Tangan Dingin Ibuku

Oleh Fariha Mahmudah 17 Oct 2013

#LombaBlogNUB


“Duh, kasihan banget, Bu Rom, ditinggal suami dengan enam orang anak yang masih kecil-kecil.”


Bu Rom adalah ibuku, nama lengkapnya Romdiah. Kalimat yang sering datang dari kiri kanan itulah yang menjadi penyemangat ibuku untuk berjuang demi keenam anaknya. Ibu sosok yang tak mau dikasihani meski pada kenyataannya cukup berat menanggung enam orang anak demi masa depan yang cerah. Cobaan itu bermula pada awal tahun 1999, bapak yang menjadi panutanku dipanggil Tuhan untuk selama-lamanya dalam usia 48 tahun. Sedih dan hampa, itu perasaan yang menghinggapi perasaanku saat bapak telah kembali keharibaan Illahi. Saat itu, Ibuku nampak sangat terpukul dengan meninggalnya bapak. Berulangkali Ibu nyaris pingsan saat mengetahui bapak sudah tidak mampu bertahan melawan penyakitnya. Kondisi ibuku saat itu bisa dimaklumi karena enam orang anak yang ditinggalkan belum ada yang mentas satupun. Enam orang anak ibu terdiri dari satu lelaki dan 5 perempuan. Kakak sulung masih menempuh semester delapan di perkuliahan, kakak kedua masih semester empat di perkuliahan, saya sendiri anak ketiga masih duduk di kelas 2 SMA, adik pertama kelas 3 SMP, adik kedua kelas 6 SD dan adik ketiga kelas 4 SD.


Namun setelah hari ketiga meninggalnya bapak, Ibu mulai bangkit. Beliau mengumpulkan keenam anaknya untuk diberi nasehat bahwa meski bapak telah tiada, pendidikan kami tidak boleh ada yang terhenti. Menyaksikan ibu bangkit, kami pun ikut bangkit menyesuaikan diri dengan keadaan. Kami menjadi anak-anak yang mandiri dan tidak cengeng. Kami menyadari tanggung jawab ibu tidak ringan dalam menafkahi sekaligus mendidik kami. Ibu menjadi sosok yang lembut sekaligus tegas. Ada sisi keibuan sekaligus kebapakan pada sikap yang ibu tunjukkan pada kami. Ibu yang seorang guru SD mendidik kami dengan sungguh-sungguh. Pesan terakhir bapak yang ditujukan pada ibu sebelum tiada, “Bu, didiklah anak-anak dengan ikhlas. Ingatlahkanlah mereka untuk selalu dekat dengan Tuhan”. Pesan bapak itu menjadi semangat ibuku untuk mendidik kami dengan sebaik-baiknya. Ibu selalu mengingatkan kami untuk selalu ingat dengan Tuhan, untuk selalu rajin belajar dan serius dalam menimba ilmu.


Tahun-tahun penuh keprihatinan akhirnya bisa kami lewati meski dengan banyak rintangan. Satu persatu dari keenam anak ibu lulus dari perkuliahan dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Bisa dibilang, anak-anak ibu sudah  mulai mentas. Alhamdulillah, kakak pertama saat ini menjadi Hakim di Pengadilan Agama Bengkalis Riau, kakak kedua menjadi Dosen Matematika di Universitas Negeri Yogyakarta, saya anak ketiga menjadi Guru SD di Yogyakarta, adik pertama menjadi Dosen Ilmu Komputer di Universitas Gadjah Mada, adik kedua dan ketiga masing-masing menjadi pegawai BPS Surabaya dan karyawan Dinas Pengairan DIY. Dengan semua yang dicapai anak-anak ibu membuat banyak orang terpana dengan kelihaian ibu mendidik kami. Semua ini berkat tangan dingin ibu dan ijin Tuhan yang maha adil. Ibu mendidik kami menjadi pribadi yang mandiri dan tidak manja. Bahkan anak-anak ibu sudah bisa mencari penghasilan sendiri saat masih kuliah yaitu dengan memberikan les privat kepada para pelajar sekolah. Kami memang tidak mungkin berharap uang saku yang layak dengan kondisi ibu yang single parent. Kami semua pun sadar diri untuk tidak merepotkan ibu.


Ibu selalu memberi semangat pada kami untuk maju dalam berpendidikan. Ibu yakin bahwa keenam anaknya akan mendapat kesuksesan sesuai minat dan bakatnya. Oleh karenanya semua anaknya disekolahkan hingga perguruan tinggi meski dengan biaya yang tidak sedikit. Kepandaian ibu dalam mengatur keuangan keluarga mampu menghantarkan keenam anaknya mendapat pendidikan yang semestinya. Kepintaran ibu dalam memotivasi anak-anaknya membuat kami selalu bangkit tuk berprestasi. Dan kesabaran serta keikhlasan yang ditunjukkan ibu melalui sikap-sikapnya membuat kami tenang meraih asa. Dan kini, raut wajah ibu nampak begitu cerah di masa pensiunnya, menyaksikan keenam orang anaknya dan cucu-cucunya hidup bahagia. 

Foto Ibu beserta lima orang anak dan ketiga cucunya, kakak sulung tidak bisa ikut serta karena sedang berada di luar kota


Foto formasi lebih lengkap bersama para anak dan menantu saat pernikahan adik ke-2


Dan, petikan lirik lagu dari Opick (feat Amanda) ini tiba-tiba terngiang di telingaku.

Terbayang satu wajah

Penuh cinta penuh kasih

Terbayang satu wajah

Penuh dengan kehangatan

Kau ibu


Terbayang satu wajah

Penuh cinta penuh kasih

Terbayang satu wajah

Penuh dengan kehangatan

Kau ibu oh ibu kau ibu

oh ibu oh ibu

Ibu.., terimakasih atas semua jasa dan kasih sayangmu sampai detik ini kepada kami semua. Meski kami telah berumah tangga namun kasih sayangmu tak berubah. Kau memberikan banyak inspirasi dan pelajaran berharga pada kami yang akan selalu teringat dalam benak. Semoga Alloh SWT selalu mencurahkan kesehatan dan kebahagiaan untukmu. Love U full, Ibu :). 


Keterangan : Mentas (dalam bahasa jawa) artinya mandiri secara finansial, telah berkeluarga.

 
2 Komentar

Fariha Mahmudah

22 Oct 2013 17:06

Insya Allah. Ibu rela berkorban apa saja demi membahagiakan dan memuliakan hidup anak-anaknya... :D

pak lukman

22 Oct 2013 09:51

Subhanalloh..., Ibu hebat menghasilkan anak yang hebat.