Bunda dan Sang Pemimpin Kecilnya

Oleh Indra Retmana 08 Oct 2013

“…Oo bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku…”

Radio kecil di sudut kamar ini, mengalunkan lagu itu, suaranya mengalir lembut, pelan tapi pasti masuk perlahan menerobos gendang telingaku dan sesaat kemudian mampu mengalirkan butiran butiran bening dari kedua sudut mataku, seolah tak mau kalah dengan tetes air hujan yang perlahan turun diluar sana. Malam semakin pekat, seperti biasa aku selalu sempatkan menengok ke kamar anakku yang tengah tertidur lelap, untuk tahu keadaannya atau sekedar membetulkan letak selimut yang menghangatkan tubuhnya.

Tak seperti biasanya kali ini, aku terduduk diam di pinggiran dipan kecil tempat tidur anakku, sambil membelai rambut dan sesekali menciumnya, tak terasa butiran bening kembali mengalir tipis dari kedua sudut mataku.

“7 tahun sudah usiamu anak lelakiku, tumbuh dewasalah menjadi seseorang yang memberikan manfaat bagi agama, nusa dan bangsamu, menjadi seorang pemimpin, berjalan melalui koridor koridor kebenaran dan kebajikan, seperti yang dulu selalu bunda ajarkan kepadamu.”

“Masih ingatkah engkau wahai anak lelakiku, ketika untuk pertama kalinya engkau hadir di dunia fana ini, engkau pasti mendengar alunan suci adzan yang Ayah kumandangkan di kedua telingamu dan setelah itu Bunda membiarkanmu tengkurap di perutnya, yang Ayah yakin waktu itu Bundamu juga pasti masih merasakan lelah yang luar biasa setelah melahirkanmu, tapi seolah tanpa merasakan lelah, dengan sepenuh hati Bunda membiarkanmu tengkurap di perutnya, mengajakmu bicara dan selalu memberikan semangat untukmu agar juga tak kenal lelah mencari air susu sebagai sumber kehidupanmu.”

“Air susu Ibu yang bahkan sudah Bunda siapkan jauh jauh hari sebelum engkau lahir kedunia ini, tahukah kamu wahai Anak lelakiku, betapa saat mengetahui dirinya hamil untuk pertama kalinya, Bunda sangat bersemangat sekali untuk berusaha memberikan yang terbaik bagimu dengan memakan makanan yang bergizi tinggi dan selalu meminum susu terbaik untuk menambah gizi yang masuk ke tubuhnya, iya semua itu untukmu anakku, agar kebutuhan gizimu selalu tercukupi didalam perutnya.”

Selalu yang terbaik yang Bunda berikan untukmu, bahkan ketika kamu masih didalam perutnya.

Selalu yang terbaik yang Bunda berikan untukmu, bahkan ketika kamu masih didalam perutnya.

“Saat itu engkau pasti merasa nyaman, berada di pelukan Bunda, saat pertama kalinya engkau berjuang di dunia fana ini dan mendapatkan apa yang engkau inginkan. Tahukah engkau wahai anak lelakiku, saat itu Bunda mengajarkanmu untuk selalu berjuang tak kenal lelah  untuk mendapatkan apa yang engkau impikan dan setetes dua tetes air susu ibu yang engkau dapatkan untuk pertama kalinya waktu itu tentu akan sangat bermanfaat untukmu kelak, karena mengandung berbagai zat yang engkau butuhkan untuk tumbuh dan berkembang dan colostrum yang berfungsi sebagai senjata kekebalan tubuh yang bisa melindungimu dari serangan berbagai penyakit.”

“Waktu berjalan begitu cepat saat itu, tak terasa 6 bulan berlalu, masih ingatkah engkau apa yang Bunda ajarkan kepadamu saat itu wahai anak lelakiku ? 6 bulan sudah engkau dapatkan Air Susu Ibu Eksklusif, saatnya kini engkau juga mendapatkan makanan pendamping ASI, iya waktu itu susah payah Bunda mencari tahu makanan apa yang bagus dan terbaik untuk bayi sepertimu sebagai makanan pendamping ASI agar kebutuhan gizimu selalu tercukupi sehingga kelak engkau bisa tumbuh dewasa, menjadi seorang pemimpin yang baik di setiap waktu yang engkau lalui.”

