Mitos vs Fakta Vaksinasi yang Perlu Bunda Tahu

Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 23 Apr 2020

Vaksinasi merupakan cara yang efektif untuk mencegah penyakit yang mengancam jiwa dengan meningkatkan respons kekebalan alami tubuh terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri.

Program vaksinasi telah meningkatkan kesehatan populasi secara keseluruhan dengan mengurangi penularan penyakit, cacat permanen dan sementara, dan juga menekan angka kematian bayi.

Meskipun vaksin telah terbukti aman dan efektif berdasarkan bukti ilmiah yang kuat, beberapa mitos telah menyebar, menjadikan vaksin sebagai pusat kontroversi.

Berikut ini sejumlah mitos terkait vaksinasi. Simak uraiannya agar tidak terjebak dalam lingkaran mitos tiada akhir ya Bun:

“Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi hampir musnah di negara saya. Jaidi tak perlu vaksinasi lagi”

Mitos. Faktanya adalah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin mungkin sudah tidak umum di suatu negara, namun mungkin tetap ada di negara lain. Cakupan imunisasi tidak 100%, sehingga kelompok yang kurang diimunisasi atau belum diimunisasi masih belum terlindungi.

Dalam beberapa tahun terakhir, wabah campak telah terjadi di berbagai negara di kawasan Eropa bahkan dengan cakupan imunisasi tinggi.

“Vaksin tidak aman”

Mitos. Lisensi vaksin memerlukan evaluasi dan pengujian yang lengkap untuk memastikan hal itu aman dan efektif. Setiap batch vaksin dikontrol secara terpisah, dengan mengikuti prakualifikasi dan lisensi WHO yang terus memantau vaksin, dan setiap efek samping serius yang dilaporkan diselidiki secara menyeluruh.

“Vaksin menyebabkan autisme”

Mitos. Tidak ada bukti hubungan antara vaksin campak-mumps-rubella (MMR) (atau vaksin lain) dan autisme atau kelainan autistik. Sebuah studi tahun 1998 yang menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan hubungan antara vaksin MMR dan autisme kemudian ditemukan memiliki cacat serius, dan makalah tersebut telah ditarik kembali oleh jurnal yang menerbitkannya. Penulis makalah ini, Andrew Wakefield, dinyatakan bersalah atas kesalahan profesional serius oleh General Medical Council pada tahun 2010 dan tidak dapat lagi menjalankan praktik kedokteran di Inggris.

Sebuah studi Denmark yang melibatkan 537 303 anak-anak pada tahun 2002 memberikan bukti kuat terhadap hubungan antara vaksin MMR dan autisme. Di semua responden anak ini tidak ada hubungan antara usia pada saat vaksinasi, waktu sejak vaksinasi atau tanggal vaksinasi dan perkembangan gangguan autistik.

“Memberikan anak lebih dari satu vaksin pada satu waktu dapat meningkatkan risiko efek samping berbahaya dan dapat membebani sistem kekebalan anak”

Mitos. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemberian beberapa vaksin pada saat yang sama tidak memiliki efek negatif pada sistem kekebalan anak. Melakukan vaksin kombinasi dapat menghemat waktu dan uang melalui lebih sedikit kunjungan klinik, serta mengurangi rasa tidak nyaman untuk anak melalui suntikan lebih sedikit. Vaksin kombinasi juga meningkatkan peluang anak akan menerima vaksinasi lengkap sesuai dengan jadwal nasional.

“Vaksin mengandung merkuri yang berbahaya”

Mitos. Thiomersal adalah senyawa organik yang mengandung etilmerkuri ditambahkan ke beberapa vaksin sebagai pengawet. Faktanya hanya sedikit vaksin yang mengandung thiomersal. Merkuri adalah unsur alami yang ditemukan di udara, air dan tanah. Jika digunakan dalam vaksin, jumlah thiomersal sangatlah kecil. Selain itu, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa jumlah thiomersal yang digunakan dalam vaksin apa pun memiliki risiko kesehatan.

“Penyakit tidak akan menyebar jika kita memastikan kebersihan dan sanitasi yang baik”

Mitos. Banyak infeksi dapat menyebar terlepas dari seberapa bersih kita. Jika orang tidak divaksinasi, penyakit yang jarang terjadi, seperti polio dan campak, akan segera muncul kembali.

“Gabungan vaksin melawan difteri, tetanus dan pertusis (DTP) dan vaksin melawan poliomielitis menyebabkan sindrom kematian bayi mendadak”

Mitos. Tidak ada hubungan sebab akibat antara pemberian vaksin dan kematian bayi mendadak. Namun, vaksin ini diberikan pada saat bayi dapat menderita sindrom kematian bayi mendadak (SIDS). Dengan kata lain, kematian SIDS yang dilaporkan adalah kejadian bersamaan dengan vaksinasi dan tetap akan terjadi bahkan jika tidak ada vaksinasi yang diberikan.

“Penyakit pada masa kanak-kanak yang dapat dicegah dengan vaksin hanyalah fakta kehidupan yang tidak menguntungkan”

Mitos. Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin bukanlah sekadar fakta kehidupan yang tidak menguntungkan. Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin bisa menyebabkan komplikasi parah pada anak-anak dan orang dewasa, termasuk pneumonia, ensefalitis, kebutaan, diare, infeksi telinga, sindrom rubella bawaan dan bahkan kematian.

“Lebih baik diimunisasi melalui penyakit daripada melalui vaksin”

Mitos. Respons imun terhadap vaksin mirip dengan yang dihasilkan oleh infeksi alami. Harga yang dibayar untuk kekebalan melalui infeksi alami bisa dibayar dengan sangat mahal, misalnya keterbelakangan mental akibat Haemophilus influenzae tipe b (Hib), cacat lahir akibat infeksi rubella bawaan, kanker hati akibat virus hepatitis B atau kematian akibat campak.

“Anak-anak yang divaksinasi mengalami lebih banyak penyakit alergi, autoimun dan pernapasan dibandingkan dengan anak-anak yang tidak divaksinasi”

Mitos. Faktanya vaksin mengajarkan sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi terhadap antigen tertentu. Tidak ada bukti hubungan antara vaksinasi dan pengembangan penyakit alergi, autoimun dan pernapasan di kemudian hari.

“Vaksinasi ikut bertanggung jawab atas peningkatan global dalam kasus kanker”

Mitos. Vaksin melawan human papillomavirus (HPV) digunakan untuk mencegah beberapa jenis kanker, termasuk kanker serviks, anal, penis, dan orofaringeal. Peningkatan global dalam kasus kanker selama 50 tahun terakhir telah disebabkan oleh banyak faktor, termasuk perubahan gaya hidup, harapan hidup lebih lama dan teknik diagnostik yang lebih baik.

“Vaksin dapat berisi microchip yang memungkinkan pemerintah atau orang lain untuk melacak keberadaan orang yang diimunisasi”

Mitos. Secara teknis tidak mungkin dan tidak terjadi. Vaksin diproduksi dalam pengaturan yang sangat terbatas. Banyak botol berisi vaksin untuk diberikan ke lebih banyak orang (misalnya 10 dosis dalam satu botol), sehingga tidak mungkin untuk melacak setiap orang.

Referensi

https://www.aaaai.org/conditions-and-treatments/library/allergy-library/vaccine-myth-fact

http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0005/339620/Myths-and-facts.pdf?ua=1