News & Activity

Srikandi Award 2012 : Kategori Inisiatif Peningkatan Kesehatan Anak

Latest Update: 17 Dec 2012

Pondok Gizi Untuk Buah Hati

Oleh Bidan Syafrianti (Kuantan Singigi, Riau) 

Desa Jake, Kuala Singingi, didominasi oleh wilayah perkebunan, umumnya sawit dan karet. Penduduknya pun didominasi oleh buruh kebun, yang berasal dari berbagai wilayah, sebut saja, Jambi, Palembang, penduduk lokal, hingga perantauan dari Pulau Jawa.

Sebagian besar masyarakatnya berasal dari kelompok ekonomi yang kurang mampu sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarganya. Sebagian lain cukup mampu tetapi tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai kebutuhan gizi.

Kedua persoalan tadi berujung pada persoalan yang sama, masalah gizi kurang hingga gizi buruk, terutama pada balita. Tercatat 18 balita dari 300 balita di wilayah tersebut mengalami gizi kurang.

Persoalan tersebut membuat Syafrianti berinisiatif mendirikan pondok gizi. Pondok di tengah perkebunan ini menyasar para pekerja perkebunan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi balita mereka. Tidak hanya memberikan asupan gizi gratis, pondok gizi juga mengajarkan para ibu untuk mengolah makanan sehat dengan biaya terjangkau.

Persoalan tidak selesai hanya dengan pembentukan pondok gizi. Luasnya lahan perkebunan menjadikan jarak sebagai kendala, selain itu kesibukan para ibu diperkebunan menjadikan pondok gizi sepi pengunjung. Sementara beberapa lain terlalu malas atau terlalu sungkan untuk mengunjungi pondok gizi.

Jalan pintas yang diambil bidan berusia 46 tahun ini adalah dengan menitipkan makanan kepada mereka yang tinggal berdekatan. Dengan demikian kerap terlihat dalam suatu wilayah hanya ada 1 orang--2 orang ibu yang datang dengan membawa banyak kotak makanan kosong titipan ibu-ibu yang tidak datang.

Tidak membutuhkan waktu cukup lama untuk membuat ibu-ibu yang tadinya hanya menitip kotak kosong untuk ikut aktif mendatangi pondok gizi. Kegigihan ini membuahkan hasil, jumlah balita dengan gizi kurang menruun hingga empat orang saja saat program berakhir.

Selain memberikan informasi mengenai gizi dan memberi asupan bergizi, pondok gizi juga mengajari cara memproduksi sendiri sayuran sehat. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memberi bibit sayur untuk ditanam di pekarangan.

Syafrianti yang telah bertugas di wilayah tersebut sejak 1987 menyadari tanah perkebunan tua yang mulai tandus membuat proses penanaman menjadi sulit. Sebab itu dia berinisiatif membagikan polybag sebagai media tanam. Dengan demikian masyarakat sekitar dapat memproduksi sendiri asupan gizi mereka tanpa harus berjalan 2 km menuju pondok gizi.

                                                            

ASI Bukti Cinta Ibu

Oleh Bidan Rahmi (Muna, Sulawesi Tenggara) 

Masyarakat Muna, Sulawesi Tenggara, hidup dengan mitos, bahwa tangisan bayi adalah indikasi lapar. Jadilah bayi berusia 2 hari saja sudah mengenal rasa pisang dan madu. Bayi dianggap tidak akan cukup kenyang dengan air susu ibu (ASI).

Seluruh sistem masyarakat mengamini hal tersebt, alhasil kesalahan diwariskan turun-temurun. Jika ada satu ibu saja yang tidak memberi pisang pada bayinya yang sedang menangis, maka norma masyarakat akan menegurnya.

Sebab itu Bidan Rahmi menyadari bahwa sosialisasi pentingnya ASI eksklusif tidak bisa hanya diberikan kepada ibu. Payudara yang dapat mengeluarkan air susu memang hanya dimiliki perempuan, tapi bukan berarti menyusui hanya menjadi beban perempuan.

Bidan 37 tahun ini meyakini jika sosialisasi yang dilakukan hanya kepada ibu dan calon ibu, akan menjadi beban baru. Bayangkan, jika para ibu telah mengerti pentingnya ASI eksklusif, tetapi suami dan masyarakat merasa hal tersebut adalah ketersesatan, berapa banyak dan berapa lama hujatan harus diterima?

Rahmi yang telah bergelut di Muna sejak 1995 paham betul bahwa yang pertama-tama harus menjadi sasaran sosialisasi adalah pada Kepala Desa, aparat desa, tokoh masyarakat, dan para suami. Tak lupa tentu sosialisasi juga diberikan kepada ibu dan calon ibu.

Dengan adanya pengertian dalam sistem masyarakat maka ibu akan lebih leluasa memberikan ASI, bahkan sistem pengawasan masyarakat akan efektif menegur ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif.

Lagi pula anak yang sehat bukan saja manfaat bagi ibu semata, melainkan bagi masyarakat sekitar dan negara dalam lingkup yang lebih luas. Seperti yang ia percaya, semua hal berkelindan, sistemik, dan tak bisa dilihat berdiri sendiri-sendiri.

Hingga kini tercatat 125 penerima manfaat yang terdiri atas ibu hamil dan menyusui, kader posyandu, dukun, unsur pemerintahan, dan pada suami serta tokoh masyarakat telah menerapkan ASI eksklusif, dan terus bertambah seiring dengan sosialisasi yang terus dilakukan, termasuk kampanye dari mulut ke mulut antar sesama masyarakat sekitar.

"Karena menyusui adalah tanggung jawab masyarakat," tegas Rahmi.

                                                           

Delivery Rantang Gizi

Oleh Bidan Patima Ohorella (Tulehu, Maluku Tengah) 

Tidak hanya kumuh, daerah Tulehu, Maluku Tengah juga kesulitan akses air bersih. Keadaan yang sangat tepat untuk menghasilkan balita-balita dengan masalah gizi.

Pada awalnya Patima Ohorella berfikir masalah tersebut dapat diatasi dengan membagikan makanan tambahan di Pos Pelayan Terpadu (Posyandu). Makanan tambahan tersebut disediakan bagi 20 balita di lingkungan sekitar yang mengalami gangguan gizi.

Persoalannya, masyarakat Tulehu tidak hanya miskin, tetapi juga malas dan tidak termotivasi, menyebabkan Posyandu sepi pengunjung. Posyandu menjadi semakin sepi lantaran masyarakat Tulehu kebanyakan bekerja sebagai pedagang kecil. 

Dengan demikian tak banyak waktu luang yang dapat dimanfaatkan untuk menghadiri Posyandu. Terlebih masyarakat sekitar juga tidak menganggap gizi sebagai persoalan penting.

Hingga akhirnya Bidan 36 tahun tersebut berkesimpulan asupan gizi yang telah disiapkan tidak akan mencapai balita yang disasar kalau tidak diantarkan hingga ke pintu rumah masing-masing rumah tangga.

Jadilah per 14 Juni 2012 Patima yang telah menjadi bidang di wilayah tersebut sejak 2006 mulai mengantarkan tambahan asupan gizi bagi para balita. Gizi di dalam rantang tersebut dibagikan setiap pagi kepada masing-masing rumah tangga setiap pagi, sebelum pada ibu menjadi terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

 

 

Back to Archive