Membedah Mitos vs Fakta Alergi

Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 Apr 2019

Sahabat NUB,

Jangan terkecoh oleh sejumlah mitos alergi yang telanjur beredar di masyarakat. Langkah pertama untuk mendapatkan bantuan dari gejala alergi adalah mempelajari faktanya.

Sayangnya, hingga kini alergi sering disalahpahami.Lebih dari 50 juta orang Amerika Serikat setiap tahun menderita kondisi terkait alergi. Namun mitos dan kesalahan persepsi yang masih bertahan terkait alergi menjadi penyebab utama di peringkat enam besar penyakit kronis di negara ini.

Banyak hal berubah terkait alergi, terutama berkat kemajuan bidang medis. Apa yang dulu awalnya diyakini benar nyatanya menjadi tidak relevan atau keliru setelah dilakukan riset mendalam.

Sayangnya, beberapa mitos ini masih beredar luas di internet karena data menyebut ada 72 persen pengguna masih mengandalkan internet untuk mencari informasi kesehatan.

Nah, jangan biarkan informasi yang salah membuat kita tidak mendapatkan perawatan terbaik untuk mengelola alergi. Ada sejumlah mitos alergi yang umum, dan ketahui faktanya dalam paparanberikut ini:

Mitos 1: Alergi hanya untuk anak-anak
Hal ini tidak benar. Faktanya, orang dewasa juga dapat mengembangkan alergi. Penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan ilmiah tahunan American College of Allergy, Asthma, and Immunology (ACAAI) pada tahun 2017,menunjukkan bahwa hampir setengah dari orang dewasa yang alergi makanan mengembangkan alergi mereka di masa dewasa.

Mitos 2: Alergi tak bisa diatasi

Ini mitos umum yang banyak dipercaya. Faktanya, banyak orang yang bisa mengatasi alergi seiring perjalanan waktu. Menurut Mayo Clinic, sekitar 60 hingga 80 persen anak-anak kecil mengatasi alergi terhadap susu atau telur pada usia 16 tahun. Penelitian telah menunjukkan bahwa sensitisasi alergi, atau reaksi tubuh terhadap alergen, lebih tinggi pada anak-anak.

Sebuah studi yang diterbitkan pada Juni 2016 Journal of Allergy and Clinical Immunology menemukan bahwa penuaan dikaitkan dengan tingkat kepekaan yang lebih rendah, khususnya terhadap debu tungau dan kucing.

Mitos 3: Alergi serbuk sari dan makanan tidak tumpang tindih
Orang yang menderita hay fever bisa menderita sindroma serbuk sari makanan yang juga dikenal sebagai sindroma alergi oral, yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap alergen yang ditemukan dalam serbuk sari serta buah-buahan, sayuran, atau kacang-kacangan mentah tertentu.

Berikut ini adalah beberapa contoh jenis serbuk sari yang terkait dengan makanan tertentu:

Alder: apel, ceri, persik, pir, seledri, almond, dan hazelnut
Birch: aprikot, ceri, nektarin, tomat, wortel, dan kenari
Rumput: melon, jeruk, semangka, kentang, dan kacang
Ragweed: pisang, blewah, melon, mentimun, labu, dan zucchini

Buah-buahan dan sayuran ini mungkin tidak memicu reaksi alergi ketika dimasak, tetapi cara terbaik untuk mengatasi sindroma serbuk sari makanan adalah dengan menghindari makanan-makanan ini.

Mitos 4: Flu dan alergi mirip

Flu dan alergi adalah dua hal yang sangat berbeda. Sementara flu biasa disebabkan oleh virus, alergi musiman terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap alergen. Meski demikian, flu dan alergi dapat memiliki beberapa gejala yang sama, seperti pilek, bersin, dan hidung tersumbat.


Gejala flu lainnya, seperti sakit tubuh dan demam, tidak berhubungan dengan alergi, dan mata gatal yang biasa terjadi pada reaksi alergi jarang terjadi pada flu.

Flu dan alergi juga berbeda dalam hal berapa lama biasanya berlangsung. Flu bisa bertahan 7 hingga 10 hari, sedangan alergi sedikit lebih persisten.

Untuk memastikan apakah gejalanya flu biasa atau alergi, segera temui dokter yang akan menegakkan diagnosis secara akurat.

Mitos 5: Satu-satunya perawatan untuk alergi adalah hindari pemicunya
Pencegahan adalah kunci ketika memiliki alergi. Apakah itu alergi musiman, atau alergi makanan, mereka yang memiliki alergi harus selalu menghindari paparan terhadap apa pun yang memicu reaksi.

