Ibunda dan Peran Luhurnya Untuk Menyiapkan Generasi Gemilang Masa Depan

Oleh Amril Taufik Gobel 21 Oct 2013

307448_580280258667497_146554645_n“KAMU lahir di sana, Nak. Di Rumah Sakit Bersalin Siti Khadijah, tepat didepan lapangan Karebosi,” demikian ungkap ibu saya, disebuah petang yang senyap sekitar dua puluh lima tahun silam saat saya menanyakan dimana tempat saya memekikkan tangis pertama kali ke dunia.

“Waktu itu,” lanjut ibu saya lagi dengan pandangan mata menerawang,”langit Makassar begitu riuh dengan suara parade pesawat terbang di angkasa, karena ketika kamu lahir bertepatan Hari Bakti Angkatan Udara 9 April 1970. Banyak orang menyaksikan parade pesawat terbang itu dari lapangan karebosi. Begitu berisik suaranya hingga ke kamar bersalin, sampai-sampai suara tangismu seperti saling berlomba dengan deru pesawat terbang”. Saya tercenung dan membayangkan hiruk pikuk suasana ketika itu, tentu saja termasuk histeria kedua orangtua saya menyambut kehadiran putra pertama mereka lahir ke dunia.

“Mama ingin, tak hanya impianmu saja yang menderu tinggi di angkasa laksana pesawat-pesawat terbang itu, nak. Namun juga semua bisa terlaksana sesuai harapan berkat kerja keras yang kau lakukan dan tentu persiapan dari Papa & Mama sebagai orang tua . Bagaimanapun, mimpimu harus diperjuangkan menjadi nyata,” kata ibu dengan kalimat lembut. Ibu menatap saya—yang masih duduk di bangku kelas II SMA waktu itu—dengan pandangan penuh keyakinan.

Apa yang saya dapatkan hari ini merupakan hasil yang dituai atas benih yang sudah disemaikan sebelumnya. Saya mendapatkan banyak hikmah dan gemblengan berharga terutama dari ibu saya untuk menghadapi hidup yang kian tak mudah ini yang kemudian saya bersama isteri tercinta implementasikan kembali dalam merawat dan mengasuh kedua buah hati : Rizky & Alya. Ibu saya yang memilih menjadi ibu rumah tangga dengan melepas aktifitasnya sebagai pegawai negeri di Gorontalo seusai menikah dengan ayah yang kemudian memboyongnya ke Makassar tahun 1967, membuktikan komitmennya mendidik saya dan 3 adik dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian.

atgfamily-resize

Asupan nutrisi tidak hanya sekedar berwujud materi belaka, namun asupan nutrisi mental berupa pendidikan karakter, akhlak, budi pekerti dan agama yang kuat menjadi elemen penting dalam pembentukan watak anak dalam menghadapi tantangan masa depan. Saya masih ingat betul bagaimana ibunda tercinta bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan kami sebelum berangkat sekolah. Beliau selalu mewanti-wanti bahwa sarapan senantiasa menjadi persiapan yang sangat penting dalam mengawali aktifitas. Hal ini juga dilakukan oleh istri saya tercinta yang sudah bangun sejak pukul 04.00 pagi dan dengan cekatan menyiapkan segala yang diperlukan oleh kedua anak saya. Tak ada istilah jajan, karena bekal makan sudah disiapkan dari rumah. Saya ingat betul, rantang bekal cemilan atau makan siang saya dan adik saya Budi di sekolah selalu dicantolkan di setang sepeda dan selalu diingatkan untuk tak lupa membawanya pulang. Demikian pula kepada kedua anak saya Rizky (11 tahun) dan Alya (9 tahun), istri saya senantiasa menyediakan bekal makanan sehat buat mereka yang dibawa ke sekolah. Kalaupun ada uang jajan yang diberikan, biasanya mereka tabung dan disimpan untuk membeli keperluan yang dibutuhkan.

prambanan

Nutrisi makanan sehat juga senantiasa menjadi prioritas pada menu makanan yang disajikan sehari-hari. Saya ingat betul, ketika masa kecil dilewatkan di kampung Bone-Bone Palopo Sulawesi Selatan (1979-1982), kami sekeluarga mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang ditanam di kebun belakang rumah. Rasanya nikmat sekali bisa menyantap makanan hasil kebun yang diolah sendiri. Istri saya pun secara konsisten menyediakan menu-menu sehat alami yang didominasi oleh sayuran dan buah-buahan bergizi kepada Rizky dan Alya. Yang menarik adalah, istri saya senantiasa berkonsultasi dan berdiskusi ke ibu saya mengenai menu-menu andalan yang biasa disajikan. Sebentuk “alih teknologi” konstruktif antar ibu di dua zaman yang berbeda :). Dan saya sungguh berbahagia atas komunikasi intensif tersebut.

