#LombaBlogNUB: Menyiapkan Calon Pemimpin Kecil

Oleh Rohani Syawaliah 21 Oct 2013

Apakah Umak tak ingin menjadi orang yang pertama mengajari aku membaca?

Apakah Umak tak ingin menjadi orang pertama yang mengajariku cebok dengan benar?

Apakah Umak tak ingin menjadi orang pertama yang memelukku saat aku demam karena imunisasi?

Apakah Umak tak ingin menjadi orang pertama yang membantu mencabut gigi susu pertamaku?

Apakah Umak tak ingin menjadi orang pertama yang mengantarkanku ke sekolah dasar?

Apakah Umak tak ingin menjadi orang yang menyiapkan sarapan untukku setiap pagi?

 

Seandainya saat masih kecil dulu saya bisa berpikir sedalam itu. Pertanyaan-pertanyaan di atas akan muncul dan terus bertambah untuk seorang perempuan yang saya sebut Umak. Di Kabupaten Sambas lumrah memang mendengar seorang ibu dipanggil Umak oleh anaknya. Mengapa saya akan mengajukan banyak pertanyaan buat perempuan yang sudah melahirkan saya? Jawabannya sangat klise, saya tidak tumbuh dan besar dipelukan seorang ibu. Bukan berarti pula saya dibuang atau terpisah dengan ibu kandung saya. Saya hanya ‘dititipkan’ di rumah nenek saya semenjak saya berusia 2 tahun lebih.

 rasmida

Harus saya akui saya lebih dekat dengan nenek saya dibandingkan ibu saya. Karena nenek saya tidak bekerja di luar rumah seperti ibu saya yang selalu sibuk dengan urusan sekolah tempat dia mengajar. Belum lagi dia sibuk menjadi tukang urut panggilan. Sehingga ibu hanya punya waktu luang untuk menjenguk saya di rumah nenek pada akhir pekan atau libur. Dia selalu datang membawakan buku-buku cerita. Tetapi satu hari setiap pekannya itu sangat kurang untuk saya. Rasanya ada jarak yang terbentang antara kami berdua. Hingga hari ini pun kadang saya masih canggung untuk terbuka dengan ibu saya.

 

Berbeda dengan nenek, saya selalu bercerita tentang banyak hal pada nenek saya. Banyak sekali cerita yang bisa kami bagi bersama dan bermanja dengan nenek adalah hal yang sudah biasa saya lakukan.

 

Melihat puluhan tahun ke belakang. Saya rasa saya tidak ingin menjadi seorang ibu yang berada jauh dari anaknya. Tak bisa meluangkan waktu sebanyak mungkin untuk keluarga. Menikmati momen-momen penting yang hanya terjadi satu kali dalam proses perkembangan anak. Saya sudah merencanakan banyak hal dengan calon pemimpin kecil yang muncul di tengah keluarga kecil saya nantinya.

 

  1. Rencana Menjadi Ibu Rumah Tangga Siaga

    Saat usia saya menginjak 20 tahun saya mulai berpikir bahwa seorang anak butuh ibunya. Seorang ibu yang bisa berada di sampingnya. Menjadi teman, pendidik, penjaga, dan segalanya untuk sang anak. Oleh sebab itu saya membangun sebuah usaha yang bisa saya jalankan dari rumah sejak usia 22 tahun. Karena saya tidak ingin membentuk seorang ‘anak’ yang akan mengulang sejarah masa kecil saya nantinya. Saya ingin melihat semua hal yang terjadi pada anak saya.

  2. Menyiapkan Benih Calon Pemimpin Kecil

    Memilih calon suami yang sehat secara lahir dan batin tentunya memberikan pengaruh yang besar untuk mendapatkan keturunan yang baik pula. Sebab dari benih yang baik, lahiriah dan batiniahnya tentu insyaAllah dengan setiap doa yang dipanjatkan kepada Allah akan membuat benih yang siap untuk dijadikan bibit calon pemimpin kecil yang baik.

  3. Mengandung Calon Pemimpin Kecil

    Sebagai seorang calon ibu yang akan mengandung calon pemimpin kecilnya mesti menjaga kesehatannya dan selalu melengkapi diri dengan nutrisi yang tepat untuk perkembangan bayinya. Nutrisi bisa secara jasmani. Dari makanan dan minuman yang sehat dan dibutuhkan oleh janin akan cukuplah nutrisi untuk sang bayi. Untuk melengkapi nutrisi rohaninya bisa dengan membacakan ayat-ayat Al-Quran untuk calon pemimpin kecil yang masih ada di dalam kandungan. Saya pernah membaca sebuha informasi mengenai bayi yang posisinya akan seperti sujud dan jauh dari sunsang saat berada di dalam kandungan dan selalu diperdengarkan ayat Al-Quran.

