Peran Ibu Dalam Mempersiapkan Sang Pemimpin

Oleh mariaulfa 18 Sep 2013

#LombaBlogNUB

Setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini adalah pemimpin, minimal untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini peran ibu sangatlah penting. Bahkan sejak lahir peran itu sudah dimulai. Baik secara sadar mau pun tidak sadar.  Tidak sadar umpamanya ketika ibu mengajari sikecil pertama kali menyusu dengan penuh kesabaran, menidurkan si kecil, merawat si kecil kalau sedang sakit, menemani si kecil bermain, dan lain-lain yang pastinya akan terekam oleh si kecil.

Karena pentingnya peranan ibu dalam menyiapkan si pemimpin kecil inil, maka ibu tidak hanya harus bisa mengasuh anak, tapi juga harus bisa menjadi Ibu, sahabat anak yang bisa mengerti anak, koki yang handal yang mengerti akan kebutuhan gizi si kecil, perencana keuangan yang menyiapkan dan merencanakan pendidikan sikecil kelak, dan berbagai peran lainnya.

Masa Balita, 

         Mendidik anak usia balita itu gampang-gampang susah.Tapi inilah masa - masa penting yang akan membentuk kepribadiannya dan mengasah jiwa kepemimpinannya. Orang tua harus tahu, Anak Kecil itu seperti mesin fotokopi lho , peniru ulung! dia akan dengan sangat cepat sekali mengikuti apa yang ia lihat dan ia dengar. Kalau yang ia lihat hal-hal yang positif, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang positif juga. Karena itu sebagai orang tua (yang pasti menjadi idola nomor satu oleh anak) sebaiknya kita berhati-hati dalam melakukan segala hal, entah itu kata-kata atau pun perbuatan.

Contoh nih, ini saya alami kemarin pagi. Anak saya yang kedua itu (Kaizen) usianya saat ini 21 bulan, sudah mulai mengucapkan kata-kata, walaupun masih satu-satu. Setiap saat kalau dia memberikan sesuatu kepada saya (entah itu kue ataupun pampers bekas ompolnya hehe) saya selalu bilang sama dia ,“Makasih dedek..”, biasanya dia akan tertawa/senyum. Kemarin pagi ia minta dikupaskan buah apel sama saya, say kupaskan dan berikan kepadanya. Spontan dia bilang,“Maacih…” Surprise! saya terkejut sekali, dia mengucapkan terima kasih tanpa saya suruh.  Waw,ternyata memang mengajarkan anak balita itu nggak perlu ngomel-ngomel nyuruh-nyuruh ya, cukup kasih teladan.

Contoh lain, anak saya yang pertama (Kenzie), waktu itu usianya baru 3tahun. Waktu itu ia menumpahkan segelas susu. Ia menoleh ke arah saya, saya tersenyum. Eh, dia langsung beranjak mencari lap untuk membersihkan sendiri tumpahan susunya (Hehehe ternyata menyuruh anak tidak selalu harus dengan wajah garang ya :-D )

Atau ketika mengajarkan beribadah kepada Kenzie (5tahun) dan Kaizen (21 bulan). Kalau dulu orang tua saya harus cerewet menyuruh, bahkan terkadang harus mengomel dulu, tapi saya Alhamdulillah tidak. Saya tidak mengajak, saya hanya berwudhu, lalu menyiapkan perlengkapan sholat, lalu sholat di dekat mereka. Awalnya Kaizen hanya memperhatikan, Kenzie mulai bertanya, ‘‘Bunda lagi ngapain?” saya jelaskan secara singkat. Besoknya saya lakukan lagi, ajaib.. mereka minta di wudhu-in, minta di gelarkan sajadah dan ikut sholat (walaupun sholatnya gerakannya masih suka-suka mereka, kadang belum apa-apa udah nungging,hehehe).

Satu hal lagi yang amat sangat penting dalam mendidik si kecil adalah dengan memberikan pujian, pujian, dan pujian. Sebagai orang tua, terkadang kita terlalu sibuk membahas kesalahan anak, tapi lupa membahas dan memuji ketika ia melakukan hal-hal yang baik, akibatnya anak merasa salah terus, apa-apa salah, ujungnya? anak akan berusaha menyembunyikan dari kita kalau berbuat salah… Contoh: kita sibuk membahas/menceramahi ketika ia merusakkan mainan adiknya, lupa memberikan pujian kalau ia menjaga adiknya ketika bunda sedang memasak. Sudahkan bunda memuji si kecil hari ini?