Nutrisi mental berupa pendidikan agama, akhlak, budiperketi dan karakter tak lepas dari peran ibu untuk menjadikan anak-anaknya memiliki pribadi yang tangguh, cerdas dan bertakwa. Ibunda saya selalu mengingatkan untuk tidak lalai menunaikan ibadah sholat dan tekun mengaji. Pendidikan karakter juga diberikan dalam bentuk membacakan dongeng sebelum tidur terutama kisah-kisah teladan nabi dan sahabat-sahabatnya, juga cerita dongeng yang sarat dengan nilai kebaikan. Saya masih ingat betul, ibu saya membacakan dongeng dengan suaranya yang lembut dan jernih dihadapan kami sebelum tidur. Ibu kemudian menuturkan hikmah terbaik yang terkandung dibalik dongeng atau kisah yang dituturkan. Terkadang kami sudah terlelap sebelum ceritanya selesai namun ada kalanya kami masih tetap terjaga lalu mendengarkan ibu menyampaikan nilai kehidupan apa yang mesti dijadikan teladan terbaik dari cerita tersebut.Istri saya pun demikian. Dengan sabar dan tekun, ia membacakan cerita kepada Rizky dan Alya sembari memberikan peluang kepada mereka untuk berdiskusi tentang cerita yang disampaikan. Kebiasaan ini ternyata menumbuhkan minat baca yang tinggi pada saya dan adik-adik saya, termasuk pada Rizky dan Alya. Rasa ingin tahu untuk mengeksplorasi pengetahuan melalui aktifitas membaca secara intens kian terbangun.

IMG_3631

Rekreasi dan Olahraga juga menjadi sarana terbaik untuk membangun jiwa yang sehat, bahagia dan damai. Saat masih kecil dulu, ibu saya kerapkali mengajak saya dan adik kedua saya, Budi (waktu itu kedua adik perempuan saya, Yayu dan Yanti, masih terlalu kecil) untuk bersepeda bersama di sore hari. Ibu yang pandai menjahit kerapkali menerima order jahitan dan biasanya saya selalu diminta untuk menemani beliau bersepeda mengunjungi sang konsumen. Budi dibonceng dibelakang sadel sepeda ibu dan saya menyusul dengan sepeda Jengky Oranye. “Ini sekalian olahraga ya, bersepeda itu menyehatkan,“kata ibu saya sembari tersenyum saat melihat saya ngos-ngos-an mengayuh sepeda. Kebiasaan ini “ditularkan” kepada kedua buah hati kami, Rizky dan Alya. Setiap pagi di akhir pekan, kami biasanya bersama-sama bersepeda berkeliling kompleks perumahan kami. Aktifitas olahraga bersepeda ini, tak sekedar menyehatkan, namun ini juga mendidik jiwa sportifitas dan tak kenal menyerah.

481848_10151273692643486_1773686411_nBuat saya, apa yang telah dilakukan ibunda tercinta dan istri saya, dalam memberikan nutrisi materi dan mental kepada anak-anaknya—sesederhana apapun itu—merupakan wujud peran strategisnya dalam menyiapkan generasi gemilang untuk masa depan. Sebagaimana harapan ibunda, saya memang akhirnya bisa meraih impian laksana tingginya deru pesawat yang melintas di atas tempat kelahiran saya dulu di seberang lapangan Karebosi Makassar, namun tentunya, istri saya (tentu dengan bantuan saya sebagai suami) juga akan membentang asa yang sama, menjadikan kedua buah hati kami, Rizky & Alya mencapai cita-citanya setinggi mungkin dengan terus belajar dan bekerja keras.

Catatan:

 

Kisah ini saya ikutkan dalam kompetisi Blog Nutrisi Untuk Bangsa