Keluarga Kereta Api

Oleh rima nirmalasari 09 Oct 2013

#LombaBlogNUB

Buatku berumah tangga adalah salah satu perjalan kehidupan yang kita pilih. Perjalanan lahir dan batin. Ibarat menaiki kereta api yang panjang dengan tenaga gerak besar membutuhkan energi yang juga banyak. Lalu banyak pemandangan indah menemani pun terjal menganga menghirup segarnya udara menahan sesaknya debu, menikmati gerak dengan seksama, merasakan betul aromanya, suasananya, menatap lekat setiap perjumpaan, menjabat erat setiap genggaman, memberi senyum terbaik yang dimiliki, meluangkan waktu terbaik, merasakan benar atsmofirnya, melewati gerbong – gerbong persinggahan sebagai penyerap energi baru pun sambil merancang energi selanjutnya. Maka tema rumah tanggaku nanti adalah keluarga kereta api karena mengkombinasikan semua tenaga gerak, energi, ketepatan, persinggahan. dan di sepanjang perjalanan menyuguhkan semua sensasi yang belum tentu kita suka. nikmati saja alurnya. Keluarga Kereta Api.

Aku belum menjadi seorang ibu, tepatnya seorang isteri aku masih sibuk dengan segala mimpi – mimpi. Aku ingin jadi ibu juara buatku peran seorang ibu itu sungguh luar biasa beratnya, dia adalah salah satu arsitek peradaban. Aku harus mulai serius merancang sebuah agenda prasasti. ini masalah visi yang harus dipersiapkan sematang mungkin. Ini perjalanan yang harus ada tujuan, bahwa setiap tindakan adalah on mission. Aku juga belum tau siapa yang akan bersamaku nanti tapi jika hari itu tiba jika seseorang dengan niat ingin melakukan perjalanan itu denganku aku akan menyodorkan agenda prasasti itu padanya. Sekarang aku hanya sedang menyakinkan diri untuk tiba – tiba menjadi orang tua, meyakinkan diri bahwa menjadi orangtua adalah salah satu tugas Negara yang harus dipersiapkan sebelum, sembari dan sepanjang hayat masih dikandung badan tidak pernah selesai. karena orang tua adalah representasi dari Negara meminjam istilah ayah Edi Indonesia Srong from home. Yah… Iam not be suddenly parent.

Sejak dulu di rumah abah aku selalu punya teman – teman kecil, kami selalu bermain belajar – belajar pun ketika aku kuliah dan jauh dari rumah. Teman – teman kecil itu selalu menjadi rangkain dalam cerita hidupku. Kutulis dalam list dreamku ingin punya banyak anak namun teman – teman kecil itu memberiku pelajaran berarti bahwa memiliki banyak anak bagi ibu yang berkarir harus dipertimbangan dengan sangat matang. Setiap hari mereka memaksaku bermain belajar – belajar, bermain masak – masak dari menggoreng telur, membuat mie instan, memasak sayur dan berbagai eksperimen lainnya. Membuat kamarku berantakan takkaruan. Pulang kuliah dalam keadaan lelah aku harus menerima kenyataan bahwa mereka sudah di depan pintu mengungguku melanjutkan bermain belajar – belajar. Sungguh, mereka bawel, rese’, berisik dan menjengkelkan sekali, bertanya banyak hal dan suka ngambek kalau melihatku dekat dengan salah satu diantara mereka. Katanya aku pilih kasih lalu menulis surat dan mengirimkannya padaku dikesempatan lain. Bahkan mereka saling bermusuhan jika kalah merebut hatiku.
Kedekatanku dengan anak – anak membuatku banyak belajar bahwa menjadi seorang ibu hebat adalah harus mempersiapkan diri sebelum waktunya maka Pengalaman bersama anak kecil adalah caraku belajar sebelum gelar itu kan benar- benar tersematkan padaku. ,, rasanya punya banyak anak itu melelahkan. Tanpa kesabaran yang banyak hanya akan membuatku tidak memberikan yang terbaik untuk mereka. Aku berubah pikiran tentang jumlah anak. Mengurus anak adalah belajar tentang kesabaran, tentang keuletan, tentang rasa, tentang pengetahuan, butuh membiasaan kesabaran. walaupun diprogramkan dalam KRS semester berapapun tanpa membiasaan kesabaran aku fikir tidak akan pernah lulus dan kalaupun pada akhirnya dengan sekolah setinggi –tingginya perempuan harus mengurus anak maka di sanalah kejujuran ilmu fisik terukur menjadi perempuan public harus punya banyak ilmu dan harus kuat begitupun menjadi perempuan domestic harus punya banyak ilmu dan harus kuat. Ilmu dan sabar membuat seorang Ibu menjadi kuat dan lembut. Semoga aku bisa.