Masa Sekolah

 Dari sharing dengan beberapa teman, banyak orang tua yang ‘‘Stress’’ menghadapi anak di masa-masa ini. Anaknya malas belajar lah, anaknya nggak mau bergaul, anaknya malas baca buku, anaknya nggak bisa diam, anaknya maunya bicara terus, anaknya tidak mau cerita apa-apa kalau ditanya, anaknya tidak mau diatur, dan lain-lain. Sebenarnya hal-hal seperti ini wajar saja terjadi pada anak, selama tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain, itu normal.

Semua hal tersebut diatas menjadi masalah, karena kebanyakan orang tua masih banyak  yang beranggapan kalau anak yang cerdas itu adalah anak yang selalu juara kelas, anak yang kutu buku, padahal tidaklah demikian. Banyak juga orang tua yang beranggapan bahwa agar anaknya pintar harus les ini itu, harus terus-terusan baca buku, harus bisa ini itu,pakai guru private,dln padahal cara belajar setiap anak berbeda-beda. Ada yang memang ‘‘bisa masuk’’ dengan membaca buku, ada yang lewat audio/mendengarkan, ada yang dengan mengulang-ulang,ada yang dengan merangkum,dan lain-lain.

 Kebetulan nih, saat ini saya lagi senang mempelajari STIFIn (kemarin sudah tes sidik jari dan saat ini sedang dalam proses menerapkannya juga untuk  anak saya). Kalau dari apa yang saya pelajari di STIFIn itu, mesin kecerdasan anak itu ada lima. Kalau menurut saya bunda perlu banget nih mengetahui mesin kecerdasan anaknya masuk tipe yang mana, karena dengan begitu nanti akan lebih mudah mengenali cara belajar yang cocok untuk anak dan  memilih profesinya kelak.

dalam STIFIn anak yang memiliki mesin kecerdasan Sensing bagus dalam menghafal, sedangkan anak Thinking jago dalam berhitung, anak  Intuiting Jago dalam berkreatifitas, anak Feeling senang berdiskusi, dan anak Instinct serba bisa namun memerlukan ketenangan untuk mengoptimalkan fungsi otak tengahnya (naluri).

Kalau anak saya yang pertama, Kenzie, itu mesin kecerdasannya Intuiting, Anaknya senang berkreatifitas, membuat sesuatu, bosanan. Maka saya selalu berusaha memfasilitasi, membiarkan dia membuat apapun yang dia mau (walaupun kadang kesel juga ya tiba-tiba di dinding udah ada lukisan abstrak atau karton dagangan ayahnya udah berubah jadi potongan kecil-kecil berbentuk aneh,hehehe). 

Kalau sudah tahu anak kita memiliki mesin kecerdasan yang mana, belajarnya pun akan lebih mudah. Seperti anak Sensing akan lebih efektif kalau dia belajar dengan membaca berulang, anak thinking yang suka hitung-hitungan dan logis dalam mengambil keputusan, anak instinc yang serba bisa, anak intuiting yang gemar memolakan. Dengan begitu, si kecil akan tumbuh menjadi pribadi dan pemimpin yang cakap, baik untuk dirinya sendiri, maupun lingkungannya, bahkan untuk negaranya.

ASUPAN GIZI

Asupan gizi adalah salah satu yang mempengaruhi tumbuh kembang si kecil. Lagi-lagi Ibu yang berperan besar disini. Ibu harus mengerti kebutuhan gizi masing-masing anak. Pernah kejadian dengan anaknya teman saya, ketika tes IQ pertama kali, hasil tes anaknya sangat rendah sekali. Tapi ia tidak pasrah. Selain stimulasi otak, Ia juga memperbaiki asupan gizi anaknya secara continue, dan hasilnya setelah beberapa tahun anaknya bisa menjadi siswa terbaik di sekolahnya, bahkan sekarang bisa kuliah di universitas ternama. Wow!

 Segala sesuatu yang nanti anak lakukan kalau sudah besar sangat terpengaruh oleh apa yang didapatkannya dimasa kecil. Sekecil apapun kebaikan yang Ibu ajarkan, itu sedang mengasah jiwa dan kepribadiannya. Jadi, mari kita siapkan si pemimpin kecil sejak ia mulai membuka matanya di dunia ini. Yukkk, semangatttt! kita pasti bisa mencetak pemimpin-pemimpin yang berkualitas untuk bangsa Indonesia.