Gizi Bunda Mempengaruhi Tinggi Anak

Oleh Helmawati 15 Mar 2012

Seminggu yang lalu ketika menghadiri acara arisan keluarga, bertemu dengan para kerabat rasanya senang sekali. Arisan yang dilakukan tiga bulan sekali itu menjadi ajang melepas rindu dan saling berbagi kabar.

Sepupu yang sudah lama sekali tidak bertemu ikut hadir pada arisan sekali ini bersama istri dan anaknya yang baru berumur tiga tahun. Keponakan yang lucu, lincah tapi postur tubuhnya pendek berbeda dengan postur kedua orang tuanya.  

Melihat si keponakan langsung teringat dengan data yang ada di web nutrisi untuk bangsa, yang menyatakan bahwa sekitar 36,8% anak balita Indonesia memiliki tinggi badan di bawah standar alias pendek yang disebut ahli dengan istilah stunting yaitu kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, diukur berdasarkan TB/U (tinggi badan menurut umur).


Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan pada tahun 2007 dan 2010 secara konsisten menunjukkan bahwa anak balita perempuan dan anak balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih pendek daripada standar rujukan WHO 2005, bahkan pada kelompok usia 5 - 19 tahun kondisi ini lebih buruk karena anak perempuan pada kelompok ini tingginya 13,6 cm di bawah standar dan anak laki-laki 10,4 cm di bawah standar WHO.

Mengapa hal ini terjadi? Dari website nutrisi untuk bangsa juga telah disebutkan jawabannya karena asupan gizi balita di Indonesia dikategorikan masih rendah! Sama dengan hasil riset kesehatan dasar bahwa hal ini disebabkan karena rata-rata asupan kalori dan protein anak balita masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Tingginya stunted pada balita menunjukkan proses kumulatif terjadinya kurang gizi mulai pada masa didalam kandungan. Status gizi ibu sebelum dan pada saat hamil mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan bayinya.  Terutama kekurangan zat seng yang banyak terdapat pada protein hewani.

Teringat kembali akan  keponakan yang pendek, dalam hati berpikir mengapa si lincah itu bisa begitu pendek, tingginya tidak sesuai dengan umur dan juga tidak sesuai dengan tinggi kedua orang tuanya? Sepertinya kedua belah pihak orang tuanya tidak ada yang mempunyai keturuan pendek. Apakah mungkin keponakanku pendek karena kekuranagan gizi? Rasanya mustahil sebab jika dilihat dari segi ekonomi mereka adalah keluarga mampu dengan ketersediaan pangan terjamin.

Para  Bunda, ternyata kurang gizi tidak hanya mengenai keluarga miskun tetapi malnutrisi bisa menetap  di rumah tangga yang ketersediaan pangannya di tingkat rumah tangga terjamin.
Menurut buku dan fakta, hal ini terjadi disebabkan karena :
- Ibu hamil dan menyusui makan terlalu sedikit kalori dan protein, menderita infeksi yang disebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dan beban kerjanya tinggi
- Ibu mempunyai waktu terlalu sedikit untuk mengurus anaknya dan dirinya sendiri selama kehamilan
- Ibu membuang kolostrum
- Ibu sudah memberikan makanan pengganti ASI (MPASI) sebelum   usia bayi 6 bulan
- Bayi terlambat diperkenalkan terhadap makanan padat
- Anak bawah dua tahun makan terlalu sedikit dan jenis makanan tidak padat energy
- Alokasi maknanan di tingkat rumah tangga tidak adekuat (ibu dan anak bayi/anak biasanya dapat paling sedikit sehingga tidak memenuhi kebutuhannya
- Pengasuh anak tidak tahu cara memberikan makanan yang tepat aetelah anak menderita diare atau panas
- Hygiene pengasuh anak rendah sehingga mengkontaminasi makanan anak/bayi.

Nah, para bunda jangan mau punya keturunan yang pendek. Sayang Bun, suami istri tinggi, cantik dan ganteng, ekonomi mapan tetapi anaknya  pendek. Jadi Bun, untuk menghindari anak yang bertubuh pendek jagalah kecukupan gizi bunda sebelum hamil, saat hamil, sesudah hamil atau saat menyusui dan berikanlah gizi yang adekuat kepada buah hati kita.

Sumber :
www.nutrisiuntukbangsa.org
www.bappenas.go.id/
Artikel ini diikutsertakan pada <a href=“http://nutrisiuntukbangsa.org/”>Lomba Blog NuB</a><strike></strik