Kenali Mitos dan Fakta Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 15 Nov 2019

Setiap 15 November diperingati sebagai Hari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), salah satu penyakit yang paling umum namun kurang terdiagnosis. Padahal penyakit ini melemahkan, bahkan mematikan dan penanganannya mahal.

PPOK merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan penyakit paru-paru progresif, termasuk dalam hal ini emfisema, dan bronkitis kronis. Emfisema merupakan hasil dari kerusakan pada alveoli halus (kantung udara) di paru-paru. Alveoli yang rusak membawa lebih sedikit oksigen ke aliran darah dari udara yang kita hirup.

Alveoli yang kurang berfungsi ini juga menjebak udara di paru sehingga lebih sedikit ruang untuk udara segar yang kaya oksigen. Sedangkan bronkitis kronis, merupakan radang saluran pernapasan yang menyebabkan saluran udara bengkak dan menyempit.

Merokok adalah faktor risiko terbesar untuk PPOK. Sekitar 85 hingga 90 persen dari kasus PPOK disebabkan oleh merokok. Perokok wanita hampir 13 kali lebih mungkin meninggal akibat PPOK dibandingkan wanita yang tidak pernah merokok. Sedangkan perokok pria hampir 12 kali lebih mungkin meninggal akibat PPOK dibandingkan pria yang tidak pernah merokok.1

Faktor risiko lain untuk PPOK termasuk terpapar asap rokok, bekerja dan kontak dengan bahan kimia, debu dan asap, paparan polusi udara, kondisi genetik yang disebut defisiensi Alpha-1, serta riwayat infeksi pernapasan pada masa anak-anak.

Orang yang terkena PPOK ringan mungkin tak mengeluhkan gejala. Hal ini berbahaya karena penyakit ini bisa berkembang progresif. Gejala PPOK yang mungkin muncul antara lain batuk kronis (selama 2 minggu), sesak napas, betuk bertambah disertai dahak, dan disertai gejala yang tidak spesifik seperti sulit tidur, mudah lelah, lesu, dan lemas.

Ada sejumlah mitos yang beredar luas di masyarakat terkait PPOK. Nah agar tidak terjebak dalam mitos yang menyesatkan, yuk kita kupas mitos dan fakta terkait PPOK dalam uraian berikut ini:

“PPOK hanya memengaruhi paru-paru”

Memang benar bronkitis dan emfisema mempengaruhi jaringan paru-paru, tetapi COPD dapat memiliki efek di seluruh tubuh. Penjelasan singkatnya begini: Apabila kadar oksigen rendah, maka jantung harus bekerja lebih keras untuk mengirim darah ke paru-paru. Akibatnya, tekanan sistem meningkat yang bisa meningkatkan risiko penyakit jantung dan serangan jantung.

“Pasien PPOK tak bisa berolahraga”

Sebaliknya, olahraga adalah kunci untuk mempertahankan kualitas hidup yang baik setelah didiagnosis COPD. Mereka yang tidak banyak bergerak karena cemas kehabisan napas akan kehilangan massa otot, massa tulang, dan stamina. Jika hal ini terjadi maka kondisi PPOK malah bisa memburuk. Solusinya, diskusikan dengan dokter untuk menemukan olahraga yang pas bagi pasien PPOK, misalnya melatih teknik pernapasan dengan aman. Belajar serangkaian latihan peregangan, latihan kardio dan latihan kekuatan khusus dipercaya membuat pasien PPOK merasa lebih baik dan menjaga kebugaran.

“Hanya perokok yang terkena PPOK”

Meskipun mayoritas yang terkena PPOK adalah perokok aktif atau mantan perokok, namun itu bukanlah satu-satunya penyebab. PPOK juga bisa disebabkan hal lain, misalnya terpapar asap rokok atau polusi udara lain seperti debu silika, debu beton dan asap kimia, asap hasil pembakaran kayu, serta kelainan genetik yang disebut defisiensi antitripsin Alpha-1.

Lantas, upaya apa saja yang dapat ditempuh untuk mengurangi risiko terkena PPOK?

1. Segerakan berhenti merokok. Bukan hanya memicu PPOK, merokok juga memicu kanker paru-paru, penyakit jantung dan kanker lainnya.

2. Hindari paparan asap rokok. Usahakan rumah bebas asap rokok dan menjauhi terpapar asap rokok saat di keramaian.

3. Lindungi diri dari bahan kimia, debu, dan asap di rumah dan di tempat kerja atau rumah.

4. Ciptakan udara bersih baik di rumah maupun lingkungan kerja.

Nah, jika merasakan sesak nafas dan batuk berdahak yang memburuk atau terjadi pada waktu yang lama, segera temui dokter. Walaupun gejala tersebut tidak selalu mengarah pada PPOK, namun konsultasi dokter diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan lain. Jika dicurigai terkena PPOK, dokter akan merujuk ke dokter spesialis paru untuk pengobatan.

Referensi

1 https://www.lung.org/lung-health-and-diseases/lung-disease-lookup/copd/symptoms-causes-risk-factors/preventing-copd.html

https://www.copdfoundation.org/What-is-COPD/Understanding-COPD/What-is-COPD.aspx

https://www.rush.edu/health-wellness/discover-health/5-myths-about-copd