Saat Bunda Sakit

Oleh fajarwibowo93 14 Mar 2012

  Melihat Ibumu yang sedang terbaring di kamarnya dan terlihat lelah, apa perasaanmu saat itu? Tentunya sedih melihatnya. Sebagai seorang anak kamu langsung menanyakan apa yang sedang terjadi, dan jika Ibumu menjawab, Ibu hanya sakit biasa sesudah lama bekerja mungkin kamu tidak akan merasakan kecemasan.
   Namun apabila saat itu Ibu benar-benar terserang penyakit, bagaimana yang akan kamu lakukan? Saat hanya ada kamu dan Ibumu berdua. Menurutku itu merupakan saat yang tepat untuk berbakti kepada Bundamu. Demikian kejadian yang sudah menimpa temanku Sandi. Kejadian tersebut dituangkan dalam tulisanku berikut.
  
   Saat itu Sandi merupakan pelajar SMP, ia dikenal sebagai remaja yang baik dan pintar. Ayahnya belum lama meninggal sejak Ibunya mengandung janin Adiknya, ia hanya berdua dengan Ibunya yang hanya seorang pedagang nasi kuning. Singkat cerita ia harus mengurusi Ibunya yang sedang hamil dan terserang penyakit. Ibunya terserang penyakit pada waktu sudah mengandung selama 5 bulan.
   Ketika itu Sandi menuju rumahnya setelah pulang dari sekolah dan sesampainya. Ia terkejut melihat Ibunya sedang mutah-muntah, sebagai seorang anak Sandi menanyakan apa yang sedang terjadi, mendengar suaranya ia merasa cemas dan langsung membawanya ke Puskesmas. Ternyata Ibunya terserang penyakit demam berdarah dokter pun menyarankan untuk merawatnya.
   Selama penyembuhan tersebut Sandi harus menemani dan membantunya agar cepat membaik. Di rumahnya ia harus berdagang karena ia pun mengerti apabila tidak begitu darimana ia bisa membayar biaya perwatan Ibunya. Semua aktivitas dilakukan secara mandiri mulai dari pagi hari mempersiapkan dagangannya dan segala urusan rumah sampai ia bersiap berangkat menuju sekolahnya.
   Meskipun begitu, ia bersemangat mengingat Ibunya yang sedang mengandung. Setelah bersekolah Sandi menjenguk Ibunya dengan berjalan kaki menuju Puskesmas karena ia harus menghemat uang hasil jualannya, hingga sore. Lalu ia mendiami dan menjaga rumahnya kembali. Begitulah kesehariannya saat itu.
   Saat malam tiba terkadang ia tergangu ketika sedang belajar, memikirkan bagaimana biaya perwatan Ibunya dan biaya sekolahnya ke depan. Sering terlintas dibenaknya mengapa tuhan memanggil nyawa Ayahnya padahal Ayahnya sedang menantikan buah hatinya dilahirkan.
   Tetapi ia tidak mau terus mengingatnya dan berlarut-larut dalam kesedihan. Sebagai anak yang cerdas ia pun mulai berpikir bagaimana caranya mencukupi semua biayanya, karena tidak mungkin hanya mengandalkan nasi kuningnya. Melihat di dekat rumahnya ada sebuah tempat pencucian mobil, ia berharap semoga pemiliknya bersedia menerima sebagai tukang cuci. Ternyata pemiliknya berbaik hati dan menerimanya dengan upah 15000 rupiah. Uang tersebut disimpannya hingga ada keperluan yang mendesak saja baru ia mengeluarkannya. Ia berharap nantinya semua uang yang ia hasilkan dan ia kumpulkan dapat membayar biaya perwatan Ibunya. Walaupun dirinya tahu uang tersebut tidak cukup.
   Hari berlalu keadaan Ibunya pun mulai membaik, ini saatnya untuk ia lebih berpikir untuk mencari penghasilan tambahan. Namun kali ini usahanya tidak berbuah apa-apa. Karena waktu sudah dekat dan Ibunya sudah sembuh dari penyakitnya. Ia pun terpaksa menjual TV peninggalan Ayahnya.
   Setelah ia mengantar Ibunya pulang. Sesampainya di rumah Ibunya bertanya tentang sekolahnya, Sandi menjawab bahwa biaya sekolah sudah lama menunggak dan ia tidak tahu berapa besar biaya tersebut. Ibunya pun menjawab, Ibu akan mulai giat lagi mencari uang dan akan segera melunasinya. Mendengar ucapan itu Sandi merasa kasihan karena Ibunya baru saja sembuh dari penyakitnya jelas saja karena ia anak yang baik dan pintar. Ia tahu jika terus melanjutkan sekolahnya, Ibunya harus kerja keras apalagi Ibunya sedang mengandung janin Adiknya.
   Tak mau berlama-lama, pada malam harinya ia memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah, ia pun berkata pada Ibunya bahwa ia lebih baik bekerja dan membantu Ibunya. Dan anak itu berkeinginan ketika Adiknya dilahirkan dapat menjadi lebih baik darinya.

   Sekian cerita pendek nonfiksi yang aku buat. Dari kisah singkat tersebut semoga pembaca dapat mengerti maksudnya yang secara singkat yaitu seorang anak yang rela mengorbankan pendidikan demi Ibu tercinta. Mulai saat ini apakah kamu ingin lebih mencintai Ibumu, mengurusinya untuk kembali sehat, karena “Bunda sehat generasi pun sehat.”