Anemia pada Remaja Putri dan Dampakya di Masa Depan

Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 18 Aug 2020

Kebutuhan zat besi meningkat selama masa remaja untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan otot. Begitu mendapatkan menstruasi, remaja putri membutuhkan lebih banyak zat besi daripada remaja laki-laki untuk menggantikan kehilangan darah selama haid. Asupan besi remaja outri (11-18 tahun) adalah 14,8 mg setiap hari, sedangkan remaja laki-laki sebesar 11,3 mg.1

Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan kekurangan zat besi dan meningkatkan risiko anemia defisiensi besi yang dapat memicu konsekuensi kesehatan serius. Kekurangan zat besi yang parah dapat meningkatkan risiko pengembangan komplikasi jantung dan paru-paru.

Remaja putri berisiko lebih besar mengalami anemia dibandingkan remaja pria karena sejumlah alasan, selain darah yang hilang akibat haid setiap bulan, remaja putri umumnya lebih sedikit makan daging merah lebih sedikit daripada remaja laki-laki. Remaja yang menganut pola makan vegetarian yang tidak terencana atau membatasi asupan makan juga berisiko mengalami defisiensi zat besi.

Anemia defisiensi besi pada remaja masih menjadi masalah. Jika tidak diobati, itu akan berlanjut sampai dewasa dan berkontribusi besar terhadap angka kematian ibu, kelahiran prematur, dan anak dengan berat lahir rendah.

American Academy of Pediatrics (AAP) menyebut pola makan rendah zat besi, remaja dengan gaya hidup aktif, menganut pola makan vegetarian atau vegan dan mengalami perdarahan berlebih saat haid, juga mereka yang obesitas - cenderung memiliki faktor risiko anemia yang lebih tingggi. Menariknya, seseorang bisa memiliki cadangan besi rendah tanpa anemia, yang bisa dilihat dari kadar feritin serum pada remaja dengan faktor risiko anemia. Penelitian menunjukkan bahwa ferritin yang rendah dapat mempengaruhi kinerja atletik termasuk kelelahan. Sementara kelelahan selama berolahraga adalah gejala subyektif, mempertahankan cadangan zat besi penting untuk memelihara kesehatan tubuh.

Kekurangan zat besi dapat mempengaruhi fungsi kognitif pada remaja. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa anak perempuan yang memiliki kadar feritin serum yang lebih tinggi memiliki peningkatan yang signifikan secara statistik pada tes kognitif pembelajaran verbal dan memori.

Besi dari sumber hewani (dikenal sebagai besi heme), misalnya hati dan daging merah, lebih mudah diserap oleh tubuh manusia dibandingkan dengan zat besi yang ditemukan dalam sumber non-hewani atau nabati lainnya (dikenal sebagai zat besi non-heme), seperti sayuran berdaun hijau gelap, kacang-kacangan, dan biji-bijian (misalnya sereal sarapan gandum) dan buah-buahan kering (misalnya aprikot). Di sinilah peran penting industri makanan menciptakan produk pangan yang diforifikasi zat besi, misalnya pada gandum atau sereal sarapan.

Agar zat besi mudah diserap, maka dibutuhkan bantuan vitamin C. Vitamin larut air ini membantu tubuh menyerap zat besi non-heme. Minum segelas jus buah atau makan buah dan sayuran kaya vitamin C (seperti tomat) pada waktu makan dapat membantu penyerapan zat besi dari sumber yang bukan daging. Di sisi lain, teh dan kopi dapat mengurangi jumlah zat besi non-heme yang diserap tubuh, sehingga sebaiknya tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan jam makan.

WHO menyebut, kebutuhan zat besi berdasarkan berat badan sebanding dengan kecepatan pertumbuhan. Oleh karena itu, selain terjadi pada wanita dalam masa reproduksinya, defisiensi besi paling umum terjadi pada tahun-tahun prasekolah dan selama masa pubertas. Puncak lain defisiensi besi terjadi pada usia tua, ketika pola makan memburuk, dalam hal kualitas dan kuantitas.

