3 Pilar Pendidikan Ki Hajar Dewantara-Peran Ibu untuk Si Pemimpin Kecil

Oleh ardiba 02 Oct 2013

Cuci

Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil

 Saya adalah pemimpin buat saya pribadi, dan sedang belajar menjadi pemimpin buat anak saya satu-satunya, Faris. Saya yakin, bila setiap ibu memposisikan diri sebagai sebaik-baiknya pemimpin buat dirinya dan keluarganya. Insya Allah akan tangguhlah Indonesia. Karena dari ibu yang seperti inilah akan lahir calon pemimpin bangsa.

Kepemimpinan buat Saya adalah kemampuan mengendalikan diri dan memberikan contoh yag baik kepada yang dipimpin. Pengendalian diri saja tidak cukup. Diperlukan pula tekad belajar yang besar untuk meningkatkan kemampuan diri, sehingga bisa lebih baik dan terus lebih baik lagi. Kepemimpinan yang baik selaras dengan pendidikan yang baik. Dalam teori pendidikan yang diutarakan Ki Hajar Dewantara, ada 3 hal yang diperlukan dalam mendidik(dan tentu saja memimpin atau mengarahkan), yaitu:

1. Ing Ngarso Sung Tulodo. Artinya di depan memberikan teladan. Seorang pendidik ataupun pemimpin yang baik haruslah bisa menjadi contoh poengikutnya. Sebagai pemimpin(orang tua), tentu selalu berusaha memberikan teladan yang baik. Teladan yang baik tidak perlu muluk-muluk. Cukup menjaga 3 hubungan, yang mana bila hubungan ini berjalan baik, maka berjalan baik pula hidup ini. Hubungan pertama adalah ‘Habluminallah’ atau hubungan dengan Allah SWT. Cara menjaga hubungan ini adalah dengan Sholat, berdoa, mengaji, berzikir, dan bersholawat. Saya berusaha melakukan rangkaian ibadah dengan santai tapi khusyuk. Rutin Saya ajak Faris untuk sholat berjamaah, ngaji bareng, dan berzikir bersama. Usia Faris baru 2 tahun, tapi aku bersyukur dia mulai ikuti gerakan sholat dan mengucapkan Allahuakbar meskipun belum jelas. Bisa menjalin kedekatan dengan Allah adalah anugerah tak terkira. Karena dengan beribadah jiwa menjadi terisi, hidup menjadi lebih berarti. Namun, Habluminallah yang baik belum cukup. Kita perlu pula untuk menjaga hubungan antar manusia alias ‘Habluminannas’. Habluminannas ini meliputi tolong menolong dan saling menjaga hubungan baik antar manusia. Prinsip Saya, bilapun saya tidak bisa membantu seseorang karena keterbatasan saya, paling tidak saya jangan sampai merugikan beliau. Sedikitpun saya cegah bibir ini untuk menjelek-jelekkan orang sekalipun terkadang benar adanya. Saya hanya mahluk biasa yang mungkin sama jeleknya dengan orang yang dianggap jelek itu. Selalu berusaha peka dengan keadaan orang-orang sekitar selalu saya tanamkan ke Faris. Saya ajarkan dia bersedekah, saya ajak dia ikut membantu tetangga (rewang). Saya ajak ke semua lingkungan sosial Saya dengan harapan wawasan sosialnya bertambah kaya. Bila melihat musibah di tv, saya ajarkan untuk turut prihatin dan mendoakan yang tertimpa musibah. Nah, dalam sosialisasi Faris sendiri, terkadang Faris dinakali, saya tidak pernah berusaha membela. Saya ingin Faris menemukan solving atas masalahnya. Alhamdulillah senakal-nakalnya teman Faris, ga sampai mencederai. Jadi saya bisa tenang juga melepas Faris. Saya biasakan untuk sharing cerita disaat kumpul malam hari. Sebagi role model, saya bercerita tentang pengalaman saya di kantor. Kadang banyak hal sepele saya ceritakan dengan antusias, dan pada gilirannya Faris akan mulai cerita dengan antusias apa pengalamannya hari itu. Walo saya belum paham bahasanya karena belum lancar bicara, tapi saya dengarkan setiap kata-katanya dengan penuh minat. Bahkan sampai saya buatkan kamus ‘Bahasa Faris’. Saya gali terus kemampuan berceritanya dengan bertanya. Saya berharap Faris tumbuh menjadi anak yang bahagia bisa mengungkapkan perasaannya, dan saya sebagai ibunya bisa tahu Faris luar dalam. Keterbukaan dan kejujuran dalam keluarga saya pegang teguh.

