IBU MENGASUH, AYAH MENDIDIK

Oleh ionlinerz corp 27 Sep 2013

#LombaBlogNUB

#LombaBlogNUB

LombaBlogNUB
Haru dan tangis bahagia menghiasi ruangan bersalin ketika si buah hati hadir ke dunia ini. Empat tahun silam, anak pertamaku lahir mengisi hari-hariku. Adjie Azra Naladewa, nama yang banyak diadopsi dari nama ayahnya, Adjie Nala Arieyudha yang masih melekat darah Kutai, ternyata memang benar-benar bagai pinang dibelah dua. Azra (nama panggilan anak pertamaku), memang begitu mirip dengan ayahnya. Dari mukanya, jidat nongnongnya, sampai kelakuan-kelakuan konyolnya pun tak ketinggalan. Dialah bintang pertama yang menerangi hidupku sebelum kelahiran adiknya, Adjie Aurynda Zeta Paramita, dua tahun kemudian.

Sejak lahir, aku selalu memegang teguh prinsip dasar pendidikan dan pengasuhan anak. Ibu mengasuh, dan ayah mendidik. Bukan berarti sebagai ibu aku tak ikut serta dalam pendidikan anak ataupun sebaliknya untuk si ayah, namun kami fokuskan prinsip peranan tersebut agar masing-masing dari kami tetap berperan penuh demi masa depan anak.

 
Dari awal aku bawa Azra pulang ke rumah (pasca kelahiran), aku tangani sendiri segala kebutuhan dan keperluannya. Bukannya sok mandiri, aku merasa orang tuaku dan orang tua suamiku sudah cukup tua dan cukup letih membesarkan aku dan adik-adikku maupun suamiku dan adik-adiknya. Walau sesekali mereka datang berkunjung, namun tetap aku tak lagi mau merepotkan mereka, hanya sesekali menanyakan cara-cara penanganan atau pengasuhan anak yang mungkin belum aku pahami.
 
LombaBlogNUB.#sthash.WAwC1yjy.dpuf

Suamiku, yang bekerja sebagai Customer Service di sebuah perusahaan jasa transportasi di Jakarta, kebetulan mendapatkan shift malam. Dan bukannya istirahat untuk tidur sepulang kerja di pagi harinya, dia selalu menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu dengan Azra dan adiknya sampai saat mereka tidur siang. Seperti yang kubilang sebelumnya, Azra adalah duplikat sempurna dari ayahnya. Bagaimana tidak, dari segala hobby dan aktivitas yang digandrungi ayahnya, Azra selalu mengikutinya. Dari video game Play Station, PC Game, online game, basket, renang, sampai dengan tontonan televisi sehari-haripun seleranya sama persis dengan ayahnya. Dengan kondisi yang sedemikian rupa, suamiku pun tak membuang-buang kesempatan, ia arahkan Azra ke semua aktivitas yang disukai, lalu pelan-pelan suamiku mengajari bagaimana untuk melakukan hal-hal tersebut dengan benar. Seperti bagaimana cara renang gaya bebas yang benar atau cara men-dribble bola basket yang benar. Di sela-sela aktivitas itu, suamiku mencuri-curi momen ketika ada kesempatan untuk pembelajaran. Mulai dari tontonan, suamiku meminta Azra untuk membaca setiap tulisan dalam film-film yang sedang ditonton demi memperlancar baca-tulisnya, menghitung score dalam permainan basket untuk matematikanya, sampai problemsolving seperti bagaimana cara memecahkan teka-teki dalam sebuah permainan video game, dan lain sebagainya.

 
Untuk urusan makan, aku selalu siapkan yang terbaik untuknya. Tak selalu mahal, tapi aku selalu mengusahakan gizi yang terbaik untuk anak-anakku. Begitu pula dengan susu. Banyak sekali merk-merk susu anak dengan harga selangit, namun belum tentu gizinya mencukupi apa yang diperlukan oleh tubuh si anak. Sejak lepas ASI, aku mempercayai susu SGM untuk Azra, karena terbukti susu SGM membuatnya selalu aktif dan responsif dalam berbagai hal. Untuk masalah kebersihan pun demikian. Suamiku paling tidak suka melihat ada barang atau sesuatu apapun yang tidak pada tempatnya. Namanya anak-anak, belum ada beberapa menit rumah kurapikan ternyata sudah berserakan lagi. Disinilah kerjasama kami sebagai orang tua diperlukan. Aku tak segan-segan membersihkan dan merapikan rumah berkali-kali sebagai bentuk pengasuhanku, dan suamikupun tak segan-segan mengarahkan dan menasehati Azra untuk selalu menjaga kerapihan dan kebersihan rumah, seperti meletakkan mainan kembali pada tempatnya, dan membuang sampah pada tempatnya sebagai salah satu bentuk pendidikannya.
 
 
 LombaBlogNUB
Aku pernah mendapat nasehat dari Pakdeku (kakak dari ayahku), “Hidup itu tidak perlu cita-cita, tapi alirkan saja seperti sungai, jalani dan tekuni yang sedang berlangsung..”
 
 
 
 
 
 
 
Dari petuah Pakdeku, akupun tak ambil pusing untuk mengarahkan Azra ataupun adiknya untuk memilih sebuah cita-cita. Karena jika aku atau suamiku yang mengarahkan cita-cita mereka, nantinya belum tentu apa yang kami pilih cocok untuk mereka jalani. Kami biarkan mereka bebas bercita-cita, dengan catatan, aku dan suamiku juga tak lepas tangan demi masa depan mereka. Kami berikan anak-anak kami kebebasan memilih, namun tak berarti kami lalu berdiam diri. Jika anakku sudah mengacu pada sebuah pilihan yang ia pilih atas kemauannya sendiri, kami cukup men-supportnya agar menekuni bidang tersebut baik dari segi psikologi, materi, maupun faktor-faktor pendukung lainnya. Disinilah kami bersujud dalam doa kami, semoga apa yang anak-anak kami tekuni ini adalah yang terbaik bagi mereka dan berguna bagi dirinya sendiri juga orang lain.
 
 
 
SUMBER    :    ionlinerz corp