Peran Ibu Untuk Pemimpin Kecil (Ibuku Luar Biasa)

Oleh nurmah nur 29 Sep 2013

Ibuku Luar Biasa

Dahulu, saat awal penciptaanku, aku takut turun ke bumi. Aku takut sendiri. Tapi Tuhan menjanjikan aku, bahwa di bumi nanti, akan ada malaikat yang selalu menjagaku dengan kelembutan dekapannya, walaupun ia tidak punya apa-apa untuk membuatku bahagia, segala cara tempuh bahkan sampai rela mengorbankan jiwanya. Dahulu, aku khawatir bahwa bumi tak seindah surga. Tapi Allah menjanjikan aku, bahwa di bumi nanti akan ada malaikat yang mengajakku menikmati indahnya dunia dengan iman. Dahulu, aku takut  tidak bisa berjumpa dengan penciptaku lagi. Tapi Allah menjanjikan aku, bahwa di bumi nanti akan ada malaikat yang membimbingku tuk mengenal Islam.

Sekarang, terkenanglah kembali sosok malaikat itu. Ibu, lahirku ke dunia, berhutang darah dan nyawa padamu. Perjuangan yang melewati garis batas antara hidup dan mati. Pengorbanan yang bukan dilakukan oleh pria yang gagah perkasa, tapi oleh wanita dengan segala kelemhannya.

Lahirku ke dunia, belum mengenal rintihan sakit yang Ibu derita. Lahirku ke dunia, belum mengenal hebatnya pendarahan yang kau alami. Dan lahirku ke dunia pun, belum mengenal perih yang kau rasa. Kecilku dulu, aku belum mengenal kantukmu yang terbangun karena tangisanku. Aku belum mengenal lelahmu merawat dan membesarkanku. Ya, aku masih belum mengenal air mata yang selalu mnegalir tiap saat Ibu mendo’akanku.

Saat aku mulai bersekolah, aku masih saja belum menyadari bahwa kenakalanku cukup menguras kesabaran Ibu. Kejengkelan hatiku saat kanak-kanak dahulu, pernah berbuah bentakkan padamu. Ibu, aku belum menyadari bahwa hatimu terluka, teriris perih. Namun, kau tetap membelaiku lembut tanpa ada beda dari sebelumnya. Kontras dengan kerasnya intonasi ucapanku saat itu padamu. Ibu, maafkan aku.

Remajaku dulu, aku belum mengenal bahasa penjagaanmu padaku. Kau larang aku pergi malam, kau menyuruhku tuk tetap tinggal, menemanimu yang tengah sendiri di rumah. Tapi aku lebih memilih keceriaan bersama teman. Aku lebih memilih bersama mereka.

Duhai ibu, sekali lagi maafkan anakmu, aku belum mengerti betapa berharganya kehadiranmu dalam segmen-segmen hidupku. Mendungnya hari ini, mengajak hatiku tuk merindu. Kelembutan awan kali ini, mengingatkanku akan kelembutan kasih sayangmu ibu. Keteduhan langit kali ini, membawaku teringat kembali akan keteduhan sorot matamu. Dingin yang kurasa ini, mengingatkan aku akan kehangatan pelukan ibu. 

Rabb, aku tidak ingin mengenalnya kala ia telah tiada. Dewasaku kini, tak ingin terlambat mengenalnya. Aku tidak ingin terlabat lagi memahami kasih sayang, pengorbanan dan ketulusannya. Dari kecil hingga dewasa Ibu selalu memberikan yang terbaik untukku, ia tidak pernah membiarkan air mataku lama mengalir, dengan segera Ibu mencarikan jalan agar hatiku kembali bahagia agar senyumku terlihat indah. Pertumbuhan fisikku dijaganya dengan nutrisi dan gizi, begitu pula dengan rohaniku, Ibu selalu mengajarkanku mengenal aksara dan melafalkannya dengan sempuna. Ibu bimbing aku dengan sabar. Bagiku dialah Ibu luar biasa, kasih sayangnya sepanjang masa dan pahlawan tanpa balas dan tanda jasa.

Jauh di sana, ada ibu yang menanti kepulanganku. Jauh di sana, ada ibu yang rindu mendekapku. Jauh di sana ada ibu yang menyaksikan tercerminnya kebahagiaan dari sorot mataku. Ibu, jagalah ia selalu Rabb. Cintailah ia melebihi cintanya padaku. Hadirkan selalu keridhaaan-Mu, sebagaimana ia selalu menghadirkan kebahagiaan dalam relung jiwaku. Tuntunlah ia menapaki jalan surga-Mu, sebagaimana ia menuntunku tuk semakin mengenal-Mu. Baikanlah akhir hayatnya Rabb, melebihi kemuliaan akhlak yang ia ajarkan kepadaku.

#LombaBlogNUB

https://www.sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/assets/uploads/2013/09/revisi-posterblog-writing-competition-1.5-04092013.resized.jpg