Father, Mother, Teacher

Oleh Galuh Pangestri 14 Sep 2013

Hidup di zaman di mana generasi saya mengalami persoalan besar mengenai toleransi dan kecurigaan terhadap perbedaan, asimilasi antara Jawa-Bali dan melahirkan seorang pemimpin besar seperti Soekarno saya kira dapat membuat kita semua tersenyum. Asimilasi ini menunjukkan bahwa mencari bibit generasi masa depan dengan mengesampingkan kemurnian ras bukanlah hal buruk, malah bisa menjadi suatu keunggulan. Saya bertanya-tanya didikan apa saja yang diberikan oleh Ida Ayu Nyoman Rai hingga membentuk kepribadian pemimpin seperti Soekarno.

Saya baru tahu kalau dalam tradisi Yahudi, perempuan-perempuan yang sedang hamil sibuk belajar matematika supaya calon anak yang lahir nanti menjadi manusia-manusia cerdas, unggul, dan memimpin dalam bidangnya. Kebetulan saat sedang hamil saya tidak bekerja, maka dari itu saya mengambil dua kursus semasa hamil, yakni kursus tata rias dan kursus filsafat. Yang satu sifatnya sangat praksis, yang satu sangat teoretis.

Sengaja saya mengambil kursus tata rias karena tetap ingin menekuni bidang yang tidak jauh dari seni pertunjukan, dan tata rias adalah salah satu komponen penting dalam panggung pertunjukan. Dalam kursus tata rias kita belajar tentang adat tradisi Jawa dan Sunda yang mana menggambarkan cara pandang mereka terhadap hidup, yang dipraktekkan dalam laku upacara-upacara peralihan, dalam hal ini upacara pernikahan.

Kursus filsafat diambil karena bagi saya mempelajari ilmu filsafat itu perlu. Dalam kelas pertama kursus filsafat yang dibuka oleh Bambang Sugiharto, beliau melemparkan pertanyaan penutup: “apakah hidup itu?” peristiwa ini membuat saya merenung dalam hati apakah mengikutsertakan anak dalam kandungan ke dalam kelas ini sudah benar? Apakah baik dan tepat, jangan-jangan saya memberinya beban berat tentang kehidupan sudah sejak sebelum ia lahir. Well, ilmu filsafat tak kalah berat loh dengan matematika. Sampai-sampai ada orang yang anti dengan ilmu matematika, ada juga yang anti pada ilmu filsafat. Sikap anti ini sepertinya tidak seberapa terjadi pada ilmu biologi atau geografi misalnya.

Steve Jobs pernah berujar, “Inovasi membedakan mana seorang pemimpin dan mana seorang pengikut.” Untuk dapat mampu melakukan inovasi, seorang calon pemimpin harus punya dasar dan pondasi kuat mengenai jati diri. Setelah mengenal identitas dan apa yang ia punya, ia akan berpikir apa yang bisa ia lakukan untuk lingkungannya. Demi dapat mendampingi anak saya dengan baik dalam proses pengenalan dirinya, dari mana ia berasal dan di mana ia dilahirkan, setelah anak saya berusia satu tahun saya kembali menekuni minat terhadap kesenian, dengan melanjutkan S2 dengan fokus pada penelitian seni dan budaya Indonesia.

Pendidikan kesenian Indonesia adalah bagian dari rancangan pendidikan yang akan saya berikan kepada anak kami. Karena suatu saat bila dia berkesempatan berangkat ke negara lain, bukan legenda tentang Jang Geum yang ditanyakan orang Korea kepadanya, tapi apa yang dia kenal tentang Indonesia. Bukan pertanyaan tentang kimono, hanbok, atau tarian balet yang akan diminta tunjukkan orang dari belahan negara lain kepadanya. Tapi apakah dia bisa menari jaipong? Apakah dia bisa menari saman, tari burung, serampang dua belas, dll. Apakah dia bisa menjelaskan tentang Pagelu, tripartit dalam keyakinan orang Batak, orang Sunda, atau gunungan dalam masyarakat Jawa, dan lain-lain masih banyak lagi. Seseorang dapat menjadi pemimpin bukan dengan berkoar-koar tentang apa yang ia ketahui mengenai orang lain, tapi apa yang ia kenali dari dirinya.

