhana di rumah.
  2. Cinta keluarga, komunikasi, persahabatan, dan perdamaian, adalah nilai yang aku kenalkan sedini mungkin melalui 4 kata penting, yaitu tolong, maaf, terima kasih, dan permisi. Kedekatan dan cinta dengan keluarga juga ditumbuhkan dengan sering melibatkan Moses dalam kegiatan bersama anggota keluarga. Moses juga memiliki hak untuk mengeluarkan dan didengarkan pendapatnya.
  3. Jujur dan bertanggung jawab. Aku berusaha selalu mengatakan hal yang sebenarnya kepada Moses, dan tidak terlalu sering mengiming-imingkannya dengan hadiah supaya dia menerima kejujuranku. Misalkan aku tiba-tiba saja tidak jadi membelikannya mainan, padahal sudah berjanji, karena uangnya dipakai untuk urusan lain yang urgent. Aku memilih lebih baik berpikir keras mencari kalimat yang tepat untuk memberitahukan kebenarannya, daripada mencari cara mudah dengan membohonginya dan memberikan janji yang lain.
  4. Menumbuhkan kreativitas dan rasa ingin tahu dengan seminimal mungkin mengeluarkan kata jangan. Well, aku bukan ibu yang sempurna. Terkadang, rasa khawatirku terlalu berlebihan, sehingga aku melarangnya melakukan sesuatu. Jadi selama yang Moses lakukan tidak membahayakan dirinya dan orang lain, aku akan menemani dia bertualang.
  5. Disiplin, kerja keras dan kemandirian. Tiga hal penting, yang mungkin terlalu dini untuk diajarkan kepada anak seusia Moses. Menurutku, tiga hal tersebut bisa didapat melalui kebiasaan yang terbentuk. Misalnya disiplin soal jam tidur. Supaya pertumbuhannya optimal, anak-anak butuh tdur dan istirahat yang cukup. Supaya Moses tidak merasa terpaksa harus tidur jam 8 malam, kebiasaan tidur teratur bahkan sudah kukenalkan sejak dia masih bayi. Begitu juga dengan kerja keras dan kemandirian. Kuakui, aku memang kehilangan waktu untuk diriku sendiri ketika mengenalkan 3 hal ini kepada Moses. Supaya Moses terbiasa tidur teratur, aku harus menemaninya tidur dijam yang sudah ditentukan dan menunda semua kegiatan atau pekerjaanku karena seringnya ikut ketiduran. Supaya Moses mandiri ke kamar mandi, aku menjalani komitmen dan kesabaran selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, menemani dia toilet training. But it worthed. Moses terbiasa mandiri tanpa mengalami paksaan. Karena apa yang dia lakukan terbentuk dari kebiasaan jangka panjang.
  6. Gemar membaca. Sejak kecil, aku lebih sering membawa Moses ke toko buku ketimbang ke toko mainan. Tentu saja aku tetap membelikan dia mainan. Tapi buku adalah pilihan utamanya. Saat ini Moses sedang belajar membaca. Aku memang sengaja tidak mengajarinya secara khusus supaya cepat mahir membaca. Ketika dia ingin bisa membaca, baru aku mengajarinya pelan-pelan. Sampai dia haus sendiri ingin membaca lebih banyak lagi. Kebiasaan membaca ini menurutku sangat penting. Karena membaca bisa mengajarkan kita banyak hal.
  7. Toleransi dan demokrasi. Sehebat-hebatnya seseorang, tidak akan ada artinya kalau dia tidak bisa berhubungan baik dengan orang lain. Tidak ada orang yang sama, karena Moses harus belajar menghargai perbedaan. Menumbuhkan empati, kasih sayang, dan penghargaan, salah satu caranya aku kenalkan melalui hewan peliharaan. Memelihara hewan juga mengajarkan arti tanggung jawab kepada Moses. Misalkan kalau ikannya tidak diberi makan, dia akan mati. Kalau ikannya mati, Moses sedih (empati), sehingga dia tidak boleh lupa memberi makan ikan-ikannya setiap hari (tanggung jawab).
  8. Peduli lingkungan, dikenalkan melalui hal sederhana. Buang sampah pada tempatnya, dan buang air kecil di kamar mandi. Dua hal yang kelihatannya sepele, tapi sangat penting.
  9. Menumbuhkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Seorang pemimpin harus memiliki rasa cinta kepada akarnya. Terlalu rumit mungkin, ya, untuk anak seusia Moses. Paling tidak, pengalamannya menjadi pemimpin upacara di sekolah adalah awalnya. Aku sering memintanya mempraktekkan cara menjadi pemimpin upacara di rumah, menemaninya menyanyikan lagu Indonesia Raya, atau mendengarkan dengan antusias ketika dia membacakan Pancasila.
  10. Yang terakhir, penghargaan kepada diri sendiri. Tujuannya bukan untuk sombong. Tapi ketika seseorang bisa menghargai dirinya sendiri, bisa menghargai kerja kerasnya, bisa menghargai prestasinya, dia juga bisa menghargai pencapaian orang lain. Lagi pula, dengan menghargai diri sendiri dan hidupnya, itu adalah bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan.

Sebagai seorang ibu, aku berusaha memberikan yang terbaik untuk anakku. Bakat sebagai calon pemimpin yang sudah kelihatan dalam diri Moses, sudah pasti membuatku bangga dan bahagia. Tentunya aku menyadari, tugasku belum selesai. Perjalanan Moses masih sangat panjang, dan sudah menjadi kewajibankulah sebagai ibunya, untuk mendampingi dia, agar kelak Moses bisa mencapai semua hal terbaik dalam hidupnya. Baik untuk dirinya sendiri, baik untuk keluarganya, baik untuk masyarakat dan lingkungan, dan yang terpenting, mencapai kebaikan sebagai hamba Allah.

I love you, Moses anakku. Semoga Mama selalu sehat dan kuat mendampingimu. Semoga Allah selalu melindungi dan memberkatimu. Jadilah pemimpin untuk hati dan dirimu sendiri, sebelum kelak engkau menjadi pemimpin bagi orang lain.