Tidak ada obat untuk menyembuhkan alergi, tetapi ada beberapa pilihan perawatan yang dapat mengurangi gejala.Obat umum untuk mengatasi alergi termasuk dekongestan, antihistamin, dan semprotan hidung saline atau steroid.Suntikan alergi, yang dikenal sebagai imunoterapi, dapat mengurangi sensitivitas terhadap alergen tertentu dengan memaparkan tubuh pada dosis yang kecil tetapi secara bertahap meningkatkan pemicu yang diketahui. Perawatan juga dapat dilakukan dengan menggunakan tablet yang diletakkan di bawah lidah, yang dikenal sebagai imunoterapi sublingual.

Bagi yang memiliki reaksi alergi yang parah dan berisiko mengalami anafilaksis, maka dokter mungkin menyarankan penderita alergi membawa dosis epinefrin, bahan kimia yang dengan cepat meningkatkan pernapasan dalam keadaan darurat.

Mitos 6: Obat alergi hanya boleh diminum setelah muncul gejala

Faktanya, reaksi alergi dapat dicegah jika minum obat sebelum gejala berkembang. Banyak orang dengan alergi musiman hanya minum obat ketika mereka memiliki gejala, padahal hal terbaik yang dapat dilakukan adalah memulai pengobatan sebelum muncul gejala apa pun untuk melindungi sistem kekebalan tubuhdari serangan serbuk sari.


Mitos 7: Pindah ke wilayah lain dapat menghilangkan alergi

Ini mitos yang tidak benar. Alergen ada di mana-mana, jadi pindah tempat tinggal mugkin bukan solusi mengusir alergi. Ingatlah bahwa alergen di udara seperti serbuk sari dapat melakukan perjalanan jarak jauh, dan alergen dalam ruangan, seperti bulu hewan peliharaan dan kecoa, dapat ada di mana saja.

Perubahan iklim dapat mengurangi paparan terhadap alergen tertentu. Debu tungau misalnya, berkembang dalam panas dan kelembaban sehingga serangga ini kurang umum di iklim yang lebih kering.

Mitos 8: Alergi tak terjadi di musim dingin

Musim dingin mungkin menjadi waktu terbaik tahun bagi banyak orang dengan alergi, tetapi itu bukan berarti reaksi alergi tidak dapat terjadi selama musim dingin.Alergen luar ruangan kurang menjadi perhatian karena tidak ada serbuk sari di musim dingin. Tetapi masih ada allergen di dalam ruangan, seperti spora jamur dan debu tungau. Selama liburan musim dingin, orang mungkin lebih berpeluang terkena alergen potensial, seperti karangan bunga, pohon Natal, dan asap dari perapian atau lilin.

Urtikaria dingin, kondisi yang relatif jarang terjadi yang biasanya terjadi pada orang dewasa muda, adalah alergi terhadap flu. Ketika kulit terpapar pada suhu yang lebih dingin, area yang terserang berkembang menjadi gatal merah, dan gatal. Pada kasus yang parah, hal ini dapat menyebabkan anafilaksis.

Mitos 9: Hay fever hanyalah gangguan ringan

Alergi rhinitis, juga disebut hay fever, adalah sekelompok gejala tidak nyaman yang terjadi ketika tubuh terkena alergen tertentu. Alergi ini bersifat musiman - dipicu oleh alergen seperti serbuk sari dan spora kapang - atau terjadi sepanjang tahun sebagai respons terhadap pemicu seperti tungau debu, hewan peliharaan, jamur, atau kecoa. Ada juga rhinitis non alergi, yang tidak melibatkan sistem kekebalan tubuh dan dapat dipicu oleh iritasi di udara, seperti asap dan parfum, obat-obatan, dan makanan.

Hay fever paling sering dikaitkan dengan bersin, batuk, hidung tersumbat, dan mata gatal. Perawatan untuk alergi rhinitis biasanya dengan membatasi paparan terhadap pemicu dan minum obat, seperti dekongestan atau antihistamin, untuk menghilangkan gejala. Jangan anggap remeh hay fever karena bisa menyebabkan komplikasi yang lebih serius. Gejalanya dapat mengganggu tidur, dan bahkan membuat penderita alergi ini lebih rentan terhadap infeksi sinusitis dan infeksi telinga. Hay fever juga dapat memicu atau memperburuk gejala asma, terutama selama musim serbuk sari.

Referensi

https://www.everydayhealth.com/allergies/myths-about-allergies/

https://www.foodallergy.org/life-with-food-allergies/food-allergy-101/food-allergy-myths-and-misconceptions