Agar dapat menjelaskan tentang lokalitasnya secara global, sejak ia berusia satu tahun, di mana pada usia ini anak makin detil mempelajari bahasa, saya menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengannya, ayahnya berbicara menggunakan bahasa Indonesia, dan lingkungan akan mengajarkan bahasa Sunda kepadanya. Di tahun kedua nanti Daya (nama anak kami) akan saya bawa ikut ke sanggar tempat saya latihan menari tarian Sunda. Dari situ ia akan belajar gerak tari Sunda dan bunyi musik yang mengiringi. Saya tidak ingin ia ikut terlindas oleh budaya populer yang berasal dari tv seperti korean wave, japan freak, westernisasi, tanpa filter dan entah dari mana akarnya berasal.  Di usianya yang ketiga nanti saya juga akan mulai memperkenalkannya dengan bahasa Cina. Dengan mempelajari bahasa Cina, ia akan belajar memahami alam pikiran dan budaya masyarakat keturunan Cina. Dari situ ia akan belajar menghargai orang yang berbeda dengan dirinya dan tidak ikut-ikutan mencela orang atau golongan tertentu.

Pada bulan Oktober 2013 saya membuat perpustakaan di rumah yang bisa dikunjungi oleh anak-anak dan remaja. Saya tidak berkenan untuk memasukkannya ke lembaga sekolah sebelum usia 5 tahun dan ingin memaksimalkan masa emas dengan benar-benar menemani ia bermain dan belajar dari hari ke harinya. Perpustakaan ini dibuat supaya anak saya dapat belajar bersosialisasi dengan baik dalam lingkungannya. Dan kami orangtuanya yang senang menceritakan tentang kisah-kisah dan dongeng sebelum tidur ini memiliki dorongan untuk menambah koleksi bacaan yang beragam demi memperkaya wawasan dan imajinasi anak kami.

Tidak semua orang bisa mengenyam pendidikan seperti Soekarno dan tidak semua orang seberuntung Agus Salim, Adam Malik, dan lain-lain yang dapat mengenyam pendidikan progresif. Tidak semua orang juga bisa menjangkau buku-buku yang dapat menjadi bahan pembelajaran otodidak. Dan seperti yang kita (atau saya) ketahui, negara ini tidak punya visi yang jelas tentang pendidikan bagi anak bangsa. Bagaimana negara ini bisa maju jika banyak anak tidak bisa mengenyam pendidikan karena biaya sekolah yang mahal. Pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk mengangkat derajat dan martabat manusia Indonesia. Bertolak dari kondisi ini, banyak bermunculan lembaga dan sekolah alternatif. Ada yang gratis, ada yang terjangkau, ada juga yang mahal. Bagaimana pun juga kita sebagai orangtua berkewajiban mempersiapkan masa depan anak, akan tetapi konsep dan persiapan tidak akan bisa jalan tanpa ketersediaan biaya. Maka rancangan biaya yang matang menjadi bagian dari rancangan pendidikan dan hal yang tak terpisahkan dalam lembar-lembar perencanaan kami.

Berbicara tentang peran ibu untuk pemimpin kecil, saya telah menjelaskan apa yang pernah saya lakukan, apa yang sedang dilakukan, dan apa yang akan dilakukan. Abdul Kamal, seorang ilmuwan dari India pernah mengatakan, “Jika kita ingin terbebas dari korupsi dan menjadi bangsa yang melahirkan orang-orang dengan buah pikir cemerlang bagi rakyatnya, maka ada tiga golongan yang dapat melakukan perubahan, yakni: ayah, ibu, dan guru (father, mother, teacher).” 

Maka dengan segenap kesadaran, sejak menjadi seorang ibu, saya mencoba memahami bahwa menjadi orangtua adalah tentang menjadi guru bagi anak-anak kita. Maka seorang ibu tidak boleh pernah berhenti belajar, tidak boleh berhenti membaca, tidak boleh berhenti bekerja, untuk masyarakat, demi anak dan masa depan.

1 Komentar

Galuh Pangestri

16 Sep 2013 12:24

min, kok aku ga bisa pasang banner/poster lomba artikelnya gimana ni?