  4. Melahirkan Calon Pemimpin Kecil

    Jika memang diberikan kesempatan untuk melahirkan secara normal, tentunya saya ingin sekali bisa melahirkan bayi saya dengan proses bersalin yang normal. Merasakan perjuangan setiap pembukaan hingga akhirnya bertemu dengan buah hati yang sudah lama diidam-idamkan.

  5. Menyusui Calon Pemimpin Kecil

    Saya dibesarkan dengan ASI, tentu saja saya juga ingin anak saya menikmati ASI setidaknya sampai usia 2 tahun. Kalaupun anak pertama belum memiliki adik dan dia masih ingin menyusu hingga 3-4 tahun saya kira bukan masalah yang besar. Sebab dengan menyusui anak bisa mendekatkan hubungan ibu dan anak. Saya percaya bahwa anak merasakan cinta melalui setiap teguk ASI dari ibunya.

  6. Memberikan Nutrisi yang Cukup untuk Calon Pemimpin Kecil

    Selain ASI tentunya anak membutuhkan tambahan makanan lain saat usianya sudah tepat, memberikan sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Karena seorang pemimpin membutuhkan tubuh yang sehat dan kuat.

  7. Mendidik dengan Cinta

    Seberapa banyak dari orang tua yang ada di dunia ini mendidik anaknya dengan keras? Menampar? Meneriaki? Menghukum dengan menyakiti? Melakukan hal-hal yang rasanya sangat tidak masuk akal dilakukan pada darah dagingnya sendiri? Didiklah dengan cinta. Bersabarlah. Sekarang saya memang masih belum memiliki buah hati sendiri. Saya sedang melatih diri saya untuk lebih sabar untuk menjadi seorang ibu nantinya. Sehingga calon pemimpin kecil saya tumbuh di dalam lingkungan yang penuh dengan cinta kasih.

    Rumah adalah pondasi dasar untuk membentuk seorang anak. Seperti membentuk sebatang bambu yang masih menjadi rebung. Memang lingkungan pergaulan saat dia sudah besar memberikan pengaruh juga nantinya pada tumbuh kembang si anak. Tetapi pertumbuhan pertamanya di rumah bersama pendidik pertamanya, sang ibu, adalah dasar yang akan membentuk pribadi kepemimpinannya di masa depan. Semua anak akan meniru perilaku orang tuanya. Saat anak masih duduk di bangku sekolah dasar kelas satu, orang tua bisa melihat, bagaimana hasil didikannya sejak lahir. Pada saat dia sudah dewasa dan menjadi orang tua itu adalah hasil akhir semua didikan yang orang tuanya berikan. Menjadi orang yang seperti apa diri anak tersebut? Berhasilkah orang tuanya menjadikannya pemimpin atau tidak sama sekali?

  8. Berdoa

    Setiap usaha yang dilakukan harus dibarengi dengan doa. Karena Tuhan akan menentukan takdir setiap manusia. Kita hanya bisa berusaha hingga batas kemampuan kita.

 

Tidak setiap ibu bisa berada di samping anaknya dalam setiap momen penting. Momen penting yang barangkali akan terlihat sangat sederhana. Namun saya tidak ingin menjadi ibu itu, ibu yang tak ditemukan anaknya setiap dia pulang sekolah. Ibu yang tak menemaninya sarapan setiap pagi. Ibu yang tidak bisa memeluk sambil membacakan cerita untuknya sebelum dia tidur.

 

Saya ingin menjadi seorang ibu siaga yang selalu ada untuk anaknya dalam sedih maupun senang. Saat dia butuh teman untuk bercerita. Saat dia butuh bahu untuk menangis. Saat dia butuh dada untuk bersandar. Di sini. Di tubuh perempuan yang ini dia akan menemukan sesuatu yang akan dia sebut ‘surga dunia’. Surga yang menyediakan semua yang dia butuhkan. Selalu ada untuknya. Ibulah yang akan menjadi landasan pertama sebelum dia terbang mengangkasa.

 

Karena seorang ibu adalah paket lengkap untuk banyak hal.

  1. Pendidik.

  2. Teman baik pertama.

  3. Tempat curhat.

  4. Tukang masak terbaik.

  5. Rumah jiwa untuk anak-anaknya.

  6. Orang yang akan selalu menggenggam tangan mungil anaknya.

 

Sebenarnya masih banyak lagi peran ibu yang bisa saja dihadirkan oleh setiap perempuan di dunia ini jika dia mau melakoninya. Jadilah seseorang yang dibutuhkan oleh calon pemimpin kecil kita nantinya. Jangan biarkan dia menangis di dalam selimutnya ketika dia berangkat tidur sendirian. Jangan menjadi orang yang hanya bisa memarahinya saat dia melakukan kesalahan. Jadilah orang yang menyemangatinya dan selalu ada untuknya. Karena ibu selalu ada.