Memang selalu yang terbaik yang Bunda berikan untuk menemanimu tumbuh dan berkembang.

Memang selalu yang terbaik yang Bunda berikan untuk menemanimu tumbuh dan berkembang.

“Juga saat itu, engkau mulai aktif, tangan kecilmu sering menggapai gapai, kaki kaki kecilmu juga aktif bergerak, seolah tak sabar menapak, bertualang, menjelajah jengkal demi jengkal tanah di bumi ini.”

“Beberapa bulan kemudian engkau sudah benar benar memulai petualangan pertamamu, menjelajah jengkal demi jengkal setiap wilayah dirumah mungil ini. Merangkak kesana kemari, merambat dan mulai belajar berjalan dan tahukah engkau wahai anak lelakiku, saat itu Bunda memberikan kebebasan penuh untukmu berekspresi, meski kadang berbahaya, tak sekalipun bunda melarang tapi tahukah kamu wahai anak lelakiku ? saat itu Bunda benar benar esktra waspada menjagamu agar tidak sampai terkena hal hal yang buruk akibat ulah dan ekspresimu itu, sehingga saat itu engkau pasti merasakan kebebasan berekspresi dan engkau pun akan tahu sendiri akibat dari apa yang kamu lakukan, sehingga kelak ini akan sangat bermanfaat bagimu, selalu melakukan sesuatu dengan tanpa meninggalkan tanggung jawab.”

“Ketika pertama kali engkau kenal dengan teman temanmu, Bundapun selalu disampingmu dan selalu mengingatkanmu untuk berbagi mainan atau makanan yang kau miliki dan selalu mengajarkan tentang arti pentingnya berbagi dan berbuat baik terhadap seseorang, Ah anakku, Bunda memang yang terbaik ya..”

“Ayah tahu wahai anak lelakiku, apa yang Bunda ajarkan dulu pasti masih terekam dalam ingatanmu dan terbukti saat itu waktu pertama kali engkau bersosialisasi di sekolah pertamamu, tanpa takut sedikitpun Ayah dan Bunda melihatmu bernyanyi didepan kelas, meski dengan suara yang masih belum terlalu jelas engkau berani melakukannya, Ayah bangga padamu Nak..”

“Waktu berlalu, semua berjalan seperti seharusnya, sampai suatu ketika sesuatu yang sama sekali tidak kita inginkan terjadi. Saat itu usiamu baru menginjak 5 tahun saat Bunda pergi meninggalkan kita, terlebih dahulu menghadap Sang Pencipta. Mungkin karena engkau yang masih terlalu kecil tak tampak sedikitpun kesedihan di raut wajahmu, hanya saja mulut kecilmu tak pernah berhenti menanyakan kemana Bunda pergi..ah anak lelakiku, kelak kau akan mengerti.”

“Meskipun terasa sangat singkat, Bunda telah mengajarkanmu banyak hal wahai anak lelakiku, perjuangan untuk meraih impian, kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab, keberanian melakukan sesuatu dan kemandirian hidup, Ayah yakin kelak semua itu akan sangat bermanfaat untukmu sang pemimpin kecil. Tumbuh dewasalah dan berkembang seperti yang seharusnya, jadilah seorang pemimpin yang memberikan manfaat bagi semua orang, selalu berjalan di jalan-NYA, seperti yang selalu Bunda ajarkan kepadamu, sehingga Bunda pun akan tersenyum senang melihatmu dari atas sana.”

Malam semakin larut, aku membetulkan selimut anak lelakiku dan bergegas meninggalkan kamarnya, ketika kulihat wajah polosnya tersenyum dalam tidurnya. Tidurlah yang lelap wahai anak lelakiku, besok ketika pagi datang kita songsong dunia, berjuang, berkarya bersama menggapai impian dan cita cita kita berdua.

 ”..Aku dan kamu selalu bersama, Habiskan malam walau tanpa bintang..”

posterblog-writing-competition-1.5-04092013.resized