Pendidikan Menjadi Ibu

Oleh Siti Rahmah 21 Oct 2013

Di dunia ini, Tidak ada sekolah yang mengajarkan bagaimana menjadi orang tua. Terlebih tentang bagaimana mendidik anak dan menjadi orang tua yang baik. Ketika kita berbicara tentang orang tua adalah mereka ayah dan ibu. Keduanya memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang seorang anak. Namun demikian, Ibu merupakan tokoh yang memberikan pengaruh lebih pada anak. Mulai dari bagaimana seorang ibu memberikan asupan gizi ketika dalam kandungan hingga mendidik anak tersebut.

Ibu Itu Bunda

Ketika aku masih kecil, aku sering kebingungan kenapa ibuku memilih untuk dipanggil Bunda ketimbang sebagai Ibu atau Mamak (red : Mamak = kebiasaan orang Aceh) dalam memanggil orang tua wanita. Maklum saja, waktu itu sebutan bunda masih jarang terdengar diwaktu itu. Namun akhirnya rasa penasaran itupun hilang dan terjawabkan. Kata bunda, nama panggilan itu lebih dekat di hati dan sifatnya tidak hanya bersifat penyayang sebagai orang tua, namun juga bisa menjadi sahabat. Nice. Aku  setuju dengan itu. Hal itu juga senada dengan sebuah lirik lagu Bunda milik Melly Goeslaw,

“Oh bunda, ada dan tiada dirimu ‘kan selalu ada  di dalam hatiku”.

Bunda dan Kandunganya

Waktu itu, aku sudah memasuki usia 6 tahun dan bunda sudah kembali hamil adik kecil kami yang bernama Miftah. Masih terekam jelas dalam ingatanku, ketika itu aku berada di bangku sekolah kelas 2 MIN. Selalu. Ketika aku pulang sekolah bunda sering terlihat sedang berada dalam posisi mengaji Al-Qur’an. Melewati lembar per lembar mushaf tua di rumah kami. Tidak hanya itu, bahkan hampir setiap selepas shalat ia tetap saja melanjutkan murattal-nya tersebut.

Kadang kala, aku bertanya-tanya apa beliau tidak keletihan dengan rutinitas barunya itu? Atau kebosanan? Ternyata ketika aku menanyai beliau waktu itu, beliau hanya menjawab sambil tersenyum.

“Bunda baca surat al-Kahfi biar adek bayinya nanti pintar, Baca surat Maryam biar dia jadi anak yang tegar, dan baca surat Yusuf biar dia cantik, dan yang lebih terpenting biar dia cinta baca al-qur’an”

Sekolah dan Nilai VS Keberanian dan Tampil

Jika ayahku lebih menekankan kami untuk bisa mendapatkan nilai yang bagus di sekolah dan mampu pelajaran, bunda lebih sering meminta kami untuk berani dalam segala hal. Bunda selalu mengingatkan untuk berani maju ke depan jika bisa dan tampil di hadapan orang banyak. Maklum saja menurutku, hal ini mungkin dikarenakan beliau adalah Qariah dahulunya.

Pernah suatu hari, aku mengikuti sebuah perlombaan menulis di Aceh. Awalnya aku sedikit ragu-ragu untuk meyerahkan naskah drama itu, namun bunda dengan bersemangatnya membaca dan menyuruhku untuk memberikan naskah itu segera.

“Meskipun kita ini perempuan, harus berani, harus tampil ke depan”, kata Bunda.

Kepemimpinan dan Aku

Beberapa waktu yang lalu, aku memiliki kesempatan untuk studi di Malaysia. Kenyataannya, aku juga menjadi ketua umum di salah satu organisasi di kampus. Kebetulan organisasi tersebut baru saja dirintis di antara seluruh mahasiswa. Banyak hal yang membuatku jatuh dan kadang ingin membuang jauh-jauh jabatan tersebut. Melupakan dan menyerah tentang bagaimana menjadi pemimpin di antara orang banyak. Meskipun aku tahu bahwa itu adalah proses untuk belajar.

Tidak hanya itu, awalnya aku hanya menghadapi orang-orang yang berbeda pikiran dan persaingan untuk menjadi pemimpin saja, apalagi notaben-nya aku adalah wanita. Namun ternyata aku juga mendapatkan fitnah tentang kepemimpinanku. Aku lelah. Sering kali aku membiarkan tubuh jatuh dan mata mengering mengeluarkan air mata. Namun wanita yang bernama bunda itu selalu menjadi penyemangatku dan penyapihku. Hingga saat ini, aku masih saja mengingat kata-kata beliau.

“Be Kreuh!”. (yang kuat/keras)

Setelah banyak hal yang aku alami selama ini, aku merasa bahwa menjadi seorang ibu adalah sebuah pilihan, bukan keharusan. Kita bisa saja menjadi orang tua, namun belum tentu kita bisa menjadi sahabat untuk seorang anak. Maka tak salah jika tidak ada satupun pelajar di sekolah yang mengajarkan tentang bagaimana menjadi ibu, terlebih tentang mengajari anak menjadi pemimpin. Namun demikian, berikut ini ada beberapa hal yang mungkin dapat ibu-ibu lakukan dalam membangun kepribadian anak.

Membangun kepribadian anak

Membangun kepribadian anak tentunya adalah hal yang sangat penting karena hal itulah yang membuat anak menjadi ‘apa’ dan ‘siapa’ iya di masa yang akan datang.  Dalam ilmu Psikologi, adanya tindakan reward dan punishment dalam perilaku anak memberikan efek yang baik untuk membentuk perilaku anak. Misalnya, ketika anak suka membantu orang lain, maka pujilah dia. Tidak ada salahnya kadang kala kita sedikit memberikan hadiah untuknya. Selain itu, menyemangati/mendorong perilaku-perilaku yang positif juga memberikan pengaruh yang baik untuk anak.

Menjadi sahabat anak

 Sedikit ibu yang saat ini mampu menjadi sahabat untuk anaknya sendiri. Anak tidak hanya memerlukan kebutuhan secara finansial dan pendidikan. Menumbuhkan rasa percaya pada ibu juga sangat penting sehingga anak akan dapat menjadikan anda sebagai tempat ia berkeluh-kesah di kemudian hari. Percayalah, bahwa tindakan tersebut tidak akan membuat ibu tidak dihormati oleh anak, bahkan anak akan lebih mempercayai ibu daripada orang lain. Bahkan anak akan bercerita tentang teman-teman dan hubungannya dengan lawan jenis.

Peduli tentang nutrisi anak.

Memperhatikan tentang apa yang dimakan dan dikonsumsi anak merupakan langkah awal yang penting terlebih di saat ini banyak beredar junk food seperti burger, sosis, dan lain sebagainya. Makanan-makanan tersebut memberikan pengaruh pada anak dan juga akan memberikan efek pertumbuhan dan optimalisasi dalam perkembangannya. Baik itu kandungan dalam makanan yang dikomsumsi maupun kebersihan makanan itu sendiri. Kedua-dua hal tersebut akan memberikan efek dalam tumbuh kembang anak. Dalam Islam sendiri, al-Qur’an mengajarkan bahwa sangatlah penting makanan baik dan halal untuk dikonsumsi oleh seseorang.

Demikianlah tulisan saya. Semoga bermanfaat untuk kita semua.