Ayo, berantas kurang gizi di Indonesia

Oleh Lutfi retno Wahyudyanti 14 Mar 2012

Herbal Tumor | Beberapa wakt u lalu saat pergi ke Desa Borobudur, ibu-ibu di sana bercerita tentang tetangga mereka yang melahirkan bayi kurang gizi. Bayinya kurus, ringkih, dan kelihatannya gampang sakit. Kata mereka, saat ibu tersebut hamil kondisi keuangan keluarganya dalam keadaan buruk. Suaminya di phk dan mereka tidak punya tabungan. Akibatnya saat hamil ia tidak seberuntung ibu-ibu lainnya yang bisa memilih makanan bergizi. Hingga ia melahirkan bayi yang tidak sehat.

Karena penasaran saya meng-googling tentang hubungan antara kondisi ibu hamil dan bayinya. Dan saya nemu banyak hal mengerikan tentang kurang gizi. Jika si ibu tidak mendapat gizi yang baik, janin yang ia kandung juga akan mengalami kekurangan gizi. Setelah si anak lahir, ia rentan terhadap berbagai macam penyakit.

Lalu, ada kemungkinan janin yang tidak tercukupi gizinya pertumbuhan hatinya tidak sempurna dan ia akan mengalami kesulitan mencerna kolesterol. Ada juga artikel yang mengatakan jika sel-sel otak seseorang tumbuh paling cepat saat seseorang berupa janin berumur enam bulan hingga usia dua tahun. Sel otak, juga mengalami pematangan saat bayi lahir hingga berusia empat tahun. Kalau pada masa ini seseorang tidak mendapat gizi yang baik, otaknya tidak akan tumbuh dengan sempurna.

Sayangnya, ada banyak ibu hamil di Indonesia yang mengalami kurang gizi dan melahirkan bayi-bayi yang tidak sehat. Buat penyuka data dan angka, di Rencana Aksi Pangan dan Gizi Bappenas saya menemukan ini:

Pada tahun 2007 prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang dan pendek masing-masing 18,4 persen dan 36,8 persen sehingga Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah gizi dunia (UN-SC on Nutrition 2008). Walaupun pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek menurun menjadi masing-masing 17,9 persen dan 35,6 persen, tetapi masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas 2010).

Kalau dibahasakan dengan sederhana, kurang lebih paragraf tadi bilang jika di Indonesia ada banyak bayi kekurangan gizi.

Saya cuma bisa membayangkan, bagaimana nanti saat anak-anak ini tumbuh dewasa? Saya yang percaya kalau tubuh sehat merupakan modal utama untuk mengerjakan banyak hal, merasa miris. Kayaknya berat deh untuk seseorang punya karya kalau dia sakit-sakitan.     

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Yang pertama sih saya percaya segala sesuatunya harus dimulai dari diri sendiri. Bagi yang perempuan, meski belum dalam keadaan hamil, jika masih ada dalam usia produktif, banyak-banyaklah mencari info tentang kesehatan. Hamil atau tidak hamil, jagalah diri anda baik-baik. Untuk para prianya, kalau punya istri, ingatkan dia untuk mencukupi kebutuhan gizinya.

Saya dan mungkin para pembaca blog ini beruntung jika nanti hamil atau memiliki keluarga hamil bisa mendapat atau mencari akses informasi (kita kan pengguna internet) tentang apa saja yang bayi kami butuhkan kelak. Bagaimana dengan lebih banyak orang di Indonesia yang buta info? Kira-kira apa yang bisa kita lakukan? Sepertinya menyerahkan hal ini pada pemerintah saja tidak cukup. Untuk teman-teman yang tertarik dengan kerja-kerja sosial dan punya pengetahuan tentang gizi, mungkin bisa membantu menyebarkan info ini di posyandu-posyandu terdekat. Untuk yang tidak terlalu memiliki info tentang gizi, bisa memulainya dengan mengajarkan kebiasaan membaca. Bukankah orang yang terbiasa membaca akan berusaha mencari tahu tentang banyak hal untuk membuat hidupnya lebih baik? Dan mencukupi gizi termasuk dalamnya.