Setelah menarche (haid pertama), remaja putri sering tidak mengonsumsi zat besi yang cukup untuk mengimbangi kehilangan darah di masa menstruasi. Akibatnya, puncak prevalensi defisiensi besi sering terjadi di kalangan remaja putri.

Menurut WHO, anemia defisiensi besi pada kehamilan memliki dampak serius, yaitu meningkatkan risiko perinatal untuk ibu dan anak baru lahir; serta meningkatkan angka kematian anak. Sejumlah besar zat besi disimpan dalam plasenta dan janin selama kehamilan. Situasi ini membuat kebutuhan zat besi meningkat sekitar 700-850 mg selama kehamilan. Penyerapan zat besi meningkat selama kehamilan. Saat haid berhenti, wanita hamil masih belum menyerap zat besi tambahan dalam jumlah cukup sehingga risiko kekurangan zat besi meningkat. Laktasi atau menyusui juga mengakibatkan hilangnya zat besi melalui ASI. Akibatnya, bagi wanita yang selama hamil kekurangan zat besi akan berlanjut hingga masa menyusui.

Solusi Atasi Defisiensi Besi

Untuk mengatasi defisiensi zat besi, suplementasi zat besi harian direkomendasikan sebagai intervensi kesehatan masyarakat pada remaja putri dan wanita dewasa terutama yang tinggal di wilayah di mana anemia sangat lazim. Suplementasi zat besi dan asam folat intermiten (terputus-putus) perlu dilakukan pada wanita usia produktif. untuk meningkatkan konsentrasi hemoglobin dan status zat besi, serta mengurangi risiko anemia pada populasi di mana prevalensi anemia pada wanita yang tidak hamil usia reproduksi cukup tinggi.

Suplementasi zat besi harian direkomendasikan sebagai intervensi kesehatan masyarakat pada anak usia sekolah yang berusia 60 bulan (5 tahun) dan lebih tua untuk mencegah kekurangan zat besi dan anemia.

Di daerah endemis malaria, pemberian suplementasi zat besi pada anak dan anak-anak harus dilakukan bersamaan dengan langkah-langkah kesehatan masyarakat untuk mencegah, mendiagnosis dan mengobati malaria.

Suplementasi zat besi intermiten direkomendasikan sebagai intervensi kesehatan masyarakat pada anak-anak usia pra-sekolah dan usia sekolah untuk meningkatkan status zat besi dan mengurangi risiko anemia pada anak.

Berikut sejumlah cara untuk mencegah kekurangan zat besi pada remaja:

1. Diskusikan tentang pentingnya zat besi. Bantu mereka mendapatkan informasi yang cukup untuk membuat pilihan makanan yang bertanggung jawab.

2. Doronglah remaja mengonsumsi makanan kaya zat besi, seperti sereal sarapan dan roti yang diperkaya zat besi, dan sajikan lauk daging, unggas atau ikan sebagai sumber zat besi yang mudah diserap tubuh.

3. Tawarkan sumber zat besi non-heme seperti kacang, kacang polong, brokoli, bayam, kacang-kacangan, dan makanan lain jika remaja menolak makan daging. Dorong ia mengonsumsi vitamin C bersamaan dengan makan sumber zat besi non-heme untuk membantu penyerapan oleh tubuh.

4. Sarankan untuk membatasi minum kopi dan teh karena jenis minuman ini dapat mengganggu penyerapan zat besi.

5. Ajak remaja melakukan perubahan pola makan, seperti menambah jumlah makanan kaya zat besi dalam menu harian. Berikan suplemen zat besi bila perlu.

6. Lakukan perawatan infeksi. Kadang-kadang infeksi menjadi penyebab anemia ringan pada anak-anak.

Referensi

1.https://www.nutrition.org.uk/nutritionscience/life/teenagers.html?

https://www.who.int/nutrition/publications/en/ida_assessment_prevention_control.pdf