Terhitung tanggal 21 agustus tahun ini, kami sering menghabiskan malam bersama. Itu, karena dia memintaku menemaninya belajar. Awalnya dia hanya meminta ditemani belajar bahasa Inggris namun belakangan kami belajar semuanya kecuali matematika, untuk urusan menghitung, aku angkat tangan. Kami selalu memulai aktifitas pukul tujuh dan berakhir dipukul sembilan namun malam ini saat jarum jam di angka delapan Dia belum juga datang, kupikir memang tidak datang. Namun tiba – tiba pintuku diketuk pelan dan langsung dibukanya tanpa salam tapi permohonan maaf karena terlambat dan tidak memberi kabar. anak Sembilan tahun yang tak lengkap lagi merasakan kehangatan cinta bernama keluarga sejak usianya tiga tahun bukan karena salah satu dari orangtuanya terlalu cepat berjumpa dengan sang pencipta. Tapi orangtuanya terlalu cepat menciptakan jarak dengan perpisahan dan memulai kehidupan masing – masing.

Malam itu kami belajar tentang peta buta. Buatku anak – anak memang harus sedini mungkin belajar tentang negaranya agar mereka mengenal lebih awal dan punya imunitas tentang budayanya yang berbhineka tunggal ika itu, Seperti anak –anak Jepang yang bangga pada budayanya. Sambil memainkan pensil gambar, mulutnya seperti komat- kamit belakangan agak tinggi intonasinya, ternyata dia sedang menyanyikan lagu seventeen….. ‘’ Aku hanya memanggilmu Ayah, di saat aku kehilangan arah, aku hanya mengingatmu Ayah, jika aku telah jauh darimu….Ayah……kutangkap ia sedang rindu Ayahnya. Wajahnya tetap serius mewarnai lautan peta buta Indonesia tanpa sedikitpun menoleh padaku. Matanya berembun. Aku hanya bisa menarik nafas panjang dan bergumam dalam hati aku yang sedang belajar darinya, belajar tentang sebuah keluarga.
Huff…. Anak –anak dengan segala kepolosannya adalah ungkapan kejujuran rasa tentang betapa berarti kehadiran orang tua di sisi mereka untuk menemani belajar, mendengarkan mereka, menunggu belain kasih, kecupan hangat, suara, dan melihat secara langsung kemesraan ayah dan ibunya. Karena semua aktifitas itu tidak hanya memberi tanda dimatanya tapi menembus alam cipta, rasa dan karsanya yang baru mulai berkembang, yang baru akan berjuang melawan kerasnya kehidupan.

Duhai calon anakku doakan calon Bundamu belajar sebelum membersamaimu nanti, entah kapan? Kita akan mulai dengan belajar tentang cinta sang Pemberi kehidupan yang berkendak menjadikanmu sebagai anakku seperti Kisah Lukman dalam petunjuk kehidupan yang mengajari anaknya tentang Robbnya, Sebelum kau menerjemahkan cinta dalam bentuk lain, calon anakku bantu calon bundamu setegar Siti Hajar yang yang cinta kepadamu tak membuat kamu lemah tapi menempamu menjadi petarung sejati, karena hidup selanjutnya akan keras kau butuh mental yang kuat. Setiap malam bunda akan menemanimu dengan cerita – cerita kepahlawanan, orang – orang besar yang inspiratif cerita tentang presiden Soekarno, jendaral Sudirman, Ibu Kartini, Cut Nyak dien, Patimura, Pangeran Diponegoro, Pangeran Hasanuddin pejuang – pejuang yang mengorbankan harta, nyawa dan dan darah untuk negaranya. Seperti Rosullullah, Umar Bin Khatab, Ali Bin Abi Tholib, Alfatih sang penakluk Konstatinopel, pokoknya cerita akan membersamaimu tumbuh. Karena menurut buku yang bunda baca cerita sangat baik untuk menanamkan keteladanan untuk jiwa anak. kita bisa lakukan bersama sayang. Memang dunia kecil bunda berbeda denganmu tapi tenang, Bunda akan berusaha menjadi sahabat berbagimu yang akan menamani dan yang selalu mendukungmu demi citamu, bunda tidak akan memaksamu menjadi apa yang bunda mau. Bunda tau anak muda ingin diberikan kesempatan memilih caranya sendiri, bukan?,,, hahah… seperti bunda dulu yang selalu buat nenekmu pusing.

Mari sayang, kita naiki kerata api versi kita untuk melihat dunia. Kita bisa belajar bersama tentang cinta, mental dan kesabaran, hidup butuh itu untuk dunia yang kejam ini. bahwa hidup bukan untuk kebesaran kita sendiri tapi hidup untuk berbagi… mari, kita gambar bersama tentang kamu ideal dan kita tempeli disemua sudut ruangan mengajak alam turut mengamini setiap inginmu. Mari sayang, kita ciptakan sejarah hidupmu. Indonesia menunggumu!