Sahabatku, Guruku, Dokterku, dan Chef terbaikku adalah Ibu

Oleh Fitria_Handayanita 21 Oct 2013

Di dunia ini sebenarnya tidak ada sesuatu yang begitu saja muncul ke permukaan. Segala sesuatu butuh persiapan yang matang untuk memperoleh hasil yang baik dan optimal. Dalam hal ini kita tak hanya membicarakan mengenai pekerjaan saja namun dalam hal mempersiapkan masa depan si buah hati. Ibu adalah seseorang yang sangat berperan tentunya. Beliau adalah titik tumpu yang akan mengubah kehidupan seorang bayi yang sedang dalam gendongannya. Dengan penuh senyuman usapan lembutnya akan mengubah dunia si bayi kecil yang sedang menangis memeluknya.

Di sini saya akan bercerita sedikit pengalaman saya yang saya ambil dari seseorang inspirasi saya sampai saat ini. Beliau biasa saya panggil ibu. Seseorang yang membesarkan saya di sebuah kota kecil bernama Sawahlunto. Di kota tersebutlah beliau memperkenalkan saya dengan banyak hal serta pelajaran hidup yang sangat berharga.

Sebelumnya Perkenalkan, Nama saya Fitria Handayanita, 21 tahun. Panggilan saya cukup banyak, ada yang memangnggil Fitri, Fitria, Fit, Ipit, Pipit, dll. Saya yakin nama tersebut adalah sebuah anugrah dan doa yang di berikan orang tua saya agar saya selalu menjaga nama saya tersebut yang beliau mengatakan artinya suci dan bersih. Nama yang indah itu adalah awal cinta yang di berikan ibu dan ayah saya yang sangat saya syukuri. Sekarang saya adalah salah satu mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang.

Saya hidup dalam keluarga yang sederhana. Namun, dibalik kesederhanaan itu saya merasakan kasih sayang yang sangat besar dari kedua orang tua saya. Terutama ibu. Beliau adalah orang yang tegas, disiplin, jujur dan bertanggung jawab serta soleh. Sedari kecil saya didik untuk selalu mengenal agama saya. Di usia lima tahun saya sudah di masukkan ke sebuah TPA untuk mengaji. Sehingga bekal pendidikan agama yang saya dapat sampai saat ini berawal dari ibu. Saya sangat bersyukur ibu memberi saya benteng sedari kecil. Hingga saya  mengerti bagaimana batas-batas diri yang harus saya kerjakan.

 Ibu adalah sahabat terbaik bagi saya. Beliau selalu bersedia mendengarkan apapun keluh kesah saya. Kebiasaan ini sudah sedari kecil saya lakukan. Dulu setiap pulang sekolah ibu selalu bertanya apa saja yang saya kerjakan bersama guru dan teman-teman. Dan ibu selalu mendengarkan dengan baik. Saya selalu bersemangat setiap kali ibu bertanya. Dan saya akan bercerita apa pun yang saya lakukan. Mungkin dari sana ibu mengetahui apa saja masalah yang sedang saya alami. Dan tak lupa beliau memberikan nasehat-nasehat ringan yang sangat membantu saya untuk lebih berfikir kritis. Sehingga saya dapat menemukan solusi dari permasalahan yang saya alami. Dengan demikian saya belajar memaafkan, memahami orang lain, belajar menerima kenyataan, belajar menghargai, belajar menjadi orang yang rendah hati serta banyak hal yang saya pelajari setelah bercerita dengan ibu. saya bersyukur memiliki ibu yang selalu ada mendengarkan semua keluh kesah saya. Dan membuat saya tetap percaya diri menghadapi apapun masalah dan rintangan hidup. Karena telah terbiasa mencari solusi jalan keluar dari semua masalah itu. Ibu juga sahabat yang mempersatukan aku dan adik adikku. Kami tak terpisahkan. Berkat ibulah hubunganku dan adik-adik tetap harmonis “Kemanapun berpijak keluargalah yang selalu menerima kita apa adanya dan tempat kita mengadu” kata-kata ibu yang sangat aku ingat.

