Peran Ibunda Siapkan Sang Pemilik Masa Depan

Oleh syaifuddin sayuti 18 Oct 2013

Masa depan adalah pintu yang tak bisa ditebak, penuh misteri. Karena masa depan belum terjadi banyak yang beranggapan jalani saja, toh nantinya akan datang dengan sendirinya. Saya yang termasuk tak setuju dengan pandangan itu.

Bagi saya, masa depan perlu diupayakan, disiapkan sejak dini. Meski kita tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok, setidaknya bersiap untuk hari esok menjadikan jalan menuju masa depan akan lebih benderang.

Itu juga yang dilakukan istri yang juga ibu dari ketiga anak-anak kami. Ibun -kependekan dari ibunda- begitu kami semua memanggilnya amat peduli pada masa depan ketiga buah hati kami. Hal-hal simpel, mendasar terkait tumbuh kembang anak-anak menjadi perhatiannya sejak bayi, balita dan hingga kini saat si sulung sudah duduk di kelas 10, si tengah kelas 7 dan si bungsu kelas 4.

Sadar bahwa kami berdua adalah orang yang banyak berkegiatan di luar rumah, ibun selalu memantau dan menyiapkan segala kebutuhan anak-anak sejak dini. Bangun jam 4 subuh sudah jadi kebiasaan semenjak kami tak lagi menggunakan jasa asisten rumah tangga yang menginap. Kami hanya gunakan jasa ART pulang pergi yang datang siang hingga sore hari. Selebihnya kami lakukan bersama anak-anak. 

Bangun lebih awal digunakan ibun untuk menyiapkan sarapan dan keperluan sekolah lainnya. Bagi kami sekeluarga, sarapan adalah keharusan yang tak bisa ditawar. Anak-anak diwajibkan sarapan sebelum berkegiatan, karena kami percaya asupan makanan di pagi hari akan memberikan energi optimal yang sangat berguna bagi aktivitas seharian.

Sejumlah studi yang pernah kami baca membuktikan bahwa ada relevansi yang kuat antara kebiasaan sarapan dengan performa anak di sekolah. Mereka yang terbiasa menyantap sarapan, akan lebih mudah berkonsentrasi, cepat tanggap dan sikapnya lebih ceria. Sedangkan anak-anak yang tidak pernah makan pagi ternyata lebih sulit berkonsentrasi, lambat menanggapi, dan memiliki perhatian yang rendah terhadap pelajaran. Mereka pun jadi mudah tersinggung.

Atas dasar itulah sarapan adalah hal yang mutlak harus kami lakukan sebelum beraktivitas. Ibun akan mengontrol langsung asupan sarapan yang anak-anak makan. Tidak jarang ibun bersikap tegas jika ada salah satu dari ketiga buah hati kami mogok sarapan lantaran terburu-buru atau ada sebab lainnya.

Pada dasarnya kami sekeluarga tak punya patokan harus mengkonsumsi makanan yang sama tiap hari sebagai menu sarapan. Yang ibun lakukan adalah memadu padankan jenis makanan sarapan sehingga anak-anak tak mudah bosan.

Suatu saat kami harus menyantap sereal dengan susu segar. Kali lain sarapan disiapkan ibun dengan nasi, sayuran yang ditumis dan lauk praktis seperti telur dadar, sosis goreng atau tempe goreng tepung.

Jika harus menyiapkan sarapan dengan menu yang lengkap, biasanya ibun telah menyiangi sayuran terlebih dulu malam sebelum tidur. Sejumlah bumbu sederhana juga ikut disiapkan dan dimasukkan ke lemari pendingin. Ini untuk mempermudah pekerjaan keesokan paginya. Tinggal tumis dan masukkan bumbu-bumbu yang sudah disiapkan. Praktis, tak menyita banyak waktu.

Ibun juga sempat membuat terobosan menarik yang pada ujungnya mengubah habit kami sekeluarga terutama anak-anak dalam mengkonsumsi makanan instan. Pernah dalam satu masa kami bisa sembarang hari mengkonsumsi makanan instan seperti mie. Ibun akhirnya menetapkan ketentuan untuk diet mie instan. Anak-anak hanya diperbolehkan menyantap mie instan di ujung pekan. Hanya satu bungkus dan tidak boleh lebih.

Awalnya cukup sulit menjalani diet mie instan karena sebelumnya anak-anak nyaris tak terkontrol soal konsumsi mie instan. Pelan-pelan ibun mengedukasi anak-anak tentang bahayanya mengkonsumsi makanan instan termasuk mie instan. Ibun mencoba mengalihkan perhatian anak-anak dengan menawarkan pilihan, menyodorkan makanan lain yang segar yang langsung diolah tanpa melalui masa penyimpanan yang lama.

Ternyata anak-anak sepakat untuk mencoba makanan lain yang segar, yang diolah sendiri dengan bahan-bahan yang kami tahu kandungan gizinya. Kalaupun harus mengkonsumsi mie, sebisa mungkin kami meracik sendiri mie tersebut, sehingga kami tahu apa saja yang terkandung di dalam sajian mie godog atau mie goreng buatan sendiri.

Satu lagi nilai yang ditanamkan ibun kepada 3 calon pemimpin kecil di rumah kami adalah membiasakan membawa bekal makanan dari rumah. Ini sudah dijalani anak-anak sejak TK. Bahkan hingga detik ini saat si sulung sudah duduk di bangku SMA kelas 10 kebiasaan itupun tetap melekat erat. Anak-anak jadi terbiasa mengkonsumsi makanan yang lebih bersih, jelas kandungan bahannya, murah dan hemat.

Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kebiasaan membawa bekal yang ditanamkan ibun kepada anak-anak. Diantaranya, anak-anak diajar mengenal asupan makanan yang dimakannya sehari-hari. Dengan mengenal apa saja yang dimakan dan kandungan zat gizi di dalamnya, ibun berharap anak-anak bisa mengerem keinginan jajan di luaran karena tidak mengetahui kandungan gizi yang didapat dari jajanan di jalan. Mereka juga bisa membandingkan makanan yang dimasak sendiri oleh ibun jauh lebih bersih dan sehat, setidaknya jika dibandingkan jajanan di jalanan.

Efek lainnya, anak-anak juga jadi terbiasa hidup hemat sejak dini. Uang saku yang mereka terima bisa disimpan, dikumpulkan untuk kepentingan lain yang mendesak dan lebih penting.  Simpel memang, tapi mengena bagi anak-anak. Terbukti si sulung selalu punya uang lebih di akhir pekan, dan ia dengan bangganya bisa mengumpulkan uang untuk membeli barang berharga seperti buku, sepatu bahkan telepon genggam.

Apa yang dilakukan ibun mungkin bukan sesuatu yang luar biasa, cuma sesuatu yang sederhana. Dan yang saya paparkan baru sebagian kecil dari upaya besar ibun menyiapkan 3 buah hati kami, yang bakal jadi calon pemilik masa depan di rumah kami. Semoga apa yang dirintis dan terus dilakukan ibun bisa mengantarkan ketiga buah hati kami menjadi pemimpin terbaik di masa datang.