Setiap kesalahan Faris tidak serta merta saya marahi. Tapi sebaliknya, setiap perbuatan baik selalu saya puji. Ini sebuah teori pendidikan anak yang akan membuat anak tidak takut salah, dan senantiasa berbuat baik tanpa paksaan. Kesalahan itu pasti akan terjadi kalau kita mau lebih baik, yang terpenting adalah belajar dari kesalahan itu.

Nah, kembali ke masalah 3 hubungan. Hubungan yang terakhir adalah Habluminalalam alias selaras dengan alam. Aksi nyata cinta alam yang sudah saya lakukan belumlah spektakuler. Baru saya mulai dari keluarga dahulu. Beberapa contoh sederhana ‘save the earth’ yang saya lakukan adalah, dengan tidak memakaikan pospak ke Faris. Saya sadar betul sampah yang akan ditumpuk bila sehari saja full pospak. Untuk masalah bulanan juga saya sudah sangat nyaman dengan menstrual cup, jadi tidak pernah sampah pembalut lagi. Saya tinggal di komplek yang listrik dan air gratis. Tapi itu tidak membuat saya terlena untuk menghambur-hamburkannya. Saya usahakan mematikan lampu dan alat ekektronik yang tidak terpakai dan hanya menyalakan keran air saat benar-benar dibutuhkan. Di belakang rumah dibuat kolam, sehingga sampah2 organik seperti sayur dan nasi sisa bisa untuk ikan. Untuk sisa lauk protein saya berikan ke kucing tetangga. Dalam proses ini tentu saja saya libatkan Faris. Dan sampai saat ini dia sangat antusias memberi makan kucing.

2. Ing Madyo Mangun Karso. Di samping memberikan bimbingan dan arahan. Yah, tentu saja sebagai orang tua tak hanya memberikan teladan semata. Tapi juga support akan segala kemampuan anak. Jujur, Faris sendiri belum tampak minatnya. Semua hal dapat menarik minatnya. Hanya mungkin dia punya ketertarikan kuat pada alat transportasi. Nah ini jadi alat buat saya untuk merangsang kognitifnya(tapi tidak pernah dipaksakan). Secara kinestetik juga Faris berkembang paling pesat. Oleh karena itu, saya yang aslinya malas olahraga memacu diri untuk ikut olah tubuh bersama Faris. Fasilitas belajar(bermain) Faris juga terpenuhi dengan baik, karena fasilitasnya ga perlu mahal, hanya perlu kreatifitas orang tua. Alam menyediakan fasilitasnya. Melukis pasir, berenang, menghitung kerikil, main tuang air. Banyak ide permainan murah dan merangsang kecerdasan anak bisa kita ciptakan, karena fasilitas yang mahal itu ada di kreativitas kita sebagai orang tua. Untuk membimbing dan mengasah jiwa pemimpin Faris, untuk awal saya ajarkan untuk menjadi pemimpin diri sendiri dahulu. Faris harus mandiri dan bisa mengendalikan diri dulu baru bisa mengendalikan orang lain. Untuk pola asuh ini saya menganut paham Togeisme alias metode pengasuhan yang disarikan oleh Psikolog bernama (Toge) Aprilianto. Prinsip utamanya adalah berdagang. Jadi dalam tiap kegiatan sosial anak, dia harus punya posisi tawar yang menarik agar mendapatkan apa yang dimaui. Sedari kecil Faris tidak pernah mendapatkan apapun dengan cuma-cuma. Terkesan tega, tapi itu memang sebuah realita. Mana ada orang kasih kita duit tanpa kita berusaha?nah dalm Quran saja disebutkan ‘Tidak akan kuubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu mengubahnya sendiri’. Jadi, prinsip berdagang ini sangat diperlukan dalam kehidupan sosial anak, dan kalaupun (Insya Allah) menjadi pemimpin dia tidak akan semena-mena, karena paham ada harga dari semua tindakan.

3. Tut Wuri Handayani. Di belakang memberikan dorongan. Saya pribadi belum bisa bercerita tentang teori pendidikan yang terakhir ini. Karena idealnya teori yang terakhir ini dipraktekkan pada anak remaja yang sudah mulai menentukan arah hidupnya. Betapa bila kedua teori sebelumnya benar-benar dipraktekkan, Insya Allah tidak ragu melepas anak, karena akan tiba saatnya menjadi penonton dan mungkin dipimpin anak?why not?