Ibu adalah dokter terbaik, handal dan cekatan. Pernah sewaktu duduk di kelas XI SMA saya terjangkit penyakit malaria seusai kegiatan kemah dalam ajang saka bakti usada pramuka kota. Saat itu saya sebagai sekretaris Dewan Kerja Cabang kota Sawahlunto. Awalnya saya akan di rawat di rumah sakit. Namun hanya sebentar setelah itu saya di rumah bersama dokter andalan saya yaitu ibu. Dalam hal kesehatan anak-anaknya ibu memang yang terbaik. Saya dan adik-adik sudah mendapatkan imunisasi lengkap sedari kecil sehingga kami jarang sekali sakit. Paling kalau sakit seperti sakit ringan seperti batuk dan flu. Ibu juga selalu rutin membawa kami ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali. Kata beliau supaya saya dan adik-adik tidak kesakitan saat giginya berlubang. Namun namanya remaja, saya suka telat makan akibat sibuk dan tidak mendengarkan nasehat ibu untuk menjaga kesehatan dan rutin mengkonsumsi buah dan sayur. Akibatnya saat itu saya ngedrop dan jatuh sakit. “Itu sudah resiko kalau kita hidup di alam, segala sesuatu memiliki resiko nak” kata ibu pada saya. Memang ibu tak pernah mengajarkan saya untuk mengeluh. Kata-kata yang tak pernah saya lupa “Sakit itu tanda orang akan cepat gede, jadi ga perlu nangis”. Walaupun kata-kata nya ringan saya merasa bersemangat. Dan lupa akan sakit saya toh tanda cepat gede..hehe. dan benar saya termotivasi untuk cepat sembuh. Selain itu saat sakit perhatian ibu tak henti tercurah pada saya tanpa melupakan adik-adik yang lain. Beliau memapah saya kerumah sakit, membantu memandikan, menyuapi saya, dan menemani saya tidur sebab saat itu saya sering sesak nafas pada malam hari. Bahkan maaf ibulah yang membantu membersihkan muntah saya pada saat itu tanpa mengeluh. Pengorbanan beliau itulah yang membuat saya belajar agar selalu menjaga kesehatan agar tidak lagi merepotkan beliau. Tak hanya dari sana pengorbanan beliau tersebut memotivasi saya untuk juga membaginya kepada orang-orang di sekitas saya. Itulah sebabnya saat ini saya mengambil jurusan kesehatan masyarakat yang bertindak sebagai promotif dan preventif (pencegahan) penyakit.

Ibu adalah koki andalan saya. Saya pernah menjuarai lomba masak antar kampus kesehatan di kota saya. Tentunya bakat ini saya peroleh dari ibu. setiap hari libur ibu selalu menyempatkan diri untuk mengajari saya memasak. Saya di beri kesempatan mengacak acak dapur beliau tentunya bertanggung jawab untuk membereskan. Sehingga saya bebas bereksperimen. Hal ini berawal dari kecil. Ibu membelikan saya mainan masak-masakan. Sehingga saya sangat tertarik mengenal makanan sampai saat ini. Hal kecil yang sering di lakukan ibu mengajarkan saya untuk mendiri hidup saat berkuliah di luar kota. Hidup sebagai anak kos tanpa sanak saudara. Karena sudah terbiasa masak sendiri saya jadi tidak lagi kerepotan dan binggung dalam hal menyediakan makanan. Dan jauh dari sifat manja dan malas. Bahkan sesekali saat ada waktu luang saya membuat kue di kos untuk di jual di kantin kampus. Ibu tidak melarang bahkan bangga dengan kreatifitas yang saya lakukan tersebut. Ibu selalu merancang menu yang hebat. Setiap hari gizi seimbang selalu kami dapat dan berbariasi sehingga aku dan adik-adik mencintai berbagai makanan. Pertumbuhan kami pun insyaallah sehat dan cukup sesuai umur. Tinggi dan berat badan kami juga seimbang. Aku bersyukur dengan gizi yang cukup di berikan ibu tinggiku mencukupi di atas 160 dan berat 50 kg sehingga tidak sulit untuk mengikuti berbagai ajang lomba bakat dan berbagai latihan akademi semi militer. Contohnya sewaktu aku diterima sebagai paskribaka di kota ku karena tinggi yang mencukupi.

