Menjadikan Anak Seorang Pemimpin

Oleh susantidewi 26 Sep 2013

Sejak usia 3 tahun, ketika mulai masuk sekolah Kober/Play Group, anak pertama saya, Farras sudah mulai dikenalkan dengan berbagai macam lomba. Lomba puzzle, lomba menempel (kolase), lomba baca puisi, lomba cerdas cermat, lomba menyanyi, lomba pidato, lomba pada acara 17 Agustus an (lomba makan kerupuk, lomba memasukan paku ke dalam botol, lomba menangkap ikan, lomba memindahkan kardus), lomba membaca, lomba berhitung, lomba adzan, dan lomba hafalan surat-surat pendek dalam Al-Quran. Walaupun saat itu Farras terbilang masih kecil, tapi kepercayaan dirinya besar, tidak pernah merasa takut, malu atau tidak berani. Disuruh untuk mengikuti apa saja pasti mau. Pun jika disuruh saya atau ayahnya untuk bertanya pada gurunya mengenai apa saja, pasti berani. Jadi itung-itung, Farras adalah penyambung lidah antara ayah dan ibunya dengan ibu gurunya :). Juga jika Farras dimintai tolong untuk belanja ke warung dekat rumah, pasti Farras mau, tidak merasa malu, padahal saat itu Farras masih Balita. Biasanya saya hanya memperhatikan dari kejauhan. Sebetulnya saya memang sengaja meminta tolong Farras untuk beli sesuatu ke warung, apakah Farras berani atau tidak. Ternyata Farras mau dan berani :D Mendidik anak mempunyai kepercayaan diri, berani (berani tampil di depan orang banyak, dan berani berbicara/mengungkapkan suatu hal pada orang lain), mandiri, terampil adalah keinginan kami, sebagai ayah dan ibunya Farras, tentunya juga keinginan semua orang tua. Oleh karena itu, saya dan suami saya, mengenalkan berbagai macam lomba pada anak kami. Karena menurut saya, jika anak sudah memiliki rasa percaya diri, berani, mandiri, terampil, merupakan cikal bakal anak untuk menjadi pemimpin, sudah terlihat. Semoga begitu ya…. :D

Bukan hanya itu, kami pun selalu menanamkan kejujuran pada diri anak. Berkata dan berprilaku jujur itu, sangat penting. Apalagi suami saya, paling tidak suka pada orang yang tidak berlaku jujur. Makanya, Farras selalu ditekankan untuk jujur dalam segala hal. Bahkan di sekolah (sekarang Farras sudah duduk di bangku SD kelas 2), Farras ditekankan oleh kami untuk tidak sedikitpun menyontek. Menyontek adalah perilaku yang sangat tidak baik dan tidak jujur. Alhamdulillah Farras mengerti dan tidak sekalipun Farras menyontek, dan kami percaya. Kami pun percaya pada kemampuan anak kami dalam mengikuti setiap pelajaran yang diberikan guru-gurunya di sekolah. Suami saya adalah penganalisa setiap kegiatan dan perkataan Farras. Jika Farras berbohong, suami saya pasti akan tahu. Jadi otomatis, Farras tidak akan pernah berani berbohong. Pondasi menjadikan anak seorang pemimpin diantaranya adalah jujur dan percaya pada kemampuan anak.

Kami, sebagai orangtua, harus juga menjadi orang yang bisa dipercaya oleh anak. Sehingga anak bisa mencontoh apa yang kita lakukan dan InsyaAllah anak juga bisa menjadi manusia yang bisa dipercaya. Jika kami menjanjikan Farras sesuatu, misal karena nilai raport Farras baik dan bagus, maka kami harus merealisasikan janji kami tersebut. Dan Alhamdulillah, setiap janji yang kami berikan pada anak kami, kami selalu menepati. Kami hanya ingin, kami menjadi orang tua yang bisa dipercaya oleh anak kami.

Terkadang, jika saya melihat anak saya berselisih paham dengan temannya, saya ingin melerai atau menjadi penengah diantara mereka. Tapi saya urungkan niat saya itu, saya coba memperhatikan cara mereka (terutama cara Farras) menyelesakan masalah dari jauh. Dan kadang, saya suka senyum-senyum sendiri jika menyaksikan Farras (ternyata) bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, tanpa campur tangan ibunya. Penting memang ya, membiarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri, karena jika selalu dibantu, anak tidak akan bisa menyelesaikan masalahnya. Dan kita bisa ikut turun tangan ketika anak memang sudah benar-benar mentok tidak bisa menyelesaikan masalahnya. Membiarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri berarti kita sudah membantu anak menjadikannya seorang pemimpin.

Seringkali kami membiarkan anak kami mengambil keputusan sendiri. Menurut saya, ini pun hal yang penting untuk dilakukan oleh kami, sebagai orang tua. Mengajarkan anak untuk bisa menentukan sendiri apa keinginannya, tanpa ada paksaan atau campur tangan dari kami. Ketika Farras bingung untuk menentukan kemana liburan akhir pekan, kami persilahkan Farras untuk menentukan sendiri, sehingga Farras tahu mana keputusan yang baik dan tidak, keputusannnya menyenangkan atau tidak. Ketika Farras sudah mulai malas latihan Karate pun, kami tetap menyerahkan keputusan kepada Farras, apakah masih terus mau latihan, ataukah mau berhenti, tapi tetap kami memberikan pandangan kami terlebih dahulu. Sehingga kami merasa tidak ada sesuatu yang kami paksakan pada anak, yang bisa membuat anak merasa terpaksa atau bahkan tertekan.

Menjadi orang tua banyak sekali tantangannya ya… Saya seringkali mengalami kendala, bagaimana mengatasi keaktifan Farras, keisengan Farras pada teman-temannya, jawaban Farras yang sekenanya ketika bu guru bertanya, dan sekarang yang sedang sering Farras lakukan adalah membangkang. Haduuuh…. saya sering mengelus dada untuk yang satu ini. Hanya satu yang bisa kami lakukan selaku orang tua Farras, sering menasehatinya, memberi petuah-petuah, berbicara dari hati ke hati. Untuk saat ini, mungkin otak Farras sedang memproses semua hal yang ayah ibunya katakan, semoga ke depannya, Farras bisa berlaku lebih baik lagi. Harapannya, suatu saat Farras bisa menjadi seorang pemimpin yang amanah. Semoga apa yang kami tanamkan pada Farras tidak salah dan memberikan kebaikan untuk Farras.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Penulisan Blog “Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil”


#LombaBlogNUB