Untukmu, Mamaku Sayang

Oleh nur hanifah 16 Sep 2013

 

 

Tidak terasa sudah 25 tahun lamanya aku hidup bersamanya.  Sosok yang lembut namun selalu bekerja keras demi anak-anaknya. Dialah wanita yang selama ini aku panggil mama setiap saat. Dia yang mengandungku sembilan bulan lamanya, menderita kesakitan yang sangat saat melahirkanku dan mengorbankan waktu serta tenaganya untuk mengasuhku hingga sampai saat ini. Demi membesarkan kami (kelima putrinya), mama menjadi ibu rumah tangga yang memenuhi kebutuhan kami, kasih sayang dan perhatian. 

Saya membayangkan betapa repotnya mamaku saat kami masih balita, dengan jarak umur yang dekat (2-3 tahun), ditambah adik kembarku yang harus mendapatkan perhatian ekstra karena terlahir prematur. Saya ingat waktu itu, saya seringkali merasa cemburu kepada adikku yang kembar (anak ke-3 dan 4) yang selalu diprioritaskan dan mendapat kasih sayang berlebihan. Memang, waktu itu berat badan kedua adikku dibawah normal, sehingga kesehatannya lebih rapuh. Tiap hari harus “dijemur”, pemberian ASI/PASI harus optimal demi mengejar berat badan ideal. Alhamdulillah, kami semua mendapatkan ASI ekslusif (6 bulan) sehingga tumbuh dan kembang kami optimal.

Meskipun hanya lulusan SMA, saya bersyukur mamaku orang yang rajin dan tekun dalam membesarkan kami. Meskipun dalam segala keterbatasan sosial-ekonomi, saat itu kedua orang tua kami, terutama mama yang lebih banyak bersama kami, selalu mengutamakan kecukupan asupan gizi putri-putrinya. Mereka makan setelah kami semua sudah selesai makan. Sewaktu sekolah, mama hampir setiap hari membawakan bekal makan siang. Mama tidak pernah mengijinkan putrinya berangkat sekolah tanpa sarapan tiap pagi. Kami selalu dibangunkan pagi, selain untuk mengerjakan sholat, kami selalu dibiasakan mandi pagi, sarapan kemudian membaca sekilas pelajaran yang telah didapatkan di sekolah sehari sebelumnya. Begitu juga saat pulang sekolah. Dulu juga selalu diberlakukan jam malam, diwajibkan untuk kami tidur jika jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sebelum tidur, kami juga selalu ditemani belajar. Rutinitas itu telah berlangsung bertahun-tahun lamanya.

Sekarang kami semua telah menjadi wanita dewasa, bahkan kakak saya sudah menjadi ibu untuk kedua buah hatinya. Jika kelak saya diberikan kepercayaan menjadi seorang ibu untuk buah hatiku, ingin rasanya memberikan kasih sayang dan perhatian sebagaimana yang telah saya terima dari mamaku sayang, atau mungkin bisa lebih baik. Pola asuh yang baik dan benar menurutku sangat berperan penting dalam tumbuh kembang buah hati. Kepribadian dan kecerdasan anak juga berkembang beriringan. Peran ibu yang mendampingi anak sangat dibutuhkan. Meskipun sedikit banyak harus mengesampingkan ego pribadi, seorang ibu harus lebih memprioritaskan kebutuhan/kepentingan anak. Menurut saya, “ibu”, “mama”, “bunda” itu bukan hanya sekedar gelar 24 jam pada wanita yang berhasil melahirkan anak, tetapi juga membawa tanggung jawab yang sangat penting untuk masa depan generasi muda kelak.

Terima kasih, mama.. sudah mengasuh dan mendidik saya hingga menjadi seseorang yang berguna untuk orang lain. Maafkan atas keegoisan saya yang sering membuat hati mama sedih. Putri-putrimu telah berhasil meraih cita-citanya. Sayangku selalu untukmu mama. 

 Salam sayang dari putri-putri mama (dr.Yuana- dr.Hani-Ria, S.Ked-Nurul, S.ked-Ayu)