Ibu adalah guru super semua matapelajaran. Bagi saya dan adik-adik ibu adalah super guru. Beliaulah pembimbing saya mengenal angka dan huruf. Sebelum menginjak bangku sekolah dasar saya sudah bisa membaca dan berhitung itu semua berkat ibu yang setiap hari melatih saya dengan berbagai permainan yang mengasikkan. Mainan huruf-huruf yang bergambar binatang, menghitung permen dan biskuit yang di belikan ayah, menulis buku gambar dengan warna yang cantik. Dan menulis nama saya. Saya masih ingat dan bahkan tulisan pertama itu masih tersimpan rapi di lemari buku. Sebagai guru ibu adalah guru yang paling disiplin. Setiap pukul 7 seusai makan malam beliau membimbing saya dan adik-adik belajar. Seluruh televisi mati malam itu. Kami sempat menggerutu namun sampai saat ini terbiasa untuk belajar berkonsentrasi dan akhirnya bersyukur. Pukul 04.00 WIB kami bangun dan kembali belajar setelah itu melaksanakan sholat subuh. Pukul 06.45 kami pergi ke sekolah. Sebelumnya wajib bagi kami untuk sarapan pagi. Kalau tidak ibu tidak memberika uang jajan. Dan akhirnya kami terbiasa dengan kedisiplinan itu hingga kini. Dan sangat berterimakasih pada ibu. Ibu juga guru yang pandai berdongeng, dan bercerita berbagai pengalaman hidup beliau sewaktu masih muda. Berkat bimbingan ibu saya selalu memperoleh peringkat 3 besar di sekolah. Dan pernah menjuarai berbagai lomba-lomba di sekolah. Berikut beberapa prestasi saya: Juara 1 dan 2 lomba mengarang tingkat SD sekota Sawahlunto, harapan 1 cerdas cermat provinsi, juara 1 lomba bahasa Indonesia tingkat kecamatan hingga kota, juara umum pramuka penggalang sekota sawahlunto, juara 3 lomba mewarnai, juara 1 lomba seni krya tingkat kota dan provinsi hingga menjadi salah satu peserta FLS2N di Yogyakarta, dan masih banyak lagi. Memang ibu tak pernah menuntut saya harus selalu pandai dalam matematika dan hal sains lain. Namun ibu sudah melihat bakat saya dalam bahasa dan selalu beliau asah dengan memasukkan saya les bahasa Inggris dan bimbingan guru privat.

Dalam organisasi saya pun aktif sedari dulu karena suport ibu. Dukungan ibu berawal saat saya selalu di suru untuk menyanyi dan menari di ulang tahun teman. Sehingga untuk tampil di depan penonton saya tidak lagi takut. Percaya diri ini sangat berharga sampai saat ini. Dalam organisasi saya tak takut dalam hal mengeluarkan pendapat dan ide. Sebab sudah terbiasa dari kecil muncul di depan publich. Hingga beberapa kali saya di tunjuk untuk mengkoordinatori berbagai kegiatan sedari saya SMP hingga kuliah sampai sekarang. Bahkan saya pernah menjadi pemimpin upacara wanita pertama angkatan saya di sekolah mengalahkan para anak laki-laki. Wah saya sangat bangga saat itu. Selain itu dukungan ibu menjadikan saya untuk mendengarkan keluhan dari anggota saya karena itulah yang selalu ibu lakukan pada saya mendengarkan. Sewaktu SMP saya di tunjuk sebagai pimpinan regu pramuka di Jatinangor, Jawa Barat. Acuan jempol di berikan ibu untuk saya.

Di balik pujian yang di berikan ibu, tentunya ada hal dimana saya salah dan melanggar. Namanya juga anak-anak atau remaja pasti memiliki keingin tahuan yang tinggi pada suatu hal. Namun sikap marah ibu bukanlah bersifat menekan psikis atau mengasari. Namun dengan sikap lembutnya beliau menegur saya. Kata-kata yang beliau gunakan tersebut selalu membuat saya berfikir akan kesalahan saya dan membuat saya jera. “mencari musuh itu memang mudah Nak mencari teman itu sulit, hidup tak kita jalani seorang diri suatu saat kita membutuhkan orang itu tanpa kita duga” kata ibu sewaktu saya berkelahi dengan teman. Sehingga saya sadar saat itu saya salah. Tak semua masalah harus di selesaikan dengan pemususuhan. Sebab kata ibu di balik permusuhan akan muncul permusuhan baru. Kata-kata ibu memang ringan namun sangat sakti bagi saya. Beliau tak tak pernah membuat saya merasa buruk, tercaci dan terhina, namun memutarnya agar saya sendiri yang menyadari kesalahan tersebut.

Ibu memang salah satu anugerah terindah dalam hidup saya sampai kapan pun dan di mana pun. Apa yang telah beliau lakukan memberikan berbagai hal berharga di hidup saya. Tak hanya untuk memimpin orang lain bahkan untuk memimpin diri saya sendiri. Kasihnya tak akan hilang oleh air namun akan tetap terukir di hati ini. Aku sangat yakin setiap doa beliau terselip kebaikan untuk ku dan keluarga. Dan aku sangat yakin semua yang beliau lakukan untukku tidak hanya saat aku melihat dunia ini tapi sejak dalam kandungannya ia menjaga dan merawatku. Terimakasih ibu atas semua yang engkau berikan padaku.

“Timang-timang anakku sayang buah hati permata bunda”

“Tidurlah nak tidurlah anakku sayang semoga kelak engkau menjadi anak yang berguna”

(dendang ibu saat menidurkan sewaktu aku kecil…amin ya Rabbal Alamin Bu)