Dibelit Mitos?

Oleh mbaknez 18 Apr 2012

Tersebutlah tiga bunda bernama Bu Jamilah, Bu Juminten dan Bu Jamidong. Mereka bertetangga, dan memiliki anak-anak yang sepantaran usianya. Ketiganya suka mengobrol santai disela-sela mengerjakan kegiatan rumah tangga. Apalagi kalau bukan mengenai kesehatan dan perawatan anak.

Suatu hari bu Jamilah dan bu Jamidong berdiskusi seru soal konsumsi ikan pada anak, yang berakhir dengan mitos soal konsumsi ikan pari yang dipercaya bu Jamidong. Bu Jamilah jadi sewot, apalagi bu Jamidong tidak terima saat ia berusaha meluruskan pemahamannya.

Sambil menggerutu sendiri, bu Jamilah maju jalan menuju rumah bu Juminten. Apalagi kalau bukan untuk curcol.

“Pokoknya kalo si Jamidong itu ngajak diskusi soal ini nggak usah dilayani! Dah salah ngeyel pula, mana salahnya keterlaluan lagi! ” tukas bu Jamilah berapi-api.

“Sabarlah bu, emangnya apa sih yang dibilang bu Jamidong?” tanya bu Juminten.

“Itu lo, masa ikan pari gak baik untuk dimakan sama anak-anak gara-gara ikan pari itu bisa keluar haid? Gimana ceritanya ikan bisa haid?” semprot bu Jamilah sampai berbusa-busa.

Tawa Bu Juminten menyembur. Hah, ikan haid? Aneh-aneh saja, pikir bu Juminten.

—-

Bunda, di era informasi digital seperti sekarang ini, begitu banyaknya pemahaman tentang kesehatan anak yang beredar. Ada yang benar, dan ada yang salah. Tidak hanya mitos-mitos yang diturunkan di lingkungan atau keluarga kita, mitos atau pemahaman yang salah bisa juga kita dapatkan dari sumber lain seperti internet.

Secuplik cerita tadi adalah bukti bahwa masih ada bunda diluar sana kurang pintar memilah informasi. Bisa jadi, kita salah satu diantaranya. Kita kan tidak selalu benar atau selalu tahu yang terbaik untuk anak. Otak kita punya keterbatasan masing-masing. 

Untungnya, paling tidak yang bisa kita lakukan adalah tahu bagaimana memilah informasi yang bisa dipertanggung jawabkan dan yang tidak. Caranya? Ketahui sumbernya!

TELISIK SUMBERNYA

Setiap ilmu haruslah bersumber pada literatur. Bunda-bunda yang pernah menulis skripsi atau karya tulis apapun pasti tahu, bahwa kita diwajibkan menyertakan daftar pustaka. Dosen penguji tentunya menanyakan darimana kita membuat suatu kesimpulan. Teori apa yang mendukung kesimpulan kita? Darimana sumbernya? Buku apa, dan siapa yang menulisnya?

Hal yang sama berlaku saat kita mendengar apapun pemahaman tentang kesehatan, nutrisi, dan perawatan anak. Anak anda bukan tempat uji coba, bunda. Pastikan apa yang kita terapkan dalam perawatan anak sehari-hari adalah hal-hal yang kita dapat dari referensi terpercaya, yang benar telah teruji dan tidak membohongi. Jangan asal menelan semua mentah-mentah. Kesehatan anak kita resikonya!

Berikut adalah garis besar tata laksana yang bisa kita ikuti:

A. Kenali sumber mana yang Ilmiah.

Berdasarkan jurnal kesehatan atau literatur yang dapat dipertanggung jawabkan karena telah teruji dan diverifikasi oleh instansi atau ikatan profesi terpercaya. Misalnya WHO, ikatan profesi dokter anak (AAP/ American Association of Pediatrics, IDAI/ Ikatan Dokter Anak Indonesia). Inilah yang paling ideal. Tapi, karena tak semua hal mencantumkan sumbernya dari sini, maka…

B. Kenali sumber mana yang statusnya masih Perlu dipertanyakan.

Yang bisa bunda lakukan: cek apakah di artikel tersebut terdapat catatan kaki (footnote) atau pranala (link) luar yang menuju situs lain, atau mencatut nama instansi/ orang tertentu. Biasakan untuk membaca juga catatan kaki dan pranala yang disertakan, lalu perhatikan nama instansi atau orang yang ia jadikan sumber, apakah relevan dan reputasinya teruji? Artikel yang didasarkan hasil riset seorang dokter spesialis anak misalnya, punya nilai keabsahan lebih tinggi daripada artikel yang didasarkan testimoni konsumen.

C. Kenali sumber yang gak jelas.

Gak jelas ya gak jelas. Biasanya si sumber mengawali dengan embel-embel “katanya”. Lebih baik sih tidak usah langsung dipercaya. Jika anda masih penasaran atau tertarik, yang bisa dilakukan adalah menanyakan kebenarannya pada ahlinya. Semisal ke dokter spesialis anak.

DIKOREKSI KOK NGEYEL?

Sementara itu mungkin kita pernah ada di posisi bu Jamilah, yang berusaha mengingatkan seseorang tapi malah dibalas dengan ngeyel. Nah, jangan lantas jadi sebel ya. Tidak semua orang luwes dan mudah terbuka pada hal baru, atau diajak mengenal sesuatu yang baru. Oleh karenanya bisa jadi akan muncul penolakan saat kita berusaha mengkoreksi sesuatu. Yang penting jangan bersikap seperti ini. Be open minded dan terus belajar! Wawasan yang bunda miliki, seperti halnya buku, harus terus melalui proses revisi agar selalu up to date. 

Agar tak malas dan malah jadinya menolak ilmu alias ngeyel, yang bisa bunda lakukan:

Cari Group soal kesehatan anak di Facebook. Facebook tidak hanya untuk berinteraksi dengan kawan atau untuk lihat-lihat online shop lho. Banyak grup kesehatan anak yang bisa kita ikuti di Facebook, yang diasuh oleh pakar yang kompeten. Yuk, kita kurangi acara browsing online shop. Alokasikan waktu lebih untuk <i>subscribe</i> ke grup diskusi kesehatan, siapa tahu akan ada catatan-catatan yang berguna untuk disimak dari sana. Sehingga waktu kita di Facebook bisa lebih berguna untuk anak.

Rajin juga kunjungi website atau blog informatif yang biasanya diasuh para bunda, atau mereka yang peduli tentang kesehatan anak. Website seperti ini banyak membuka wawasan kita, dan bisa jadi ajang diskusi. Setiap bunda tidak harus sama, agar kita bisa belajar dari satu sama lain.

Terakhir, berkumpul dengan orang-orang yang tepat. Jangan takut memasuki komunitas dimana para ahli dan sesama orang tua berkumpul. Begitu banyak bunda, ayah, dokter, bidan, dan orang dari segala profesi yang berhubungan dengan tumbuh kembang anak berkumpul dalam satu komunitas. Cari yang cocok jadi teman diskusi dan belajar.

Yuk, kita lebih bijak dan pintar dalam hal kesehatan anak. Selamat belajar!

2 Komentar

Dewi Kartika Rahmayanti

20 Apr 2012 14:20

hahaha..cerita tentang mitos nya bener2 lucu! tapi memang sih, mitos ini ngga pernah hilang, meski sudah di era digital spt ini. Nice posting, Bunda!

Nutrisi Bangsa

18 Apr 2012 23:31

Benar sekali Bunda.... Kita harus kritis. Jangan percaya atau menerima begitu saja informasi yang masuk.. Harus mencari, bertanya, membaca dan sebagianya...